Sebagaimana telah diketahui bahwa pada tahun ke-9 Hijriyah Nabi SAW telah memerintahkan Abu Bakar supaya memimpin jama’ah hajji kaum muslimin dari Madinah ke Makkah. Kemudian Nabi SAW memerintahkan pula kepada ‘Ali bin Abu Thalib supaya menyusul Abu Bakar yang telah berangkat lebih dahulu dengan membawa pengumuman penting yang baru diterima dari Allah dan supaya diumumkan kepada segenap jama’ah hajji, yang ketika itu masih terdiri dari jama’ah hajji kaum muslimin dan kaum musyrikin.
Setelah ‘Ali bin Abu Thalib membacakan pengumuman dari Nabi SAW kepada jama’ah hajji yang sedang berkumpul di Mina pada hari nahar tahun itu, maka sadarlah orang-orang musyrik ‘Arab, dan yaqinlah mereka bahwa orang-orang yang masih tetap memeluk agama berhala tidak akan dapat mempertahankan diri lebih lama lagi, karena Nabi Muhammad SAW sudah terang-terangan memperlihatkan kekuatannya yang luar biasa, dengan dikeluarkannya larangan keras bahwa sesudah tahun itu orang-orang musyrikin tidak boleh mendekati Masjidil Haram. Pengumuman itu sebagaimana diriwayatkan Tirmidzi sebagai berikut :
عَنْ اَبِى اِسْحَاقَ عَنْ زَيْدِ بْنِ اُثَيْعٍ قَالَ: سَأَلْتُ عَلِيًّا بِاَيّ شَيْءٍ بُعِثْتَ؟ قَالَ: بِاَرْبَعٍ: لاَ يَدْخُلُ اْلجَنَّةَ اِلاَّ نَفْسٌ مُسْلِمَةٌ، وَ لاَ يَطُوْفُ بِاْلبَيْتِ عُرْيَانٌ، وَ لاَ يَجْتَمِعُ اْلمُسْلِمُوْنَ وَ اْلمُشْرِكُوْنَ بَعْدَ عَامِهِمْ هذَا. وَ مَنْ كَانَ بَيْنَهُ وَ بَيْنَ النَّبِيّ ص عَهْدٌ فَعَهْدُهُ اِلىَ مُدَّتِهِ. وَ مَنْ لاَ مُدَّةَ لَهُ فَاَرْبَعَةُ اَشْهُرٍ. الترمذى 2: 179
Dari Abu Ishaq, dari Zaid bin Utsai’, ia berkata : Saya bertanya kepada ‘Ali, “Dengan apa kamu diutus ?”. ‘Ali menjawab, “Aku diutus dengan empat hal. 1. Tidak akan masuk surga kecuali jiwa yang muslim, 2. Seseorang tidak boleh thawaf di Baitullah dengan telanjang. 3. Tidak boleh berkumpul kaum muslimin bersama kaum musyrikin (menunaikan ibadah hajji) sesudah tahun ini. 4. Barangsiapa yang mempunyai janji antara dia dengan Nabi SAW, maka janjinya tetap berlaku sampai batas waktunya. Dan bagi yang tidak disebutkan batas waktunya, maka waktunya empat bulan”. [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 179]
Demikianlah pengumuman yang disampaikan oleh ‘Ali atas nama Nabi Muhammad SAW kepada segenap kaum musyrikin bangsa ‘Arab yang datang mengerjakan ibadah hajji pada tahun itu.
Pada tahun ke-10 Hijriyah, ketika Nabi SAW akan berangkat ke Makkah untuk mengerjakan hajji ke Baitullah, beliau mengumumkan kepada segenap kaum muslimin dari negara-negara yang sudah berada di bawah bendera Islam, supaya beramai-ramai datang ke Makkah untuk mengerjakan hajji dengan sebanyak-banyaknya, supaya mereka dapat menyaksikan dan belajar langsung dari Nabi SAW bagaimana cara-cara mengerjakan hajji yang baik dan sempurna, yang tidak tercampur dengan syirik yang biasa dilakukan oleh nenek moyang mereka pada masa jahiliyyah. Dan juga supaya mereka dapat saling kenal mengenal antara satu negara dengan negara lain dan antara satu bangsa dengan bangsa lain dan untuk saling mengetahui pula bahwa mereka telah berada dalam satu agama, satu pimpinan dan satu bendera.
Dan dengan adanya anjuran Nabi SAW ini, maka datanglah kaum muslimin berduyun-duyun dari segenap penjuru jazirah ‘Arab membanjiri kota Madinah yang menjadi pusat pemerintahan Islam, dan dari sana mereka bersama-sama mengikuti Nabi SAW ke Makkah.
Nabi SAW berangkat ke Makkah.
Sebelum Nabi SAW berangkat dari Madinah ke Makkah untuk mengerjakan hajji wada’, dan persiapan sudah lengkap, lalu beliau menyerahkan kepemimpinan kota Madinah kepada salah seorang shahabat beliau yang bernama Abu Dujanah As-Saa’idiy, sebagai kepala pemerintahan selama beliau berhajji ke Makkah.
Pada tanggal 25 Dzul qa’dah tahun ke-10 Hijriyah setelah Dhuhur, berangkatlah Nabi SAW bersama 90.000 kaum muslimin dari Madinah dengan mengendarai unta Al-Qashwaa’, segenap istri dan shahabat-shahabat dekat Nabi SAW ikut pula menyertai beliau ke Makkah.
Setelah Nabi SAW dengan segenap kaum muslimin tiba di suatu tempat yang bernama Dzul Hulaifah, lalu berhenti di situ selama satu malam. Dan pada keesokan harinya, sebelum berangkat masing-masing kaum muslimin memakai pakaian IHRAM. Dan pada waktu itu terbuktilah persamaan dalam arti yang sebenarnya dengan maksud yang tinggi lagi suci, dalam membentuk barisan ummat yang beribu-ribu itu. Dan dari sana segenap kaum muslimin membaca talbiyah beramai-ramai :
لَبَّيْكَ اللّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، اِنَّ اْلحَمْدَ وَ النّعْمَةَ لَكَ وَ اْلمُلْكَ، لاَ شَرِيْكَ لَكَ. مسلم 2: 842
Aku sambut panggilan-Mu ya Allah, aku sambut panggilan-Mu. Aku sambut panggilan-Mu ya Allah, tidak ada sekutu bagi-Mu, aku sambut panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji dan ni’mat adalah kepunyaan-Mu begitu pula kerajaan, tidak ada sekutu bagi-Mu. [HR. Muslim juz 2, hal. 842]
Dengan berpakaian ihram dan sambil membaca talbiyah itu berangkatlah beliau dengan segenap kaum muslimin menuju Makkah.
Maka berkumandanglah seruan suci itu memenuhi gurun dan lembah, bergema sampai ke tempat yang sejauh-jauhnya, seolah-olah alam sekeliling ikut menjawab dan menyahut seruan suci dari Tuhan Yang Maha Suci dan Maha Tinggi. Demikianlah terus-menerus dan sambung-menyambung, diucapkan seruan suci itu oleh segenap kaum muslimin. Rombongan kaum muslimin bersama Nabi SAW tersebut terus berjalan menuju Masjidil Haram, sambil membaca talbiyah dengan gemuruh di sepanjang jalan yang mereka lalui, untuk menunjukkan kepatuhan yang tulus ikhlash kepada Allah yang Maha Tinggi.
Selama dalam perjalanan ini Nabi SAW dan kaum muslimin senantiasa berhenti dan mengerjakan shalat dimana beliau menjumpai masjid. Sesudah shalat, beliau dan segenap kaum muslimin lalu melanjutkan perjalanan lagi, sambil mengucapkan talbiyah dengan suara yang tinggi untuk menunjukkan kethaatan mereka kepada Allah SWT.
لَبَّيْكَ اللّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، اِنَّ اْلحَمْدَ وَ النّعْمَةَ لَكَ وَ اْلمُلْكَ، لاَ شَرِيْكَ لَكَ. مسلم 2: 842
Aku sambut panggilan-Mu ya Allah, aku sambut panggilan-Mu. Aku sambut panggilan-Mu ya Allah, tidak ada sekutu bagi-Mu, aku sambut panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji dan ni’mat adalah kepunyaan-Mu begitu pula kerajaan, tidak ada sekutu bagi-Mu. [HR. Muslim juz 2, hal. 842]
Nabi SAW tiba di Makkah.
Pada Sabtu malam, Nabi SAW bersama kaum muslimin yang mengiringkan beliau tiba di suatu tempat yang bernama Dzi Thuwa, lalu beliau bermalam di situ. Pada keesokan harinya, yaitu pada hari Ahad, sesudah shalat Shubuh, berangkatlah beliau dari tempat itu menuju ke Makkah dengan melalui jalan yang bernama Tsaniyah ‘Ulyaa atau Tsaniyah Kudaa’, yaitu suatu jalan yang pernah beliau lalui dua tahun yang lalu, ketika penaklukan Makkah. Pada hari Ahad itu juga, tanggal 4 Dzul hijjah, beliau beserta kaum muslimin tiba di Makkah, kemudian beliau terus ke Masjidil Haram. Beliau lalu masuk ke Masjidil Haram melalui pintu Banu Syaibah (yang sekarang terkenal dengan nama Baabus Salaam), lalu ke Ka’bah (Baitullah). Setelah sampai di Ka’bah beliau mencium Hajar Aswad, kemudian thawaf tujuh kali, dengan diikuti oleh jama’ah kaum muslimin. Tiga putaran yang pertama beliau berjalan cepat (agak berlari-lari), lalu yang empat putaran berjalan biasa, sebagaimana yang beliau lakukan ketika ‘Umrah Qadla’. Setelah beliau selesai mengerjakan thawaf, lalu shalat sunnah dua reka’at di maqam Ibrahim, kemudian menuju ke Ka’bah, lalu mencium Hajar Aswad lagi. Sesudah itu beliau keluar dari masjid, lalu mengerjakan Sa’i antara Shafa dan Marwah, yaitu berjalan sambil berlari-lari kecil antara kedua tempat itu sebanyak tujuh kali.
Setelah selesai bersa’i, Nabi SAW lalu mengumumkan kepada kaum muslimin dengan sabdanya, “Jadikanlah ihram hajjimu itu ihram ‘umrah, kecuali orang yang membawa hadyu”.
Dengan adanya perintah ini, berarti segenap kaum muslimin supaya melepaskan ihram mereka (bertahallul), walaupun tidak membawa hadyu. Dan dengan demikian, segenap kaum muslimin yang akan mengerjakan ibadah hajji, memperoleh kesempatan dan kebebasan untuk sementara waktu melakukan pekerjaan-pekerjaan yang dilarang dikerjakan sewaktu ihram, sampai tiba waktu hajji yang mengharuskan mereka berihram lagi. Tetapi sebagian kaum muslimin ragu-ragu terhadap perintah Nabi SAW yang demikian itu, sehingga mereka belum mau bertahallul pada waktu itu. Melihat keadaan yang demikian itu, maka Nabi SAW sangat marah.
Kemudian Nabi SAW masuk ke dalam kemah beliau dengan wajah yang sangat marah, sehingga ‘Aisyah bertanya kepada beliau, “Ya Rasulullah, siapakah yang membuat engkau marah ? Semoga Allah memasukkannya ke neraka”.
Nabi SAW menjawab :
اَوَ مَا شَعَرْتِ اَنّى اَمَرْتُ النَّاسَ بِاَمْرٍ فَاِذَا هُمْ يَتَرَدَّدُوْنَ؟ وَ لَوْ اَنّى اسْتَقْبَلْتُ مِنْ اَمْرِى مَا اسْتَدْبَرْتُ، مَا سُقْتُ اْلهَدْيَ مَعِيْ حَتَّى اَشْتَرِيَهُ ثُمَّ اَحِلُّ كَمَا حَلُّوْا. مسلم 2: 879
Apakah kamu tidak tahu, bahwa aku telah memerintahkan suatu perintah kepada orang-orang, tetapi mereka ragu-ragu terhadap perintah itu. Dan seandainya aku mengetahui sebelumnya urusanku yang akan terjadi, tentu aku tidak akan membawa hadyu, sehingga aku membelinya, kemudian aku bertahallul (melepaskan ihram) sebagaimana mereka bertahallul. [HR, Muslim juz 2, hal. 879]
Ibnu Majah meriwayatkan :
عَنِ اْلبَرَاءِ ابْنِ عَازِبٍ قَالَ: خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُوْلُ اللهِ ص وَ اَصْحَابُهُ، فَاَحْرَمْنَا بِاْلحَجّ. فَلَمَّا قَدِمْنَا مَكَّةَ قَالَ: اِجْعَلُوْا حُجَّتَكُمْ عُمْرَةً. فَقَالَ النَّاسُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، قَدْ اَحْرَمْنَا بِاْلحَجّ، فَكَيْفَ نَجْعَلُهَا عُمْرَةً؟ قَالَ: اُنْظُرُوْا مَا آمُرُكُمْ بِهِ، فَافْعَلُوْا. فَرَدُّوْا عَلَيْهِ اْلقَوْلَ. فَغَضِبَ فَانْطَلَقَ ثُمَّ دَخَلَ عَلَى عَائِشَةَ غَضْبَانَ. فَرَأَتِ اْلغَضَبَ فِى وَجْهِهِ فَقَالَتْ: مَنْ اَغْضَبَكَ؟ اَغْضَبَهُ اللهُ! قَالَ: وَ مَالِى لاَ اَغْضَبُ وَ اَنَا آمُرُ اَمْرًا فَلاَ اُتْبَعُ؟ ابن ماجه 2: 993
Dari Al-Baraa’ bin ‘Aazib ia berkata : Rasulullah SAW bersama para shahabat beliau keluar bersama kami untuk menunaikan hajji. Setelah kami tiba di Makkah, beliau bersabda, “Jadikanlah ihram hajji kalian sebagai ‘umrah”. Kemudian orang-orang berkata, “Ya Rasulullah, kami telah berihram hajji. Lalu bagaimana kami menjadikannya ihram ‘umrah ?”. Beliau bersabda, “Perhatikanlah apa-apa yang aku perintahkan kepada kalian, lalu kerjakanlah !”. Lalu mereka tidak mau mengikuti. Kemudian beliau marah, lalu pergi. Kemudian beliau datang kepada ‘Aisyah dalam keadaan marah.‘Aisyah melihat kemarahan beliau di wajahnya, lalu bertanya, “Siapa yang membuatmu marah, semoga Allah membuat marah kepadanya”. Beliau menjawab, “Bagaimana aku tidak marah, aku perintahkan satu perkara lalu tidak ditha’ati ?”. [HR. Ibnu Majah juz 2, hal. 993]
Muslim juga meriwayatkan bahwa Jabir bin Abdullah berkata, “Sesungguhnya Rasulullah SAW telah menetap di Madinah selama sembilan tahun, selama itu beliau belum sempat melakukan ibadah hajji. Kemudian memasuki tahun kesepuluh, beliau mengumumkan kepada seluruh ummat Islam, bahwa Rasulullah SAW akan melakukan ibadah hajji. Maka berbondong-bondonglah orang-orang berdatangan ke Madinah. Mereka berharap bisa berhajji mengikuti Rasulullah SAW dan mengamalkannya seperti beliau. (Aku pun tidak ketinggalan, ikut juga). Sesampainya di Dzul Hulaifah, tiba-tiba Asma’ binti ‘Umais melahirkan anak yang diberi nama Muhammad bin Abu Bakar. Ia lalu mengutus seorang pelayan untuk bertanya kepada Rasulullah SAW tentang apa yang harus ia lakukan. Rasulullah SAW memberi jawaban, “Mandilah, lalu pakailah cawet, kemudian berihramlah”. Lalu Rasulullah SAW shalat di masjid (Dzul Hulaifah).
Setelah selesai melakukan shalat, Rasulullah SAW lalu naik ke punggung untanya yang bernama Qashwaa’, sehingga ketika di Baidaa’ aku lihat sejauh pandanganku ke depan orang-orang naik unta dan berjalan kaki, ke sebelah kanan seperti itu juga, ke sebelah kiri seperti itu juga, begitu pula ke belakang. Dan saat itu Rasulullah SAW berada di tengah-tengah kami. Karena Al-Qur’an itu diturunkan padanya dan beliau sendiri yang tahu akan penafsirannya, maka apapun yang beliau lakukan tentu akan aku ikuti. Rasulullah SAW kemudian membaca kalimat-kalimat talbiyah :
لَبَّيْكَ اللّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، اِنَّ اْلحَمْدَ وَ النّعْمَةَ لَكَ وَ اْلمُلْكَ، لاَ شَرِيْكَ لَكَ.
Aku sambut panggilan-Mu ya Allah, aku sambut panggilan-Mu. Aku sambut panggilan-Mu ya Allah, tidak ada sekutu bagi-Mu, aku sambut panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji dan ni’mat adalah kepunyaan-Mu begitu pula kerajaan, tidak ada sekutu bagi-Mu.
Seruan talbiyah Rasulullah SAW itu juga diikuti oleh kaum muslimin yang mengiringkan beliau. Berulang-ulang mereka terus mengumandangkan kalimat talbiyah tersebut tanpa mengenal lelah.
Pada saat itu aku hanya bermaksud menunaikan ibadah hajji. Saat itu aku belum mengenal adanya ibadah ‘umrah. Sesampainya aku di dekat Ka’bah bersama Rasulullah SAW, beliau segera mencium Hajar Aswad, lalu (thawaf) berlari-lari kecil tiga kali, dan berjalan biasa empat kali, lalu mendekati maqam Ibrahim AS, lalu membaca firman Allah :
وَ اتَّخِذُوْا مِنْ مَّقَامِ اِبْرهِيْمَ مُصَلّى. البقرة: 125
Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat shalat. [QS. Al-Baqarah : 125]
Beliau mendekat maqam Ibrahim yang letaknya bersebelahan dengan bangunan Ka’bah. Di tempat itulah Rasulullah SAW lalu menunaikan shalat dua reka’at, beliau membaca dalam dua reka’at itu surat Al-Ikhlash dan surat Al-Kaafiruun. Setelah selesai shalat, beliau kembali mencium hajar Aswad. Kemudian beliau meninggalkan tempat tersebut dari pintu (yang diberi nama Banu Makhzum), lalu menuju ke pintu Shafa. Di dekat pintu itulah beliau membaca firman Allah :
اِنَّ الصَّفَا وَ اْلمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللهِ. البقرة : 158
Sesungguhnya Shafaa dan Marwah adalah sebagian dari syi’ar-syi’ar Allah. [QS. Al-Baqarah : 158]
Nabi SAW lalu bersabda, “Aku memulai dengan yang Allah memulai dengannya”. Maka Nabi SAW memulai dari bukit Shafaa, beliau naik ke atasnya sehingga beliau melihat Ka’bah, lalu menghadap qiblat, beliau mengesakan Allah dan mengagungkan-Nya. Beliau membaca :
لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ اْلمُلْكُ وَ لَهُ اْلحَمْدُ وَ هُوَ عَلَى كُلّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، اَنْجَزَ وَعْدَهُ، وَ نَصَرَ عَبْدَهُ، وَ هَزَمَ اْلاَحْزَابَ وَحْدَهُ.
“Tidak ada Tuhan selain Allah yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya lah semua kerajaan, dan bagi-Nya segala pujian, dan Dia atas segala sesuatu berkuasa. Tidak ada Tuhan selain Allah yang Maha Esa, yang telah memenuhi janji-Nya, yang telah menolong hamba-Nya, dan yang telah membinasakan musuh-musuh yang bersekutu dengan sendirian”. Dan di sela-sela itu Rasulullah SAW berdoa. Beliau membaca yang demikian itu tiga kali.
Kemudian Rasulullah SAW turun menuju ke Marwah. Ketika sampai di tengah lembah beliau berlari-lari kecil. Lalu ketika sampai pada tanjakan, beliau berjalan biasa hingga tiba di Marwah. Kemudian di Marwah beliau melakukan seperti yang beliau lakukan di Shafa. Kemudian setelah selesai, beliau bersabda, “Seandainya aku tahu perintahku akan begini jadinya, tentu aku tidak akan membawa hewan sembelihan. Dan aku akan menjadikannya sebagai ibadah ‘umrah. Maka barangsiapa diantara kalian yang tidak membawa hewan sembelihan, hendaklah bertahallul, dan jadikan ia sebagai‘umrah”. Mendengar itu Suraqah bin Malik bin Ju’syum berdiri dan berkata, “Ya Rasulullalh, hal ini untuk tahun ini saja ataukah untuk seterusnya ?”. Rasulullah SAW menjawab, “Ibadah ‘umrah itu termasuk bagian dari ibadah hajji”. Jawaban tersebut beliau ulangi dua kali. Selanjutnya beliau bersabda, “Jadi hal itu adalah untuk seterusnya”. [HR. Muslim juz 2, hal. 886]
Muslim meriwayatkan : Kemudian datanglah ‘Ali RA dari Yaman dengan membawa unta Nabi SAW. Lalu ‘Ali mendapati Fathimah (istrinya) termasuk orang-orang yang sudah bertahallul, dan ia mengenakan pakaian yang longgar dan memakai celak. Melihat hal itu ‘Ali RA tidak berkenan, (sehingga ia merasa kecewa). Kemudian Fathimah berkata, “Sesungguhnya ayahku memerintahkan kepadaku yang demikian ini”. (Jabir bin ‘Abdullah) berkata : Dahulu ‘Ali bercerita ketika di Iraq : Lalu aku menemui Rasulullah SAW untuk mengadukan perbuatan Fathimah itu sambil meminta fatwa kepada Rasulullah SAW tentang hal itu. Dan aku katakan kepada beliau bahwa aku mengingkari apa yang diperbuat Fathimah itu. Beliau bersabda kepada ‘Ali, “Sesungguhnya istrimu telah melakukan sesuatu yang benar. Ia melakukan sesuatu yang benar. Lalu apa yang kamu ucapkan ketika akan berhajji ?”. ‘Ali menjawab, ”Saya mengucapkan : Alloohumma inii uhillu bimaa ahalla bihi rasuuluka (Ya Allah, sesungguhnya aku berihram sebagaimana Rasul-Mu berihram)”. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya aku mempunyai hewan sembelihan, maka kamu tidak perlu bertahallul”.
(Rawi) berkata : Binatang sembelihan yang dibawa ‘Ali dari Yaman dan binatang sembelihan yang dibawa oleh Nabi SAW berjumlah seratus ekor unta. (Rawi) berkata, “Orang-orang sama bertahallul dan bercukur, kecuali Nabi SAW dan orang yang membawa hewan sembelihan.
Kemudian pada hari tarwiyah (tanggal delapan Dzul Hijjah), orang-orang sama berangkat menuju ke Mina dan berihram hajji. Rasulullah SAW pun segera menaiki untanya. Beliau di Mina shalat Dhuhur, ‘Ashar, Maghrib, ‘Isyak dan Shubuh. Kemudian menunggu sebentar sehingga matahari terbit. Beliau lalu menyuruh untuk didirikan tenda di Namirah. Kemudian beliau meneruskan perjalanan. Pada saat itu orang-orang Quraisy menganggap bahwa Rasulullah SAW akan berhenti di Masy’aril Haram (sebuah bukit yang terletak di Muzdalifah) seperti yang dahulu dilakukan oleh orang-orang Quraisy pada jaman jahiliyah. Namun anggapan mereka itu salah, ternyata beliau terus melewatinya sampai akhirnya tiba di ‘Arafah. Beliau sudah mendapati sebuah tenda yang telah dipersiapkan untuk beliau di Namirah. Kemudian beliau SAW singgah di tenda itu. Ketika matahari telah condong ke barat, beliau menyuruh supaya unta beliau dipersiapkan. Kemudian beliau menuju ke sebuah lembah yang disebut ‘Uranah. Di tengah-tengah lembah itulah beliau menyampaikan pidatonya di hadapan manusia. Beliau bersabda, “Wahai manusia. Sesungguhnya darah kalian dan harta kalian adalah haram atas kalian, sebagaimana haramnya hari kalian ini, dan bulan kalian ini dan negeri kalian ini. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya semua urusan jahiliyah yang pernah ada, di bawah dua tapak kakiku ini, sekarang telah dibasmi. Darah-darah jahiliyah sudah dihapus. Sesungguhnya darah yang aku hapus untuk pertama kalinya ialah darahnya Ibnu Rabi’ah bin Al-Harits. Dahulu, dia menyusu serta tumbuh dibesarkan di kalangan Bani Sa’ad, lalu dia dibunuh oleh orang-orang Hudzail. Riba yang berlaku di kalangan kaum jahiliyah juga sudah dihapus. Riba pertama di tengah-tengah kita yang aku hapus ialah riba yang pernah dipraktekkan oleh ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib. Sesungguhnya semua itu telah dihapus.
Takutlah kalian kepada Allah mengenai para wanita. Sebab sesungguhnya kalian telah mengambil mereka dengan amanat Allah, dan menghalalkan farji mereka dengan kalimat Allah. Hak kalian atas mereka ialah, sekali-kali mereka tidak boleh membiarkan seorang laki-laki pun yang tidak kamu sukai menginjak tempat tidur kalian. Jika istri-istri itu berbuat demikian, maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan. Sedangkan kewajiban kalian terhadap mereka ialah, kalian harus memberikan makan dan pakaian menurut yang patut. “Dan sungguh telah aku tinggalkan untuk kalian, apabila kalian berpegang teguh kepadanya, niscaya kalian tidak akan sesat, yaitu Kitab Allah. Dan kelak kalian akan ditanya tentang diriku, lalu apa jawab kalian ?”. Orang-orang yang hadir itu menjawab, “Kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan, melaksanakan dan memberikan nasihat kepada kami”. Kemudian beliau SAW sambil berisyarat mengacungkan jari telunjuknya ke langit dan kepada orang banyak, beliau bersabda, “Ya Allah, saksikanlah. Ya Allah, saksikanlah !”. Kalimat itu beliau ulang-ulang sampai tiga kali.
Kemudian adzan, lalu qamat, kemudian beliau shalat Dhuhur, kemudian qamat, lalu beliau SAW shalat ‘Ashar. Dan diantara kedua shalat fardlu itu beliau tidak melaksanakan shalat sunnah apapun.
Setelah selesai shalat, kemudian Rasulullah SAW naik ke atas kendaraannya menuju ke tempat wuquf. Beliau jadikan perut untanya (Qashwaa’) rapat kepada batu gunung, dan beliau jadikan jalan yang di lalui orang-orang yang berjalan kaki berada di hadapan beliau, sambil tetap menghadap ke qiblat beliau wuquf di tempat itu sampai matahari terbenam, hilang kekuning-kuningan, sehingga benar-benar terbenam. Setelah itu dengan memboncengkan Usamah, beliau meneruskan perjalanan (ke arah Muzdalifah). Beliau tarik kencang-kencang tali kendali untanya sehingga kepala unta itu menyentuh tempat duduk kendaraan itu, dan beliau berisyarat dengan tangan beliau, Hai para manusia, perlahan-lahan saja, perlahan-lahan saja. Dan ketika sampai di tanah pasir yang luas, beliau kendurkan kendali untanya itu sedikit hingga mendaki. Setibanya di Muzdalifah, beliau lalu melakukan shalat Maghrib dan ‘Isyak dengan satu adzan dan dua iqamah, dan diantara kedua shalat fardlu tersebut beliau tidak melakukan shalat sunnah apapun. Kemudian beliau berbaring sampai terbit fajar. Kemudian beliau melakukan shalat Shubuh di sa’at telah tiba waktunya, dengan satu adzan dan satu iqamah.
Setelah itu beliau berangkat naik unta Qashwaa’ hingga sampai di Masy’aril Haram. Di sana beliau menghadap ke arah qiblat, berdoa, membaca takbir, membaca tahlil dan membaca kalimat-kalimat talbiyah dengan tetap berhenti hingga sangat terang. Setelah itu beliau berangkat lagi meninggalkan tempat tersebut sebelum matahari terbit. Kali ini beliau memboncengkan Fadhl bin ‘Abbas, ia seorang laki-laki yang berambut bagus dan berwajah tampan. Dalam perjalanannya, Rasulullah SAW berjumpa beberapa unta yang bersekedup yang dinaiki para wanita. Sejenak Fadhl memandang wanita-wanita itu. Lalu Rasulullah SAW segera menutupi pandangan mata Fadhl dengan tangan beliau, sehingga akhirnya Fadhl memalingkan wajahnya memandang ke arah lain. Lalu Rasulullah SAW memindahkan tangan beliau pada wajah Fadhl dari sisi lain, memalingkan wajahnya memandang ke arah lain, sehingga sampai di tengah lembah Muhassir, lalu beliau agak mempercepat kendaraannya dengan memotong kompas ke Jumratul Kubra. Beliau terus mendekati jumrah yang berada di dekat sebuah pohon, kemudian beliau melontarnya dengan menggunakan tujuh kerikil sambil membaca takbir pada setiap kali lontaran, tiap-tiap kerikil sebesar yang biasa dilontarkan dengan dua jari. Kemudian beliau pergi ke tempat sembelihan, lalu menyembelih enam puluh tiga ekor ternak dengan tangan beliau, sedangkan sisanya diberikan kepada ‘Ali yang kemudian menyembelihnya.
Selanjutnya beliau menyuruh para shahabat untuk memotong-motongnya, lalu memasukkannya ke dalam periuk untuk dimasak. Beliau dan ‘Ali ikut makan dagingnya dan minum kuahnya. Kemudian beliau menaiki untanya lagi dan turun di Baitullah untuk thawaf ifaadlah. Kemudian beliau shalat Dhuhur di Makkah, lalu menemui Bani ‘Abdul Muththalib yang sedang mengambil air dari sumur zamzam. Beliau bersabda, “Tolong ambilkan air, wahai Bani ‘Abdul Muththalib. Seandainya bukan karena orang-orang akan mengalahkan kalian untuk mengambil air, tentu aku akan mengambil air bersama kalian”. Setelah mereka memberikan air zamzam tersebut, Rasulullah SAW lalu meminumnya. [HR. Muslim juz 2, hal. 888]
Khutbah Wadaa’
Ibnu Ishaq berkata : Kemudian Rasulullah SAW meneruskan hajjinya, beliau memperlihatkan cara-cara mengerjakan ibadah hajji kepada orang ramai, dan mengajarkan cara-cara hajji mereka. Dan beliau berkhutbah kepada orang banyak (yang terkenal dengan khutbah Wadaa’, karena khutbah atau pidato beliau itu adalah yang terakhir kali) yang dalam khutbah tersebut beliau menjelaskan apa-apa yang perlu dijelaskan. Beliau memuji Allah dan menyanjung-Nya. Kemudian beliau bersabda :
اَيُّهَا النَّاسُ، اِسْمَعُوْا قَوْلِى فَاِنّى لاَ اَدْرِى لَعَلّى لاَ اَلْقَاكُمْ بَعْدَ عَامِى هذَا بِهذَا اْلمَوْقِفِ اَبَدًا. اَيُّهَا النَّاسُ، اِنَّ دِمَاءَكُمْ وَ اَمْوَالَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ اِلَى اَنْ تَلْقَوْا رَبَّكُمْ، كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هذَا وَ كَحُرْمَةِ شَهْرِكُمْ هذَا، وَ اِنَّكُمْ سَتَلْقَوْنَ رَبَّكُمْ فَيَسْأَلُكُمْ عَنْ اَعْمَالِكُمْ، وَ قَدْ بَلَّغْتُ. فَمَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ اَمَانَةٌ فَلْيُؤَدّهَا اِلَى مَنِ ائْتَمَنَهُ عَلَيْهَا. وَ اِنَّ كُلَّ رِبًا مَوْضُوْعٌ، وَ لكِنْ لَكُمْ رُءُوْسُ اَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُوْنَ وَ لاَ تُظْلَمُوْنَ. قَضَى اللهُ اَنَّهُ لاَ رِبَا. وَ اِنَّ رِبَا عَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ اْلمُطَّلِبِ مَوْضُوْعٌ كُلُّهُ. وَ اِنَّ كُلَّ دَمٍ كَانَ فِى اْلجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوْعٌ. وَ اِنَّ اَوَّلَ دِمَائِكُمْ اَضَعُ دَمُ ابْنِ رَبِيْعَةَ ابْنِ اْلحَارِثِ بْنِ عَبْدِ اْلمُطَّلِبِ. وَ كَانَ مُسْتَرْضِعًا فِى بَنِى لَيْثٍ فَقَتَلَتْهُ هُذَيْلٌ فَهُوَ اَوَّلُ مَا اَبْدَأُ بِهِ مِنْ دِمَاءِ اْلجَاهِلِيَّةِ
Hai seluruh manusia, dengarkanlah perkataanku, karena sesungguhnya aku tidak mengetahui, barangkali aku tidak akan bertemu lagi dengan kalian untuk selama-lamanya sesudah tahun ini, di tempat aku berdiri ini.
Hai seluruh manusia, sesungguhnya darah kalian dan harta kalian adalah haram atas kalian sampai kalian menghadap Tuhan, seperti haramnya hari kalian ini, dan haramnya bulan kalian ini. Sesungguhnya kalian akan menghadap Tuhan kalian, kemudian Dia akan menanyakan kepada kalian tentang amal perbuatan kalian. Dan aku sudah menyampaikan.
Barangsiapa yang diamanati dengan suatu amanat, maka hendaklah dia menyampaikan amanat itu kepada orang yang bersangkutan. Dan bahwasanya semua riba telah dihapuskan, tetapi kalian berhaq menerima pokok harta kalian, kalian tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya. Allah telah memutuskan, bahwasanya riba tidak ada lagi, dan bahwasanya riba ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib telah dihapuskan semuanya. Dan bahwasanya semua darah yang tertumpah pada masa jahiliyah telah dihapuskan, dan bahwasanya permulaan darah yang saya hapuskan itu ialah darah Ibnu Rabi’ah bn Al-Harits bin ‘Abdul Muththalib yang dahulu ia menyusu pada Bani Laits, lalu ia dibunuh oleh qabilah Hudzail. Hal itu adalah permulaan apa yang aku mulai dengannya dari penghapusan darah jahiliyah.
اَمَّا بَعْدُ: اَيُّهَا النَّاسُ، فَاِنَّ الشَّيْطَانَ قَدْ يَئِسَ مِنْ اَنْ يُعْبَدَ بِاَرْضِكُمْ هذِهِ اَبَدًا. وَ لكِنَّهُ اِنْ يُطَعْ فِيْمَا سِوَى ذلِكَ فَقَدْ رَضِيَ بِهِ مِمَّا تَحْقِرُوْنَ مِنْ اَعْمَالِكُمْ فَاحْذَرُوْهُ عَلَى دِيْنِكُمْ. اَيُّهَا النَّاسُ، اِنَّ النَّسِيْءَ زِيَادَةٌ فِى اْلكُفْرِ يُضَلُّ بِهِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا، يُحِلُّوْنَهُ عَامًا وَ يُحَرّمُوْنَهُ عَامًا لِيُوَاطِئُوْا عِدَّةَ مَا حَرَّمَ اللهُ، فَيُحِلُّوْا مَا حَرَّمَ اللهُ وَ يُحَرّمُوْا مَا اَحَلَّ اللهُ. وَ اِنَّ الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللهُ السَّموَاتِ وَ اْلاَرْضَ، وَ اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا. مِنْهَا اَرْبَعَةٌ حُرُمٌ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَةٌ وَ رَجَبٌ مُضَرٌّ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَ شَعْبَانَ.
Adapun sesudah itu, hai seluruh manusia, bahwasanya syaithan telah putus asa bahwa dia akan disembah di negeri kalian ini untuk selama-lamanya, tetapi jika dia diithaati pada yang selain demikian, sungguh dia telah senang dengan hal itu, yaitu berupa perbuatan-perbuatan yang kalian pandang remeh. Oleh sebab itu hendaklah kalian berhati-hati terhadap agama kalian.
Hai seluruh manusia, sesungguhnya mengundurkan bulan haram itu adalah menambah kepada kekufuran, dengan mengundurkan bulan haram itu tersesatlah orang-orang kafir. Mereka menghalalkannya pada satu tahun dan mereka mengharamkannya pada tahun yang lain, untuk menyesuaikan dengan bilangan yang Allah telah mengharamkannya. Mereka halalkan apa-apa yang diharamkan Allah dan mereka haramkan apa-apa yang dihalalkan Allah. Dan bahwasanya masa itu beredar semenjak Allah menjadikan langit dan bumi, dan bahwasanya bilangan bulan itu pada sisi Allah adalah dua belas bulan. Dan diantara dua belas bulan itu ada empat bulan yang diharamkan (yang mempunyai kehormatan), tiga yang berturut-turut (Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah dan Muharram), dan Rajab yang diharamkan yang terletak diantara bulan Jumadil akhir dan Sya’ban.
اَمَّا بَعْدُ: اَيُّهَا النَّاسُ، فَاِنَّ لَكُمْ عَلَى نِسَائِكُمْ حَقًّا، وَ لَهُنَّ عَلَيْكُمْ حَقًّا، لَكُمْ عَلَيْهِنَّ اَنْ لاَ يُوْطِئْنَ فُرُشَكُمْ اَحَدًا تَكْرَهُوْنَهُ، وَ عَلَيْهِنَّ اَنْ لاَ يَأْتِيْنَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيّنَةٍ. فَاِنْ فَعَلْنَ فَاِنَّ اللهَ قَدْ اَذِنَ لَكُمْ اَنْ تَهْجُرُوْهُنَّ فِى اْلمَضَاجِعِ وَ تَضْرِبُوْهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرَّحٍ. فَاِنِ انْتَهَيْنَ فَلَهُنَّ رِزْقُهُنَّ وَ كِسْوَتُهُنَّ بِاْلمَعْرُوْفِ. وَ اسْتَوْصُوْا بِالنّسَاءِ خَيْرًا فَاِنَّهُنَّ عِنْدَكُمْ عَوَانٍ، لاَ يَمْلِكْنَ ِلاَنْفُسِهِنَّ شَيْئًا وَ اِنَّكُمْ اِنَّمَا اَخَذْتُمُوْهُنَّ بِاَمَانَةِ اللهِ، وَ اسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوْجَهُنَّ بِكَلِمَاتِ اللهِ. فَاعْقِلُوْا اَيُّهَا النَّاسُ قَوْلِى فَاِنّى قَدْ بَلَّغْتُ وَ قَدْ تَرَكْتُ فِيْكُمْ مَا اِنِ اعْتَصَمْتُمْ بِهِ فَلَنْ تَضِلُّوْا اَبَدًا، اَمْرًا بَيّنًا، كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ نَبِيّهِ.
Adapun sesudah itu, hai seluruh manusia, bahwasanya bagi diri kalian ada hak atas istri-istri kalian, dan bagi mereka ada haq atas kalian. Hak kalian atas mereka ialah bahwa mereka tidak mengizinkan seseorang yang tidak kalian sukai menginjakkan kakinya di atas tempat tidur kalian. Dan mereka tidak boleh berbuat mesum dengan terang-terangan. Jika mereka melakukannya, maka sesungguhnya Allah telah mengizinkan kalian untuk meninggalkan mereka dari tempat tidur, dan memukul mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan. Maka jika mereka telah berhenti dari berbuat yang demikian, maka kewajiban kalianlah untuk memberi makan dan pakaian kepada mereka dengan baik. Dan berilah nasehat-nasehat yang baik kepada para istri, karena bahwasanya mereka itu adalah orang-orang yang perlu kalian jaga, mereka tidak mempunyai sesuatu untuk diri mereka, dan kalian telah mengambil mereka sebagai amanah dari Allah, dan telah kalian halalkan farji mereka dengan kalimat Allah. Maka perhatikanlah perkataanku ini, wahai seluruh manusia, sesungguhnya aku telah menyampaikan.
Dan sesungguhnya telah aku tinggalkan kepada kalian sesuatu yang jika kalian berpegang teguh kepadanya, niscaya kalian tidak akan sesat selama-lamanya, suatu perkara yang nyata, yaitu kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya.
اَيُّهَا النَّاسُ، اِسْمَعُوْا قَوْلِى وَ اعْقِلُوْهُ، تَعَلَّمَنَّ اَنَّ كُلَّ مُسْلِمٍ اَخٌ لِلْمُسْلِمِ، وَ اَنَّ اْلمُسْلِمِيْنَ اِخْوَةٌ، فَلاَ يَحِلُّ ِلامْرِئٍ مِنْ اَخِيْهِ اِلاَّ مَا اَعْطَاهُ عَنْ طِيْبِ نَفْسٍ مِنْهُ، فَلاَ تَظْلِمُنَّ اَنْفُسَكُمْ. اَللّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ؟ فَذُكِرَ لِى اَنَّ النَّاسَ قَالُوْا: اَللّهُمَّ نَعَمْ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اَللّهُمَّ اشْهَدْ! ابن هشام 6: 8
Hai seluruh manusia, dengarkanlah apa yang aku katakan kepada kalian, perhatikanlah, dan ketahuilah bahwa tiap-tiap orang Islam adalah saudara dengan orang Islam yang lain, dan bahwasanya seluruh orang Islam itu adalah bersaudara, maka tidak halal bagi seseorang dari saudaranya, kecuali apa-apa yang telah diberikan kepadanya dengan hati yang baik dari saudaranya itu. Maka janganlah kalian menganiaya diri kalian. Ya Allah, bukankah aku telah menyampaikan ?
Ibnu Ishaq mengatakan : Diceritakan kepadaku bahwasanya orang-orang yang hadir pada waktu itu menjawab, “Alloohumma na’am”. (Benar ya Allah). Maka Rasulullah SAW lalu bersabda, ”Alloohummasyhad”. (Ya Allah, saksikanlah !). [Ibnu Hisyam juz 6, hal. 8]
mta 04/22, 05/13 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar