Wanita-wanita yang haram dinikahi

Mahrom (Wanita-wanita yang haram dinikahi).
Maksudnya ialah wanita yang ada sebab-sebab tertentu yang mana selama sebab-sebab itu masih ada, wanita tersebut tidak boleh dinikahi.
Firman Allah SWT :.
حُرّمَتْ عَلَيْكُمْ اُمَّهتُكُمْ وَ بَنتُكُمْ وَ اَخَوتُكُمْ وَ عَمّتُكُمْ وَ خلتُكُمْ وَ بَنتُ اْلاَخِ وَ بَنتُ اْلاُخْتِ وَ اُمَّهتُكُمُ الّتِيْ اَرْضَعْنَكُمْ وَ اَخَوتُكُمْ مّنَ الرَّضَاعَةِ وَ اُمَّهتُ نِسَآئِكُمْ وَ رَبَآئِبُكُمُ الّتِيْ فِيْ حُجُوْرِكُمْ مّنْ نّسَآئِكُمُ الّتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَاِنْ لَّمْ تَكُوْنُوْا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَ حَلآَئِلُ اَبْنَآئِكُمُ الَّذِيْنَ مِنْ اَصْلاَبِكُمْ وَ اَنْ تَجْمَعُوْا بَيْنَ اْلاُخْتَيْنِ اِلاَّ مَا قَدْ سَلَفَ، اِنَّ اللهَ كَانَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا. النساء:23
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepesusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, [QS. An-Nisaa’ : 23]

Berdasar ayat di atas, dapat dipahami bahwa wanita yang haram dinikahi itu ada dua macam, yaitu :
1.  Wanita yang selamanya haram dinikahi, dan
2.  Wanita yang untuk sementara haram dinikahi.

Adapun wanita yang selamanya haram dinikahi, ada 3 macam :
1. haram dinikahi karena ada hubungan nasab,
2. haram dinikahi karena  ada hubungan susuan,
3. haram dinikahi karena ada hubungan mushoharoh (perkawinan).

A. Wanita yang haram dinikahi karena ada hubungan nasab adalah sebagai berikut :
1.  Ibu. Yang dimaksud adalah wanita yang melahirkannya. Termasuk juga nenek, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu dan seterusnya ke atas.
2.  Anak perempuan. Yang dimaksud adalah wanita yang lahir karenanya, termasuk cucu perempuan dari pihak laki-laki maupun dari pihak perempuan dan seterusnya ke bawah.
3.  Saudara perempuan, seayah seibu, seayah saja atau seibu saja.
4.  ‘Ammah, yaitu saudara perempuan ayahbaik saudara kandung, saudara seayah saja atau saudara seibu saja.
5.  Khoolah, yaitu saudara perempuan ibu, baik saudara kandung, saudara seayah saja atau saudara seibu saja.
6.  Anak perempuan dari saudara laki-laki (keponakan), dan seterusnya ke bawah.
7.  Anak perempuan dari saudara perempuan (keponakan), dan seterusnya ke bawah.

B. Wanita yang haram dinikahi karena ada hubungan susuan
Firman Allah :
وَ اُمَّهتُكُمُ الّتِيْ اَرْضَعْنَكُمْ وَ اَخَوتُكُمْ مّنَ الرَّضَاعَةِ. النساء:23
(Diharamkan atas kamu) ibu-ibumu yang menyusui kamu dan saudara-saudara perempuan sepesusuan. [QS. An-Nisa : 23]
Dan sabda Rasulullah SAW :
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ لِى رَسُوْلُ اللهِ ص: يَحْرُمُ مِنَ الرَّضَاعَةِ مَا يَحْرُمُ مِنَ الْوِلاَدَةِ. مسلم 2: 1068
Dari 'Aisyah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda kepadaku, "Haramnya sebab susuan adalah sebagaimana haramnya sebab kelahiran (nasab)". [HR. Muslim jz 2, hal. 1068]
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ اَنَّ النَّبِيَّ ص اُرِيْدَ عَلَى اِبْنَةِ حَمْزَةَ، فَقَالَ: اِنَّهَا لاَ تَحِلُّ لِى، اِنَّهَا اِبْنَةُ اَخِى مِنَ الرَّضَاعَةِ. وَ يَحْرُمُ مِنَ الرَّضَاعَةِ مَا يَحْرُمُ مِنَ الرَّحِمِ. مسلم 2: 1071
Dari Ibnu ‘Abbas, bahwasanya para shahabat menginginkan Nabi SAW menikahi anak perempuan Hamzah. Maka beliau SAW bersabda, “Sesungguhnya dia tidak halal bagiku, karena dia adalah anak saudaraku sepesusuan. Sedangkan haram sebab susuan itu sebagaimana haram sebab nasab (keturunan)”. [HR. Muslim juz 2, hal. 1071]
عَنْ عَلِىّ قَالَ، قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَا لَكَ تَنَوَّقُ فِى قُرَيْشٍ وَ تَدَعُنَا، فَقَالَ: وَ عِنْدَكُمْ شَىْءٌ. قُلْتُ: نَعَمْ، بِنْتُ حَمْزَةَ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِنَّهَا لاَ تَحِلُّ لِى اِنَّهَا ابْنَةُ اَخِى مِنَ الرَّضَاعَةِ. مسلم 2: 1071
Dari 'Ali, dia berkata : Saya pernah bertanya, "Ya Rasulullah, mengapa engkau sangat mengutamakan wanita-wanita Quraisy dan meninggalkan wanita-wanita kami ?". Beliau balik bertanya, "Adakah wanita dari kalian yang pantas bagiku ?". 'Ali menjawab, "Ya, yaitu putrinya Hamzah". Maka Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya dia tidak halal bagiku, karena ia adalah putri saudaraku sepesusuan".  [HR. Muslim juz 2, hal. 1071]
عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ اَنَّهَا اَخْبَرَتْهُ اَنَّ عَمَّهَا مِنَ الرَّضَاعَةِ يُسَمَّى اَفْلَحَ اِسْتَأْذَنَ عَلَيْهَا، فَحَجَبَتْهُ. فَاَخْبَرَتْ رَسُوْلَ اللهِ ص، فَقَالَ لَهَا: لاَ تَحْجِبِى مِنْهُ، فَاِنَّهُ يَحْرُمُ مِنَ الرَّضَاعَةِ مَا يَحْرُمُ مِنَ النَّسَبِ. مسلم 2: 1071
Dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah bahwasanya ia mengkhabarkan kepada ‘Urwah, bahwa paman susunya yang bernama Aflah minta ijin pada ‘Aisyah untuk menemuinya. Lalu ‘Aisyah berhijab darinya. Kemudian ‘Aisyah memberitahukan hal itu kepada Rasulullah SAW, maka beliau bersabda, “Kamu tidak perlu berhijab darinya, karena haram sebab susuan itu sebagaimana haram sebab nasab”. [HR. Muslim juz 2, hal. 1071]
عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَائِشَةَ اَنَّهَا اَخْبَرَتْهُ اَنَّ اَفْلَحَ اَخَا اَبِى الْقُعَيْسِ جَاءَ يَسْتَأْذِنُ عَلَيْهَا وَهُوَ عَمُّهَا مِنَ الرَّضَاعَةِ بَعْدَ اَنْ اُنْزِلَ الْحِجَابُ، قَالَتْ فَاَبَيْتُ اَنْ آذَنَ لَهُ، فَلَمَّا جَاءَ رَسُوْلُ اللهِ ص اَخْبَرْتُهُ بِالَّذِى صَنَعْتُ، فَاَمَرَنِى اَنْ اذَنَ لَهُ عَلَىَّ. مسلم 2: 1069
Dari 'Urwah bin Zubair, dari 'Aisyah, bahwa ia telah mengkhabarkan kepadanya, bahwa Aflah, yaitu saudara Abul Qu'ais, datang kepada 'Aisyah meminta izin untuk menemuinya, sedangkan dia adalah pamannya dari hubungan susuan, peristiwa itu terjadi setelah turunnya ayat tentang hijab. 'Aisyah berkata : Saya tidak mengizinkan dia masuk. Tatkala Rasulullah SAW datang, saya beritahukan kepada beliau mengenai apa yang saya perbuat, maka beliau menyuruhku supaya aku mengizinkannya masuk menemuiku. [HR. Muslim juz 2, hal. 1069]
عَنْ عُرْوَةَ اَنَّ عَائِشَةَ اَخْبَرَتْهُ اَنَّهُ جَاءَ اَفْلَحُ اَخُو اَبِى الْقُعَيْسِ يَسْتَأْذِنُ عَلَيْهَا بَعْدَ مَا نَزَلَ الْحِجَابُ، وَكَانَ اَبُو الْقُعَيْسِ اَبَا عَائِشَةَ مِنَ الرَّضَاعَةِ، قَالَتْ عَائِشَةُ، فَقُلْتُ: وَ اللهِ، لاَ اذَنُ لاَفْلَحَ حَتَّى اَسْتَأْذِنَ رَسُوْلَ اللهِ ص فَاِنَّ اَبَا الْقُعَيْسِ لَيْسَ هُوَ اَرْضَعَنِى وَ لكِنْ اَرْضَعَتْنِى امْرَأَتُهُ، قَالَتْ عَائِشَةُ: فَلَمَّا دَخَلَ رَسُوْلُ اللهِ ص قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اِنَّ اَفْلَحَ اَخَا اَبِى الْقُعَيْسِ جَاءَنِى يَسْتَأْذِنُ عَلَىَّ فَكَرِهْتُ اَنْ اذَنَ لَهُ حَتَّى اَسْتَأْذِنَكَ، قَالَتْ، فَقَالَ النَّبِىُّ ص: ائْذَنِى لَهُ. قَالَ عُرْوَةُ فَبِذَلِكَ كَانَتْ عَائِشَةُ تَقُوْلُ حَرّمُوْا مِنَ الرَّضَاعَةِ مَا تُحَرّمُوْنَ مِنَ النَّسَبِ. مسلم 2: 1069
Dari 'Urwah, bahwasanya 'Aisyah telah mengkhabarkan kepadanya, bahwa Aflah, saudara Abul Qu'ais datang meminta izin untuk menemuinya, peristiwa itu terjadi setelah turunnya ayat hijab, Abul Qu'ais adalah bapak susu 'Aisyah, 'Aisyah berkata : Saya berkata, "Demi Allah, saya tidak akan mengizinkan Aflah masuk menemuiku sehingga saya meminta izin Rasulullah SAW terlebih dahulu, karena bukan Abul Qu'ais yang menyusuiku, tetapi istrinya yang menyusuiku". 'Aisyah berkata : Setelah Rasulullah SAW datang, saya berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Aflah, yaitu saudaranya Abul Qu'ais datang minta izin untuk menemuiku, lalu aku tidak mau mengizinkannya sebelum aku minta izin kepadamu". 'Aisyah berkata : Maka Nabi SAW bersabda, "Izinkanlah dia masuk". 'Urwah berkata ; Oleh karena itu Aisyah berkata, "Jadikanlah mahram dari sebab susuan sebagaimana kalian menjadikan mahram dari sebab nasab (keturunan)". [HR. Muslim juz 2, hal. 1069]
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: جَاءَ عَمّى مِنَ الرَّضَاعَةِ يَسْتَأْذِنُ عَلَىَّ فَاَبَيْتُ اَنْ اذَنَ لَهُ حَتَّى اَسْتَأْمِرَ رَسُوْلَ اللهِ ص، فَلَمَّا جَاءَ رَسُوْلُ اللهِ ص قُلْتُ: اِنَّ عَمّى مِنَ الرَّضَاعَةِ اسْتَأْذَنَ عَلَىَّ فَاَبَيْتُ اَنْ اذَنَ لَهُ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: فَلْيَلِجْ عَلَيْكِ عَمُّكِ. قُلْتُ: اِنَّمَا اَرْضَعَتْنِى الْمَرْأَةُ وَ لَمْ يُرْضِعْنِى الرَّجُلُ. قَالَ: اِنَّهُ عَمُّكِ فَلْيَلِجْ عَلَيْكِ. مسلم 2: 1070
Dari 'Aisyah, ia berkata : Pamanku susu datang meminta izin untuk menemuiku, lalu aku tidak mau mengizinkan dia sebelum aku minta ijin kepada Rasulullah SAW. Ketika Rasulullah SAW datang, saya berkata, "Sesungguhnya pamanku susu meminta izin untuk menemuiku, namun aku tidak mengizinkannya". Maka Rasulullah SAW bersabda, "Biarkanlah pamanmu masuk menemuimu". Saya berkata, "Sesungguhnya yang menyusuiku adalah seorang wanita bukan seorang laki-laki". Beliau bersabda, "Sesungguhnya dia adalah pamanmu, biarkanlah dia masuk menemuimu".  [HR. Muslim juz 2, hal. 1070]
Berdasarkan ayat dan hadits di atas, dapat dipahami bahwa wanita yang haram untuk dinikahi karena hubungan susuan itu adalah sabagai berikut :
1.  Ibu susu, yakni ibu yang menyusuinya. Maksudnya ialah wanita yang pernah menyusui laki-laki tersebut, sedangkan ia bukan wanita yang melahirkannya.
2.  Nenek susu, yakni ibu dari wanita yang pernah menyusuinya atau ibu dari suami wanita yang pernah menyusuinya.
3.  Anak susu, yakni wanita yang pernah disusui istrinya. Termasuk juga anak perempuan dari anak susu tersebut.
4.  Bibi susu. Yakni saudara perempuan dari wanita yang menyusuinya atau saudara perempuan dari suami wanita yang menyusuinya.
5. Keponakan susu, yakni anak perempuan dari saudara sepesusuan.
6. Saudara sepesusuan.

C. Wanita yang haram dinikahi karena ada hubungan mushoharoh (perkawinan)
Firman Allah SWT :
وَ اُمَّهتُ نِسَآئِكُمْ وَ رَبَآئِبُكُمُ الّتِيْ فِيْ حُجُوْرِكُمْ مّنْ نّسَآئِكُمُ الّتِيْ دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَاِنْ لَّمْ تَكُوْنُوْا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَ حَلآَئِلُ اَبْنَآئِكُمُ الَّذِيْنَ مِنْ اَصْلاَبِكُمْ. النساء:23
ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya, (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu). [QS. An-Nisaa’ : 23]
وَ لاَ تَنْكِحُوْا مَا نَكَحَ ابَآؤُكُمْ مّنَ النّسَآءِ اِلاَّ مَا قَدْ سَلَفَ، اِنَّه كَانَ فَاحِشَةً وَّ مَقْتًا، وَ سَآءَ سَبِيْلاً. النساء:22
Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). [QS. An-Nisaa’ : 22]
Dari dalil-dalil di atas dapat dipahami bahwa wanita yang haram dinikahi karena hubungan mushoharoh adalah sebagai berikut :
1.  Mertua perempuan dan seterusnya ke atas.
2.  Anak tiri, dengan syarath kalau telah terjadi hubungan kelamin antara ayah tiri dengan ibu dari anak tiri tersebut.
3.  Menantu, yakni istri anaknya, istri cucunya dan seterusnya ke bawah.
4.  Ibu tiri, yakni bekas istri ayah, (untuk ini tidak disyarathkan harus telah ada hubungan kelamin antara ayah dan ibu tiri tersebut).

Tetapi bilamana sebab-sebab itu telah hilang, maka wanita tersebut boleh dinikahi. Mereka itu adalah sebagai berikut :
1.  Memadukan seorang wanita dengan saudaranya atau dengan bibinya.
Firman Allah SWT :
وَ اَنْ تَجْمَعُوْا بَيْنَ اْلاُخْتَيْنِ اِلاَّ مَا قَدْ سَلَفَ، اِنَّ اللهَ كَانَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا. النساء:23
dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, [QS. An-Nisaa’ : 23]
Hadits Nabi SAW :
عَنِ الضَّحَّاكِ بْنِ فَيْرُوْزَ عَنْ اَبِيْهِ قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اِنّى اَسْلَمْتُ وَ تَحْتِى اُخْتَانِ. قَالَ: طَلّقْ اَيَّتَهُمَا شِئْتَ. ابو داود 2: 272، رقم: 2243
Dari Adl-Dlahhaak bin Fairuz, dari ayahnya, ia berkata : Saya bertanya (kepada Rasulullah SAW), “Ya Rasulullah, sesungguhnya saya telah masuk Islam dan saya mempunyai istri dua wanita yang bersaudara. (yang demikian itu bagaimana) ?". Rasulullah SAW bersabda, “Ceraikan salah satu diantara keduanya siapa yang kamu kehendaki”. [HR. Abu Dawud juz 2, hal. 272, no. 2243]
عَنِ الضَّحَّاكِ بْنِ فَيْرُوْزَ عَنْ اَبِيْهِ قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اِنّى اَسْلَمْتُ وَ تَحْتِى اُخْتَانِ. قَالَ: طَلّقْ اَيَّتَهُمَا شِئْتَ. ابن حبان 9: 462، رقم: 4155
Dari Adl-Dlahhaak bin Fairuz, dari ayahnya, ia berkata : Saya bertanya (kepada Rasulullah SAW), “Ya Rasulullah, sesungguhnya saya telah masuk Islam dan saya mempunyai istri dua wanita yang bersaudara. (yang demikian itu bagaimana) ?". Rasulullah SAW bersabda, “Ceraikan salah satu diantara keduanya siapa yang kamu kehendaki”. [HR. Ibnu Hibban juz 9, hal. 462, no. 4155]
عَنِ الضَّحَّاكِ بْنِ فَيْرُوْزَ عَنْ اَبِيْهِ قَالَ: اَسْلَمْتُ وَ عِنْدِى امْرَاَتَانِ اُخْتَانِ فَاَمَرَنِى النَّبِيُّ ص اَنْ اُطَلّقَ اِحْدَاهُمَا. احمد 6: 301، رقم: 18063
Dari Adl-Dlahhaak bin Fairuz, dari ayahnya, ia berkata : Saya telah masuk Islam dan saya mempunyai istri dua wanita yang bersaudara. Maka Nabi SAW menyuruh saya supaya menceraikan salah satu diantara keduanya”. [HR. Ahmad juz 6, hal. 301, no. 18063]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لاَ يُجْمَعُ بَيْنَ اْلمَرْأَةِ وَ عَمَّتِهَا، وَ لاَ بَيْنَ اْلمَرْأَةِ وَ خَالَتِهَا. مسلم 2: 1028
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Tidak boleh dimadu seorang wanita dengan saudara perempuan ayah wanita itu, dan seorang wanita dengan saudara perempuan ibu wanita itu”. [HR. Muslim juz 2, hal. 1028]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص نَهَى عَنْ اَرْبَعِ نِسْوَةٍ اَنْ يُجْمَعَ بَيْنَهُنَّ: الْمَرْأَةِ وَ عَمَّتِهَا وَ الْمَرْأَةِ وَ خَالَتِهَا. مسلم 2: 1028
Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah SAW melarang dari empat macam wanita untuk dikumpulkan, yaitu antara seorang wanita dengan saudara perempuan ayahnya dan seorang wanita dengan saudara perempuan ibunya". [HR. Muslim juz 2, hal. 1028]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص يَقُوْلُ: لاَ تُنْكَحُ الْعَمَّةُ عَلَى بِنْتِ اْلاَخِ وَ لاَ ابْنَةُ اْلاُخْتِ عَلَى الْخَالَةِ. مسلم 2: 1028
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Tidak boleh seorang wanita dinikahi (dimadu) bersama anak perempuan saudara laki-lakinya, dan tidak boleh seorang wanita dinikahi (dimadu) bersama saudara perempuan ibunya". [HR. Muslim juz 2, hal. 1028]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: نَهَى رَسُوْلُ اللهِ ص اَنْ يَجْمَعَ الرَّجُلُ بَيْنَ الْمَرْأَةِ وَ عَمَّتِهَا وَ بَيْنَ الْمَرْأَةِ وَ خَالَتِهَا. مسلم 2: 1028
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW melarang seorang laki-laki mengumpulkan antara seorang wanita dengan saudara perempuan ayahnya dan antara seorang wanita dengan saudara perempuan ibunya".[HR. Muslim juz 2, hal. 1028]

2. Wanita yang bersuami.
Firman Allah SWT :
وَ اْلمُحْصَنتُ مِنَ النّسَآءِ اِلاَّ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ، كِتَابَ اللهِ عَلَيْكُمْ. النساء:24
dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki, (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. [QS. An-Nisaa’ : 24]

3. Wanita yang masih di dalam 'iddah.
Adapun tentang 'iddah wanita adalah sebagai berikut :
a. Wanita yang haidl, 'iddahnya 3 kali quru’ (tiga kali suci/tiga kali haidl).
وَ اْلمُطَلَّقتُ يَتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ ثَلثَةَ قُرُوْءٍ، وَ لاَ يَحِلُّ لَهُنَّ اَنْ يَّكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللهُ فِيْ اَرْحَامِهِنَّ اِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللهِ وَ اْليَوْمِ اْلاخِرِ، وَ بُعُوْلَتُهُنَّ اَحَقُّ بِرَدّهِنَّ فِيْ ذلِكَ اِنْ اَرَادُوْآ اِصْلاَحًا. البقرة:228
Wanita-wanita yang dithalaq hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) itu menghendaki ishlah. [QS. Al-Baqarah : 228]
b. Wanita yang ditinggal mati suaminya, 'iddahnya 4 bulan 10 hari.
وَ الَّذِيْنَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَ يَذَرُوْنَ اَزْوَاجًا يَّتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ اَرْبَعَةَ اَشْهُرٍ وَّ عَشْرًا. البقرة:234
Orang-orang yang meninggal dunia diantaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. [QS. Al-Baqarah : 234]
c.  Wanita yang telah berhenti dari haidl atau tidak haidl, 'iddahnya 3 bulan.
وَ الّئِيْ يَئِسْنَ مِنَ اْلمَحِيْضِ مِنْ نّسَآئِكُمْ اِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلثَةُ اَشْهُرٍ وَّ الّئِيْ لَمْ يَحِضْنَ. الطلاق:4
Dan perempuan-perempuan yang tidak haidl lagi (menopause) diantara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa 'iddahnya) maka 'iddah mereka adalah tiga bulan, dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haidl. [QS. Ath-Thalaaq : 4]
d. Wanita yang hamil, 'iddahnya hingga melahirkan kandungannya.
وَ اُولاَتُ اْلاَحْمَالِ اَجَلُهُنَّ اَنْ يَّضَعْنَ حَمْلَهُنَّ، وَ مَنْ يَّتَّقِ اللهَ يَجْعَلْ لَّه مِنْ اَمْرِه يُسْرًا. الطلاق:4
Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu 'iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. [QS. Ath-Thalaaq : 4]

4. Wanita yang sudah dithalaq tiga kali.
الطَّلاَقُ مَرَّتنِ فَاِمْسَاكٌ بِمَعْرُوْفٍ اَوْ تَسْرِيْحٌ بِاِحْسَانٍ. البقرة:229
Thalaq yang dapat (dirujuki) itu dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi secara ma’ruf atau menceraikan secara baik. [QS. Al-Baqarah : 229]
فَاِنْ طَلَّقَهَا فَلاَ تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَه، فَاِنْ طَلَّقَهَا فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِمَآ اَنْ يَّتَرَاجَعَآ اِنْ ظَنَّآ اَنْ يُّقِيْمَا حُدُوْدَ اللهِ، وَ تِلْكَ حُدُوْدُ اللهِ يُبَيّنُهَا لِقَوْمٍ يَّعْلَمُوْنَ. البقرة:230
Kemudian jika si suami menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan istri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui. [QS. Al-Baqarah : 230]

5. Wanita musyrik sehingga beriman.
وَ لاَ تَنْكِحُوا اْلمُشْرِكتِ حَتّى يُؤْمِنَّ، وَ َلاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّ لَوْ اَعْجَبَتْكُمْ، وَلاَ تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتّى يُؤْمِنُوْا، وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مّنْ مُّشْرِكٍ وَّلَوْ اَعْجَبَكُمْ، اُولئِكَ يَدْعُوْنَ اِلَى النَّارِ وَ اللهُ يَدْعُوْا اِلَى الْجَنَّةِ وَ الْمَغْفِرَةِ بِاِذْنِه، وَ يُبَيّنُ ايتِه لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَ. البقرة:221
Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu'min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu'min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu'min lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. [QS. Al-Baqarah : 221]
Demikianlah tentang wanita yang untuk sementara haram dinikahi. Dan perlu diingat, bahwasanya pergaulan terhadap wanita yang untuk sementara haram dinikahi ini adalah lain dengan para wanita yang selamanya haram dinikahi, terhadap mereka ini kita tidak boleh bersentuhan, berjabat tangan, berboncengan, berduaan, dan sebagainya. Hadits Nabi SAW :
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: اِيَّاكُمْ وَ الدُّخُوْلَ عَلَى النّسَاءِ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ اْلاَنْصَارِ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ. قَالَ: اَلْحَمْوُ اَلْمَوْتُ. البخارى 6: 159
Dari 'Uqbah bin 'Aamir, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Hati-hatilah kalian dari masuk pada wanita". Lalu ada seorang laki-laki dari kaum Anshar bertanya, "Ya Rasulullah, bagaimana pendapat engkau tentang ipar ?". Beliau SAW bersabda, "Ipar itu mematikan". [HR. Bukhari juz 6, hal. 159]

mta 03/2012, 05/2012

Demikianlah tentang wanita-wanita yang tidak boleh dinikahi. Disamping itu perlu diingat bahwa wanita muslimah tidak boleh menikah dengan lelaki musyrik atau kafir, sebagaimana firman Allah dalam QS.  Al-Baqarah : 221 di atas, dan juga firman Allah SWT dalam QS. Al-Mumtahanah : 10.
ياَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْآ اِذَا جَآءَكُمُ الْمُؤْمِنتُ مُهجِرتٍ فَامْتَحِنُوْهُنَّ، اللهُ اَعْلَمُ بِاِيْمَانِهِنّ، فَاِنْ عَلِمْتُمُوْهُنَّ مُؤْمِنتٍ فَلاَ تَرْجِعُوْهُنَّ اِلَى الْكُفَّارِ، لاَهُنّ حِلٌّ لَّهُمْ وَلاَهُمْ يَحِلُّوْنَ لَهُنَّ،. الممتحنة: 10
Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. [QS. Al-Mumtahanah : 10]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar