Sudah
menjadi sebuah tradisi dalam sebagian masyarakat Indonesia mengadakan acara
haul seorang syaikh, wali, sunan, kiai, habib, atau tokoh masyarakat lainnya.
Kebiasaan yang sudah mendarah daging ini adalah budaya nenek moyang yang
dilakukan secara turun-temurun oleh masyarakat kita di seluruh nusantara.
Persiapan
yang luar biasa dilakukan oleh panitia pelaksana untuk mensukseskan haul
seorang tokoh terkemuka, spanduk dan baleho dipasang dimana-mana, pamplet-pamplet
disebar di sudut-sudut kota. Tentu dengan tidak sedikit biaya yang dikeluarkan
untuk memeriahkan acara tersebut. Jelas ini adalah pemborosan dan penghamburan
harta yang dilarang oleh agama.
Dalam
haul seorang tokoh ini, bukan hanya masyarakat biasa yang hadir tetapi pejabat
negara dari mulai tingkat kepala desa atau lurah sampai menteri atau bahkan
kepala negara.
Walaupun
haul ini dilakukan di Indonesia, namun tokoh yang dihauli bukan hanya
tokoh-tokoh yang ada di dalam negeri, tetapi dari berbagai negara Yaman
misalnya. Tentu tokoh-tokoh dalam Negeripun tidak ketinggalan untuk dihauli
seperti haul Habib al-Habsyi atau haul Gus Dur dan lain sebagainya.
Kelegendarisan
dan kharismatik tokoh yang dihauli menjadi daya tarik tersendiri bagi
pengunjung haul. Banyaknya pengunjung yang hadir dalam acara haul menunjukkan
betapa besarnya pengaruh tokoh yang dihauli di tengah masyarakat.
Karena guluw (pengagungan
yang berlebihan) kepada tokoh yang dihauli, para pengunjung tidak peduli berapa
jauh jarak yang harus ditempuh dan berapa besar biaya yang dikeluarkan untuk
menghadiri haul ini. Bahkan dari sebagian pengunjung ada yang bersusah payah
memaksakan diri untuk hadir dalam acara haul dengan mengorbankan waktu, harta
dan tenaga. Padahal Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melarang
umatnya untuk bepergian jauh dengan maksud menziarahi tempat-tempat yang penuh
berkah kecuali ke tiga masjid yaitu : Masjid al-Harom di Makkah al-Mukarromah,
Masjid Nabawi di Madinah al-Munawwaroh dan Masjid al-Aqso di Palestina.
Haul
seakan menjadi suatu kelaziman. Bahkan lebih jauh lagi masyarakat awam
menganggap bahwa acara haul hukumnya sunnah, atau bahkan suatu kewajiban
untuk dikerjakan dengan mengharapkan keberkahan dibalik peringatan haul
tersebut.
Bagaimanakah sebenarnya hukum haul
dalam pandangan Islam..? Sebagai seorang muslim sejati yang selalu mengutamakan
kebenaran, semua permasalahan harus dikembalikan kepada al-Qur’an dan
as-Sunnah, dengan tidak mengedepankan hawa nafsu dan taqlid (ikut-ikutan)
semata. Sikap seperti inilah yang sepatutnya dimiliki oleh setiap muslim
yang benar-benar beriman kepada AllohSubhanahu wa Ta’ala dan
Rosul-Nya agar tidak tergelincir dalam kesesatan.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman
:
فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى
اللهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ
ذَلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسّنُ تَأْوِيْلاً
“Jika kalian berselisih pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Alloh (al-Qur’an)
dan ar-Rosul (as-Sunnah), jika kalian benar-benar beriman kepada Alloh dan
Rasul-Nya. Yang demikian itu lebih utama bagi kalian dan lebih baik akibatnya.”(QS.An–
Nisaa’ : 59)
Dengan mengharapkan taufiq dan
hidayah Alloh Subhanahu wa Ta’ala, insyaAlloh akan kita kupas
tuntas hukum haul berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah.
Definisi haul
Secara
bahasa kata “haul” berasal dari bahasa Arab, Haala-Yahuulu-Haulan yang
artinya setahun atau masa yang sudah mencapai satu tahun. Secara kultural,
“haul” ialah peringatan hari kematian seorang tokoh masyarakat, seperti syaikh,
wali, sunan, kiai, habib dan lain-lain yang diadakan setahun sekali bertepatan
dengan tanggal wafatnya. Untuk mengenang jasa-jasa, karomah, akhlaq, dan
keutamaan mereka.
Rangkaian acara
haul
Untuk
menyemarakkan haul banyak sekali acara yang diselenggarakan, rangkaian acara
haul berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Adapun acara inti haul
di setiap daerah tidak terlepas dari tiga point berikut yaitu:
- Membaca al-Qur’an, dzikir dan tahlilan secara berjama’ah,
serta do’a bersama.
- Mengadakan pengajian, ceramah agama, pembacaan biografi/sejarah
hidup dan karomah-karomah tokoh yang dihauli.
- Menghidangkan makanan dan minuman.
Tujuan
diadakannya haul
Adapun
tujuan haul adalah untuk mengenang jasa dan hasil perjuangan para tokoh yang
dihauli terhadap umat dan agama.
Asal-usul
haul dalam sejarah Islam
Sebenarnya, acara haul tidak dikenal
dalam syariat Islam. Haul tidak ada pada masa Rosululloh Shallallahu
‘alaihi wa Sallam, shahabat, tabi’in, dan tabiut-tabi’in. Peringatan
tersebut tidak pula dikenal oleh imam-imam madzhab: Imam Abu Hanifah, Imam Malik,
Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad. Karena memang perayaan ini adalah perkara baru
dalam agama Islam. Adapun yang pertama kali mengadakan haul dalam sejarah Islam
adalah kelompok Rofidhoh (Syi’ah) yang sesat dan menyesatkan,
mereka menjadikan hari kematian Husain a pada bulan A’syuro
sebagai hari besar yang diperingati.
Haul
adalah tradisi nenek moyang
Haul
adalah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia warisan nenek moyang,
haul bukan bagian dari syariat Islam dan tidak didasari oleh dalil-dalil dari
al-Qur’an dan hadist.
Haul
tasyabuh dengan umat Yahudi, Nasrani dan orang-orang musyrik
Haul
yang dilakukan tahunan telah ada sebelum Islam, sekitar 5.000 tahunan Sebelum
Masehi. Pada mulanya, kegiatan itu dilakukan oleh para penyembah dewa ‘Yang’
untuk menghormati dan mengenang jasa-jasa keluarga yang telah wafat. Peringatan
kematian ini kemudian mengalami pencampuran dengan agama Hindu dan Budha yang
ditambah dengan pembacaan mantra-mantra tertentu dari kedua agama ini.
Umat
Yahudi pun setiap tahun mengadakan ritual haul mengenang jasa-jasa dan
perjuangan tokoh-tokoh yang diagungkan dan dicintai.
Sebagai
contoh Ribuan orang Yahudi dari seluruh dunia hadir pada acara haul peringatan
15 tahun kematian Rabi Menachem Schneerson, rabi kepala atau rebe gerakan
chabad-lubavitch yang berbasis di Crown Heights, meninggal tahun 1994 pada usia
92 dimakamkan di Montefiore Cemetery di St Albans.Contoh lain Ribuan pengikut
Meir Kahane akhir Rabi, pendiri kedua Liga pertahanan Yahudi (JDL) mengadakan
peringatan haul ke-20 atas terbunuhnya Meir Kahane di sebuah hotel di
Manhattan, New York.
Selain orang-orang musyrik dan
Yahudi, haul juga merupakan adat kebiasaan umat Nashrani. Umat Nashrani setiap
tahun memperingati wafatnya Isa almasih‘alaihissalam (menurut
keyakinan mereka) bertepatan dengan tanggal wafatnya. Hari kematian Isa almasih
adalah hari raya umat kristiani, ini untuk mengenang jasa perjuangan dan
pengorbanan Isa Al-masih ‘alaihissalam. Haul Isa al-Masih‘alaihissalam disebut
dengan hari pascah.
Sedangkan keyakinan yang benar adalah
bahwa Nabi Isa‘alaihissalam masih hidup. Alloh Subhanahu wa
Ta’ala mengangkat ruh dan jasadnya ke langit, tidak sebagaimana
sangkaan kaum Yahudi yang mengklaim telah berhasil menyalib dan membunuhnya.
Demikian pula sangkaan kaum Nashrani bahwa Nabi Isa‘alaihissalam telah
wafat untuk menebus dosa para pengikutnya.
Dalil mereka yang membolehkan haul
Sebenarnya pihak yang membolehkan
acara haul tidak memiliki argumentasi melainkan istihsan (menganggap
baiknya suatu amalan), dengan dalil-dalil yang sifatnya umum. Mereka berdalil
dengan keumuman ayat atau hadits yang menganjurkan untuk membaca al-Qur’an,
berdzikir ataupun berdoa dan menganjurkan memuliakan tamu dengan menyajikan
hidangan sebagai shadaqah. Dalil mereka tentang haul adalah hadist Rosululloh Shallallahu
‘alaihi wa Sallam :
وَ رَوَى الْبَيْهَقِي عَنِ
الْوَاقِدِي، قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَزُوْرُ
الشُّهَدَاءَ بِأُحُدٍ فِي كُلِّ حَوْلٍ. وَ إذَا بَلَغَ رَفَعَ صَوْتَهُ
فَيَقُوْلُ: سَلاَمٌ عَلَيْكُم بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّار
“Al-Baihaqi meriwayatkan dari
al-Waqidi : bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam senantiasa
berziarah ke makam para syuhada di bukit Uhud setiap tahun. Dan sesampainya di
sana beliau mengucapkan salam dengan mengeraskan suaranya, “Salamun alaikum
bima shabartum fani’ma uqbad daar.” Keselamatan atas kalian berkat kesabaran
kalian. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.
Bantahan dalil di atas
Pembawa riwayat ini, yaitu al-Waqidi telah dilemahkan riwayatnya oleh mayoritas
ulama ahli hadits seperti al-Bukhori, an-Nasa‘i, ad-Daruquthni, dan lain-lain,
sehingga al-Hafizh Ibnu Hajar berkata menyimpulkan statusnya, “Matruk
(ditinggalkan haditsnya) sekalipun dia luas ilmunya.”
Jika seandainya hadist ini shohih,
maka hadits ini hanya berbicara tentang cara ziarah kubur saja, bukan tentang
ritual haul. Jelas ini adalah kesalahan pengambilan dalil dan kesalahan
pemahaman dalil. Karena tidak ada contoh satupun dari Rosululloh Shallallahu
‘alaihi wa Sallam, shahabat, tabiin dan tabiut tabi’in tentang ritual haul
seperti yang ada sekarang.
Hukum
haul menurut Al-Qur’an dan Sunnah
Setelah mengkaji definisi, asal-usul
dan acara haul, dapat kita simpulkan bahwa haul hukumnya haram. Karena haul
merupakan amalan yang tidak ada contohnya dari Rosululloh Shallallahu
‘alaihi wa Sallam dan salafus sholeh, tasyabuh(menyerupai)
orang-orang kafir, dan tradisi nenek moyang yang munkar.
Haramnya haul sesuai dengan
dalil-dalil dari al-Qur’an dan Sunnah RosulullohShallallahu ‘alaihi wa
Sallam diantaranya adalah :
- Haramnya tasyabbuh (menyerupai)
orang-orang kafir baik dalam perkataan maupun perbuatan.
FirmanAlloh
SWT:
يَاَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوْا لاَ تَكُوْنُوْا
كَالَّذِيْنَ كَفَرُوْا .....
“Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kalian menyerupai orang-orang kafir……”(QS.ali-Imron [3]
:156)
Sabda
Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :
لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ
بِغَيْرِنَا
“Bukan termasuk golongan kami orang yang menyerupai kaum selain
kami.” (HR.
At-Tirmizi)
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ
مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk
darinya”.
(HR.
Abu Daud dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah)
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ
مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ ، وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ ، حَتَّى لَوْ سَلَكُوا
جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ » . قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ ، الْيَهُودَ
وَالنَّصَارَى قَالَ « فَمَنْ »
“Sungguh, kalian akan mengikuti (dan
meniru) tradisi umat-umat sebelum kalian. Sampai kalaupun mereka masuk ke
lubang dhob (Biawak padang pasir) niscaya kalian akan masuk ke dalamnya pula.”
Para sahabat bertanya, “Wahai Rasululloh, orang-orang Yahudi dan Nasranikah?” Beliau
menjawab, “Lalu siapa lagi..?” (HR. Bukhari dan Muslim).
Sungguh Rosululloh Shallallahu
‘alaihi wa Sallam diutus untuk menyelisihi setiap perkataan dan
perbuatan Yahudi dan Nashrani tanpa terkecuali. Orang-orang Yahudi pada masa
Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berkata :
“Tidak ada satupun perkataan yang kami ucapkan dan perbuatan yang kami lakukan
kecuali Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pasti
menyelisihinya.” Ini berlaku sampai akhir zaman, karena tidak ada sedikitpun
kebaikan dari perkataan dan perbuatan Yahudi.
- Wajib mengikuti al-Qur’an dan as-Sunnah dan
haram mengikuti tradisi nenek moyang yang bertentangan dengan keduanya
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman
:
وَإِذَا قِيْلَ لَهُمُ اتَّبِعُوْا مَا أَنْزَلَ اللهُ قَالُوْا
بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ ءَا بَاءَنَا أَوَلَوْكَانَ ءَا بَاؤُهُمْ
لاَ يَعْقِلُوْنَ شَيْأً وَلاَ يَهْتَدُوْنَ .
“Dan apabila dikatakan kepada mereka:
“Ikutilah apa yang telah diturunkan Alloh,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi
kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang
kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu
tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?.” (QS.al-Baqoroh :170)
- Haul yang
dianggap ibadah dengan beragam acara seperti membaca al-Qur’an, dzikir,
dan tahlil adalah bid’ah yang munkar.
Membaca
al-Qur’an, dzikir, dan tahlil adalah ibadah dan perbuatan yang mulia. Tetapi,
jika cara, waktu, tempat, dan jumlah ibadah tidak sesuai dengan ketentuan
syariat Islam, maka akan menjadi bid’ah yang munkar.
Bid’ah
terbagi menjadi dua sesuai dengan dalil Al-Qur’an dan sunnah :
pertama : bid’ah haqiqiyah ( hakiki ) yaitu
suatu ibadah yang dibuat-buat tanpa dalil syar’i sama sekali baik baik dalil
umum atau dalil khusus dari al-Qur’an, as-Sunnah, atau ijma’. Walaupun si
pelaku bid’ah mengaku telah beristinbath (mengambil pendapatnya) dari kandungan
dalil. Padahal tidak ada dalil sama sekali.
Firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala :
“Kemudian Kami iringi di belakang
mereka dengan Rasul-rasul Kami dan Kami iringi (pula) dengan Isa putra Maryam;
dan Kami berikan kepadanya Injil dan Kami jadikan dalam hati orang-orang yang
mengikutinya rasa santun dan kasih sayang. Dan mereka mengada-adakan
rahbaniyyah. Padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka
sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan Alloh, lalu mereka
tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya. Maka Kami berikan
kepada orang-orang yang beriman di antara mereka pahalanya dan banyak di antara
mereka orang-orang fasik.” (QS.Al-Hadid[57] :27).
Yang
dimaksud dengan Rahbaniyah ialah menjalani hidup dengan tidak beristeri atau
tidak bersuami dan mengurung diri dalam biara untuk ibadah.
Dan
sabda Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :
“Telah datang tiga
orang shahabat ke rumah istri-istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menanyakan
tentang ibadah Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, ketika dikabarkan
mereka berkata : “”Dimana kita dari ibadah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam, padahal beliau telah diampuni segala dosa beliau.” Seorang dari mereka
berkata :”saya akan sholat sepanjang malam selamanya.” Yang lain berkata: “aku
akan puasa sepanjang masa dan tidak akan berbuka.” Yang lain berkata:” aku akan
menjauhi wanita dan tidak akan menikah selamanya.” Lalu Nabi n datang
dan berkata:”bukankah kalian yang berkata begini dan begini, aku adalah yang
paling takut dan takwa kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala, tetapi aku puasa
dan berbuka, sholat dan tidur, dan menikah. Barang siapa yang membenci
sunnahku, maka ia bukan dari golonganku.“(HR.Al-Bukhori).
Rohbaniyah ini adalah contoh bid’ah
hakiki yang munkar yang dilarang agama. Haul masuk ke dalam bid’ah ini, karena
tidak ada dalil satupun yang menunjukkan tentang ritual haul seperti yang ada
sekarang. Haul tidak dikenal pada masa RosulullohShallallahu ‘alaihi wa
Sallam, shahabat, tabi’in dan tabiut tabi’in.
Kedua :Bid’ah idhofiyyah (
bid’ah dalam sisi tata cara dan kaifiyatnya) yaitu ibadah yang pada asalnya ada
dalil syar’i, akan tetapi dengan pengkhususan cara, waktu, tempat, dan jumlah
ibadah ini tanpa dalil syar’i. Bid’ah idhofiyyah dilihat dari empat sisi ini.Jika cara,
waktu, tempat, dan jumlah suatu ibadah tidak sesuai dengan syariat sebagaimana
yang dicontohkan dan diajarkan oleh Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam dan shahabat, maka menjadi bid’ah idhofiyyah. Pengkhususkan
pembacaan al-Qur’an, dzikir dan tahlilan dalam haul masuk ke dalam bid’ah
idhofiyah yang munkar.
- Haramnya
berkumpul-kumpul dan membuat makanan setelah si mayit dikubur
”Dari Jarir bin Abdillah
al-Bajali radhiallohu ‘anhu berkata, “Kami (para sahabat) menganggap
(dalam riwayat lain berpendapat) bahwa berkumpul-kumpulbersamakeluarga mayit
dan membuat makanan setelah (si mayit) dikubur termasuk kategori niyahah
(meratapi).” (HR.Ahmad dan Ibnu Majah).
Niyahah adalah meratapi kematian si
mayit. Ini dosa besar dan dilarang dalam Islam.
Dengan penjelasan di atas, dapat kita
simpulkan bahwa peringatan haul yang sering dilakukan oleh sebagian kaum
muslimin sebenarnya adalah suatu bid’ah yang sangat diingkari dan dilarang oleh
syariat Islam.
Semoga Alloh Subhanahu wa
Ta’ala memberikan kepada kita taufiq dan hidayah-Nya agar kita
selalu menitit jejak sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan
para sahabatnya yang mulia. Aamin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar