Tarikh Nabi Muhammad SAW
Fathu Makkah
Fathu Makkah ini terjadi pada bulan Ramadlan tahun ke-8 Hijriyah. Sebabnya adalah karena orang-orang banu Bakr meminta bantuan tentara dan persenjataan kepada para pemimpin Quraisy untuk menyerang orang-orang Khuza'ah. Padahal Banu Khuza'ah telah menyatakan diri berpihak kepada kaum muslimin seusai perjanjian Hudaibiyah Diantara perjanjian Hudaibiyah itu disebutkan bahwa Memberi kemerdekaan penuh kepada seluruh bangsa 'Arab untuk mengadakan perjanjian persahabatan dengan kaum muslimin atau dengan kaum musyrikin. Maka kaum banu Khuza'ah bershahabat dengan kaum muslimin, dan kaum banu Bakr bershahabat dengan musyrikin Quraisy.
Permintaan bantuan dari banu Bakr ini disambut oleh kaum Quraisy dengan mengirim sejumlah pasukan dengan menyamar. Kemudian mereka bertemu dengan banu Bakr di sebuah tempat yang benama Al-Watir, lalu mengepung banu Khuza'ah yang tengah tidur dengan tenang. Akhirnya mereka membunuh 20 orang laki-laki dari banu Khuza'ah. Setelah terjadi peristiwa ini 'Amr bin Salim Al-Khuza'iy bersama 40 orang dari Khuza'ah berangkat menemui Rasulullah SAW dengan mengendarai kuda.
Setelah rombongannya tiba di Madinah, dan kebetulan sekali Nabi SAW sedang di dalam masjid bersama para shahabat, lalu 'Amr menghadap beliau dan menyampaikan syair-syairnya :
يَا رَبّ اِنّى نَاشِدٌ مُحَمَّدًا حِلْفَ اَبِيْنَا وَ اَبِيْهِ اْلاَتْلَدَا
فَانْصُرْ هَدَاكَ اللهُ نَصْرًا اَيَّدَا وَ ادْعُ عِبَادَ اللهِ يَأْتُوْا مَدَدَا
اِنَّ قُرَيْشًا اَخْلَفُوْكَ اْلمَوْعِدَا وَ نَقَضُوْا مِيْثَاقَكَ اْلمُؤَكَّدَا
هُمْ بَيَّتُوْنَا بِاْلوَتِيْرِ هُجَّدَا وَ قَتَلُوْنَا رُكَّعًا وَ سُجَّدَا
وَ زَعَمُوْا اَنْ لَسْتُ اَدْعُوْ اَحَدَا وَ هُمْ اَذَلُّ وَ اَقَلُّ عَدَدَا
Ya Tuhan, sesungguhnya aku sedang meminta kepada Muhammad,
Akan janji yang mengikat orang tua kami dan orang tuanya yang sudah terjalin lama,
Maka tolonglah (kami) dengan pertolongan yang kuat, semoga Allah menunjuki engkau,
Dan serulah para hamba Allah, niscaya mereka datang menolong bersama-sama,
Sesungguhnya kaum Quraisy telah menyalahi janji engkau yang telah dijanjikan,
Dan mereka telah merusak ikatan janji engkau yang teguh,
Mereka mengepung kami pada tengah malam di Al-Watir, padahal kami tengah mengerjakan tahajjud,
Dan mereka membunuh kami ketika kami sedang rukuk dan sujud
Mereka menyangka bahwa saya tidak bisa meminta tolong kepada seseorang pun,
Padahal merekalah yang lebih hina dan lebih sedikit jumlahnya,
[Fathul Bari juz 7, hal. 593]
Setelah mendengar laporan tersebut, Nabi SAW bersabda :
نُصِرْتَ يَا عَمْرُو بْنَ سَالِمٍ
Kamu pasti akan ditolong, hai 'Amr bin Salim..
Kemudian datanglah mendung, maka beliau bersabda :
اِنَّ هذِهِ السَّحَابَةَ لَتَسْتَهَلُّ بِنَصْرِ بَنِى كَعْبٍ
Sesungguhnya awan mendung ini akan berguruh membantu banu Ka'ab.
Selanjutnya kaum Quraisy menyesali tindakannya, kemudian mengutus Abu Sufyan datang kepada Rasulullah SAW untuk meminta diadakan perjanjian dan perbaruan "gencatan senjata".
Abu Sufyan berangkat ke Madinah
Pada suatu hari yang telah ditentukan Abu Sufyan bin Harb berangkat ke Madinah, dan ketika perjalanannya sampai di suatu tempat yang bernama 'Usfan, tiba-tiba ia bertemu dengan Budail bin Warqa' Al-Khuza'iy bersama rombongannya, yang sedang kembali dari Madinah. Abu Sufyan sudah timbul kecurigaan terhadap Budail, kalau-kalau ia baru kembali dari Madinah. Jika benar ia dari Madinah, sudah barang tentu ia telah memberitahukan semua peristiwa itu kepada Muhammad. Dan jika demikian, sudah tentu akan terjadi beberapa kesulitan yang tidak mudah diselesaikan.
Abu Sufyan lalu bertanya kepada Budail, "Kamu datang dari mana ?". Budail menjawab, "Saya baru pergi ke kampung Khuza'ah. Saya mengambil jalan tepi pantai". Abu Sufyan bertanya lagi, "Apakah kamu telah datang kepada Muhammad ?". Budail menjawab, "Tidak".
Budail lalu meneruskan perjalanannya ke Makkah, dan Abu Sufyan juga meneruskan perjalanannya ke Madinah. Tetapi Abu Sufyan melihat dan meneliti dari tanda-tanda tahi unta kendaraan Budail, lalu mengambil kesimpulan bahwa Budail datang dari Madinah.
Di tengah perjalanan sebelum sampai di Madinah Abu Sufyan memutar pikirannya, bagaimana cara mengatasi kendala yang akan dihadapinya. Akhirnya ia mengambil keputusan bahwa apabila telah sampai di Madinah tidak akan menemui Muhammad secara langsung, tetapi meminta bantuan kepada orang yang terdekat dengan beliau, agar segala yang diperlukan bisa berhasil baik.
Maka setelah tiba di Madinah ia menemui anaknya yang bernama Ummu Habibah (istri Nabi), dengan harapan agar anaknya dapat menjadi perantara baginya untuk menghadap kepada Nabi SAW dan untuk memintakan bantuan sepenuhnya kepada beliau.
Sesampai di rumah Ummu Habibah, Abu Sufyan akan duduk di hamparan yang biasa diduduki Nabi SAW. Melihat bapaknya akan menduduki tempat duduk Nabi SAW itu, Ummu Habibah segera menarik dan melipatnya. Melihat peristiwa yang demikian itu Abu Sufyan lalu bertanya kepada putrinya, "Hai anakku, apakah aku dilarang menduduki hamparan itu, ataukah hamparan itu tidak patut aku duduki ?".
Ummu Habibah menjawab dengan tegas, "Tidak patut, dan tidak seharusnya ayah menduduki tempat duduk Rasulullah, karena ayah seorang musyrik, padahal musyrik itu najis. Saya tidak memperkenankan ayah menduduki hamparan tempat duduk Rasulullah".
Mendengar jawaban anaknya seperti itu seketika Abu Sufyan marah dan berkata, "Hai anakku, demi Allah, kamu pasti mendapat kecelakaan nanti di belakang hari". Ia berkata demikian sambil keluar meninggalkan rumah Ummu Habibah, lalu berjalan mencari Nabi SAW. Kebetulan Nabi sedang berada di masjid, maka setelah sampai di masjid Abu Sufyan terus menghadap kepada beliau. Dan setelah di hadapan beliau ia menerangkan maksud kedatangannya. Namun Nabi SAW mendiamkannya, tidak sudi menjawab sepatah katapun.
Selanjutnya Abu Sufyan berpikir lagi bagaimana mencari jalan untuk menyelesaikan tugasnya yang berat itu dan mengatasi kesulitan yang sedang dihadapinya. Maka ia mencoba menemui Abu Bakar Ash-Shiddiq sekiranya mau memberi bantuan untuk menyampaikan masalahnya kepada Nabi SAW. Dengan tegas Abu Bakar menolak keinginan Abu Sufyan.
Setelah harapannya kepada Abu Bakar tidak berhasil, Abu Sufyan terpaksa mencoba mendekati 'Umar bin Khaththab, sekalipun ia tahu bahwa 'Umar itu seorang yang amat benci kepada musyrikin Quraisy. Setelah bertemu dengan 'Umar bin Khaththab ia segera mengutarakan maksudnya agar disampaikan kepada Nabi SAW. Mendengar perkataan yang dikemukakan Abu Sufyan itu 'Umar menjawab dengan tegas, "Apakah aku disuruh meminta pertolongan kepada Rasulullah SAW untuk kamu ? Demi Allah, jika aku tidak mendapati melainkan biji, niscaya dengan biji itu pun aku memerangi kamu". Mendengar jawaban yang demikian itu Abu Sufyan tidak berani lagi berbicara lebih panjang, lalu keluar.
Kemudian ia pergi ke rumah 'Ali bin Abu Thalib dengan tujuan meminta bantuannya, barangkali ia mau membantunya. Pada waktu itu disamping 'Ali ada Fathimah dan putranya si Hasan. Abu Sufyan berkata, "Hai 'Ali, sesungguhnya kamu adalah orang yang paling kasih sayang terhadap saya diantara orang-orang yang lain. Saya datang ini sungguh dengan membawa perkara yang sangat penting, maka jangan sampai saya pulang dengan tangan hampa. Mohonkanlah pertolongan kepada Muhammad untuk saya".
Mendengar perkataan Abu Sufyan ini 'Ali berkata, "Kasihan kamu hai Abu Sufyan, demi Allah, sesungguhnya Rasulullah telah memutuskan sesuatu urusan yang kami sendiri tidak sanggup membicarakannya dengan beliau".
Lalu Abu Sufyan memalingkan mukanya kepada Fathimah sambil berkata, "Hai anak perempuan Muhammad, maukah kiranya kamu menyuruh anakmu ini memberikan perlindungan kepada orang banyak agar ia kelak menjadi pemimpin segenap bangsa 'Arab untuk selama-lamanya ?".
Lalu Fathimah berkata, "Demi Allah, anak saya ini tidak sampai yang demikian itu, dan tidak ada seorangpun yang dapat memberi perlindungan di hadapan Rasulullah SAW". Abu Sufyan berkata, "Hai Abu Hasan, sesungguhnya aku menganggap perkara ini berat bagiku, maka nasehatilah aku".
'Ali berkata, "Demi Allah, saya tidak mengetahui sesuatu apapun untukmu, yang kiranya akan berguna bagimu, akan tetapi kamu pemuka kaum banu Kinanah, maka cobalah kamu berdiri diantara orang ramai, lalu kamu meminta perlindungan, kemudian kamu kembali ke negerimu".
Abu Sufyan berkata, "Apakah kamu berpendapat bahwa dengan demikian itu akan berguna dan dapat menolong saya ?".
'Ali menjawab, "Tidak, demi Allah saya tidak menyangka demikian, tetapi saya tidak dapat memberi sesuatu untukmu selain yang demikian itu".
Setelah Abu Sufyan menerima nasehat demikian dari 'Ali, ia pun segera melaksanakannya, lalu pergi ke masjid Nabi. Di tengah-tengah masjid ia berseru, "Hai manusia, sesungguhnya saya telah meminta perlindungan diantara orang banyak". Kemudian ia mengendarai untanya kembali ke Makkah dengan tidak membawa hasil apa-apa.
Persiapan untuk berangkat ke Makkah
Kemudian Nabi SAW memerintahkan kepada istri beliau, supaya mempersiapkan perbekalan untuk perjalanan jauh. Diantara mereka yang diperintah demikian ialah 'Aisyah. Ketika 'Aisyah sedang sibuk mengadakan persiapan bekal yang akan dibawa beliau, mendadak Abu Bakar datang di rumahnya. Melihat kesibukan putrinya itu Abu Bakar bertanya, "Hai anakku, Rasulullah SAW akan pergi ke mana?". 'Aisyah menjawab, "Bersiap-siap, karena Rasulullah akan memerangi kaummu yang menyerang banu Ka'ab".
Ketika Abu Bakar masih ada di rumah 'Aisyah, tiba-tiba Nabi SAW datang, maka Abu Bakar lalu bertanya kepada beliau, "Ya Rasulullah, apakah engkau akan pergi jauh ?". Beliau bersabda, "Ya". Abu Bakar bertanya lagi, "Apakah saya diperintahkan untuk mengadakan persiapan juga ?". Beliau bersabda, "Ya". Ia bertanya, "Akan pergi ke mana, ya Rasulullah ?". Beliau bersabda, "Ke kaum Quraisy, dan tentang ini janganlah diberitahukan kepada orang lain. Hendaklah dirahasiakan dahulu". Ia bertanya lagi, "Bukankah engkau telah mengadakan perjanjian damai dengan mereka". Beliau bersabda, "Ya betul, tetapi mereka telah menyalahi dan merobek-robek janji mereka sendiri". Kemudian diumumkanlah kepada kaum muslimin untuk berperang.
Setelah Nabi SAW mengumpulkan pasukan, Hathib bin Abi Balta'ah mengirim surat kepada kaum Quraisy yang isinya memperingatkan mereka dari ancaman serangan kaum muslimin.
Bukhari meriwayatkan sebagai berikut :
عَنْ عَلِيّ رض يَقُوْلُ: بَعَثَنِى رَسُوْلُ اللهِ ص اَنَا وَ الزُّبَيْرَ وَ اْلمِقْدَادَ فَقَالَ: اِنْطَلِقُوْا حَتَّى تَأْتُوْا رَوْضَةَ خَاخٍ فَاِنَّ بِهَا ظَعِيْنَةً مَعَهَا كِتَابٌ فَخُذُوْا مِنْهَا. قَالَ: فَانْطَلَقْنَا تَعَادَى بِنَا خَيْلُنَا حَتَّى اَتَيْنَا الرَّوْضَةَ فَاِذَا نَحْنُ بِالظَّعِيْنَةِ قُلْنَا لَهَا: اَخْرِجِى اْلكِتَابَ. قَالَتْ: مَا مَعِى كِتَابٌ. فَقُلْنَا: لَتُخْرِجِنَّ اْلكِتَابَ اَوْ لَنُلْقِيَنَّ الثّيَابَ. قَالَ: فَاَخْرَجَتْهُ مِنْ عِقَاصِهَا، فَاَتَيْنَا بِهِ رَسُوْلَ اللهِ ص فَاِذَا فِيْهِ مِنْ حَاطِبِ بْنِ اَبِى بَلْتَعَةَ اِلَى نَاسٍ بِمَكَّةَ مِنَ اْلمُشْرِكِيْنَ يُخْبِرُهُمْ بِبَعْضِ اَمْرِ رَسُوْلِ اللهِ ص. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: يَا حَاطِبُ، مَا هذَا؟ قَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، لاَ تَعْجَلْ عَلَيَّ، اِنّى كُنْتُ اِمْرَأً مُلْصَقًا فِى قُرَيْشٍ. يَقُوْلُ: كُنْتُ حَلِيْفًا وَ لَمْ اَكُنْ مِنْ اَنْفُسِهَا وَ كَانَ مَنْ مَعَكَ مِنَ اْلمُهَاجِرِيْنَ مَنْ لَهُمْ قَرَابَاتٌ يَحْمُوْنَ اَهْلِيْهِمْ وَ اَمْوَالَهُمْ فَاَحْبَبْتُ اِذْ فَاتَنِى ذلِكَ مِنَ النَّسَبِ فِيْهِمْ اَنْ اَتَّخِذَ عِنْدَهُمْ يَدًا يَحْمُوْنَ قَرَابَتِى وَ لَمْ اَفْعَلْهُ اِرْتِدَادًا عَنْ دِيْنِى وَ لاَ رِضًا بِاْلكُفْرِ بَعْدَ اْلاِسْلاَمِ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِنَّهُ قَدْ صَدَقَكُمْ. فَقَالَ عُمَرُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، دَعْنِى اَضْرِبْ عُنُقَ هذَا اْلمُنَافِقِ. فَقَالَ: اِنَّهُ قَدْ شَهِدَ بَدْرًا وَ مَا يُدْرِيْكَ لَعَلَّ اللهَ اِطَّلَعَ عَلَى مَنْ شَهِدَ بَدْرًا. قَالَ: اِعْمَلُوْا مَا شِئْتُمْ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكُمْ. فَاَنْزَلَ الله ُالسُّوْرَةَ: ياَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْا لاَ تَتَّخِذُوْا عَدُوّيْ وَ عَدُوَّكُمْ اَوْلِيآءَ تُلْقُوْنَ اِلَيْهِمْ بِاْلمَوَدَّةِ وَ قَدْ كَفَرُوْا بِمَا جَآءَكُمْ مّنَ اْلحَقّ اِلَى قَوْلِهِ فَقَدْ ضَلَّ سَوآءَ السَّبِيْلِ. البخارى 5: 89
Dari 'Ali RA, ia berkata : Rasulullah SAW pernah mengutus aku, Zubair, dan Miqdad. Sabda beliau kepada kami, "Pergilah kalian hingga sampai di kebun Khakh, karena di sana ada seorang wanita di dalam sekedup yang membawa surat, lalu mintalah surat itu darinya". 'Ali berkata, "Lalu kami pergi dengan mengendarai kuda dengan kencang hingga sampai di kebun itu. Tiba-tiba kami ketemu seorang wanita di dalam sekedup". Kami berkata kepadanya, "Keluarkanlah surat itu". Dia menjawab, "Saya tidak membawa surat". Lalu kami berkata lagi, "Sungguh kamu akan mengeluarkan surat itu, atau kami harus menelanjangi pakaianmu". 'Ali berkata, "Maka wanita itu mengeluarkan surat dari kepang rambutnya. Kemudian kami membawa surat itu kepada Rasulullah SAW, dan ternyata isinya terdapat kalimat, "Dari Hathib bin Abu Balta'ah kepada orang-orang musyrik di Makkah". Hathib memberitahu mereka tentang sebagian urusan Rasulullah SAW. Lalu Rasulullah SAW bertanya, "Wahai Hathib, apakah ini ?". Ia menjawab, "Wahai Rasulullah, janganlah engkau tergesa-gesa atas diriku. Sesungguhnya saya dahulu adalah seseorang yang lekat pada orang Quraisy". Ia berkata, "Saya adalah seorang yang bersumpah setia kepada orang Quraisy, namun saya bukan berasal dari mereka. Diantara orang-orang Muhajirin yang menyertaimu ada orang-orang yang mempunyai kerabat (di Makkah) yang melindungi keluarga dan harta benda mereka. Oleh karena aku terlepas dari hubungan kerabat dengan mereka, maka saya menginginkan untuk mendapatkan hak di sisi mereka, agar mereka melindungi kerabatku. Saya melakukannya bukan karena berbalik dari agamaku (murtad) dan bukan karena ridla pada kekafiran sesudah masuk Islam". Lalu Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya ia telah berkata benar kepada kalian". 'Umar berkata, "Ya Rasulullah, ijinkanlah saya memenggal leher orang munafiq ini". Beliau bersabda, "Sesungguhnya ia pernah ikut serta pada perang Badr, tahukah kamu ?, Semoga Allah mengetahui orang-orang yang ikut serta pada perang Badr, sehingga Allah berfirman, "Lakukanlah apa yang kalian inginkan, sesungguhnya Aku telah mengampuni kalian". Kemudian Allah menurunkan firman-Nya "Yaa ayyuhal-ladziina aamanuu laa tattakhidzuu 'aduwwii wa 'aduwwakum auliyaa-a, tulquuna ilaihim bil mawaddati wa qad kafaruu bimaa jaa-akum minal haqqi … sampai … faqod dlolla sawaa-as sabiil". (Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang, padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu … sampai …. maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus. (QS. Mumtahanah : 1) [HR. Bukhari juz 5, hal. 89]
Setelah urusan Hathib bin Abi Balta'ah selesai, dan persiapan kaum muslimin telah selesai pula, lalu Nabi SAW menyerahkan pimpinan ummat di Madinah kepada salah seorang shahabatnya yang bernama Abu Ruhmin (Kultsum bin Hushain) Al-Ghifariy. Kemudian beliau bersama-sama kaum muslimin sebanyak sepuluh ribu orang berangkat menuju Makkah. Menurut riwayat Ibnu Ishaq, keberangkatan Nabi ini pada tanggal 10 Ramadlan tahun ke delapan Hijriyah.
Keberangkatan Nabi SAW yang diikuti oleh kaum muslimin yang berjumlah 10.000 orang ini belum diketahui oleh kaum Quraisy di Makkah, karena sangat dirahasiakan
Setelah rombongan Nabi SAW sampai di dusun Al-Abwaa', beliau bertemu dengan dua orang pemuka Quraisy Makkah yang sangat memusuhi Islam dan terutama kepada beliau SAW, yaitu Abu Sufyan bin Al-Harits bin 'Abdul Muththalib anak paman beliau, dan 'Abdullah bin Abu Umayyah, mereka berdua ingin masuk Islam. Nabi SAW kemudian menyambut dengan gembira seraya bersabda :
... لاَ تَثْرِيْبَ عَلَيْكُمُ اْليَوْمَ، يَغْفِرُ اللهُ لَكُمْ، وَ هُوَ اَرْحَمُ الرّحِمِيْنَ. يوسف:92
Pada hari ini tidak ada kemarahan atas kamu sekalian, semoga Allah mengampuni kepadamu, karena Dia adalah Maha Penyayang diantara para penyayang. [QS. Yusuf : 92]
Setelah perjalanan beliau sampai di Al-Kadid, beliau melihat kaum muslimin telah kepayahan, lalu beliau memerintahkan kepada segenap kaum muslimin yang ikut supaya berbuka dari puasa mereka, dan beliau juga berbuka.
Bukhari meriwayatkan :
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رض اَنَّ النَّبِيَّ ص خَرَجَ فِى رَمَضَانَ مِنَ اْلمَدِيْنَةِ وَ مَعَهُ عَشْرَةُ آلاَفٍ، وَ ذلِكَ عَلَى رَأْسِ ثَمَانِ سِنِيْنَ وَ نِصْفٍ مِنْ مَقْدَمِهِ اْلمَدِيْنَةَ فَسَارَ هُوَ وَ مَنْ مَعَهُ مِنَ اْلمُسْلِمِيْنَ اِلَى مَكَّةَ، يَصُوْمُ وَ يَصُوْمُوْنَ حَتَّى بَلَغَ اْلكَدِيْدَ وَ هُوَ مَاءٌ بَيْنَ عُسْفَانَ وَ قُدَيْدٍ اَفْطَرَ وَ اَفْطَرُوْا. البخارى 5: 90
Dari Ibnu 'Abbas RA bahwasanya Nabi SAW keluar pada bulan Ramadlan dari Madinah, dan beliau bersama sepuluh ribu orang. Demikian itu pada awal delapan tahun setengah sejak kedatangan beliau di Madinah. Beliau pergi bersama kaum muslimin ke Makkah, beliau berpuasa dan merekapun berpuasa. Sehingga ketika beliau sampai di Kadid, yaitu sumber air diantara 'Usfan dan Qudaid, beliau berbuka dan merekapun berbuka. [HR. Bukhari juz 5, hal. 90]
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: سَافَرَ رَسُوْلُ اللهِ ص فِى رَمَضَانَ فَصَامَ حَتَّى بَلَغَ عُسْفَانَ ثُمَّ دَعَا بِاِنَاءٍ مِنْ مَاءٍ فَشَرِبَ نَهَارًا لِيُرِيَهُ النَّاسَ فَاَفْطَرَ حَتَّى قَدِمَ مَكَّةَ. قَالَ: وَ كَانَ ابْنُ عَبَّاسٍ يَقُوْلُ: صَامَ رَسُوْلُ اللهِ ص فِى السَّفَرِ وَ اَفْطَرَ، فَمَنْ شَاءَ صَامَ وَ مَنْ شَاءَ اَفْطَرَ. البخارى
Dari Ibnu 'Abbas, ia berkata : Rasulullah SAW bepergian pada bulan Ramadlan, lalu beliau berpuasa hingga sampai di 'Usfan. Kemudian beliau meminta didatangkan bejana berisi air, lalu beliau meminumnya pada siang hari agar orang-orang melihatnya. Lalu beliau tidak berpuasa hingga tiba di Makkah". (Rawi) berkata : Dan Ibnu 'Abbas berkata, "Rasulullah SAW ketika bepergian beliau pernah berpuasa dan pernah tidak berpuasa. Maka barangsiapa menghendaki, ia (boleh) berpuasa dan barangsiapa menghendaki (boleh) ia berbuka". [HR. Bukhari 5, hal. 90]
Selanjutnya, setelah perjalanan Nabi SAW dan kaum muslimin sampai di Juhfah, Nabi SAW bertemu dengan pamannya yang sudah lama mengikut Islam tetapi belum ikut hijrah ke Madinah, yaitu 'Abbas bin 'Abdul Muththalib. Ketika itu Abbas beserta keluarganya sedang berangkat berhijrah ke Madinah, karena tidak tahan lagi tinggal di Makkah. Setelah bertemu dengan Nabi SAW, lalu 'Abbas bin 'Abdul Muththalib dan keluarganya kembali ke Makkah bersama beliau.
Waktu itu dengan perasaan kagum 'Abbas menyaksikan sendiri kebesaran dan kehebatan angkatan perang muslimin yang dipimpin oeh Nabi SAW yang sudah lama menderita dan menanggung sengsara itu, yang pada mulanya tidak disangka bahwa ia akan mempunyai pengaruh yang besar. 'Abbas benar-benar kagum terhadap pasukan muslimin, satu kekuatan yang sungguh-sungguh belum pernah ada taranya di seluruh tanah 'Arab. Dengan demikian, maka 'Abbas yaqin bahwa apabila pasukan itu dikerahkan untuk memasuki kota Makkah dengan kekerasan pastilah kota Makkah itu akan hancur.
Selanjutnya Nabi SAW dan kaum muslimin meneruskan perjalanan, setelah sampai di Marrudh Dhahran, beliau memerintahkan kepada segenap kaum muslimin supaya berkemah, dan beliau memerintahkan supaya masing-masing menyalakan api. Karena jumlah mereka 10.000 orang, maka api yang dinyalakan kurang lebih sekian itu juga. Dengan demikian maka dari jauh, di sekeliling tempat itu tampak sangat terang.
Nabi SAW memerintahkan begitu dengan tujuan agar penduduk Makkah dan segenap kaum musyrikin 'Arab yang tinggal di sekeliling Makkah mengetahui dan untuk menggemparkan mereka, hingga terkejut atas kedatangan kaum muslimin itu.
Sebagaimana kita ketahui bahwa kaum Quraisy sangat ketakutan semenjak Abu Sufyan gagal mencari penyelesaian, dan kembali dari Madinah dengan tangan hampa. Kemudian pada suatu hari kaum Quraisy mengutus tiga orang ketua dan pembesar mereka untuk menyelidiki dan mengintai keadaan di luar kota Makkah, kalau-kalau ada berita yang berkaitan dengan Rasulullah SAW. Tiga pembesar itu ialah Abu Sufyan bin Harb, Budail bin Warqaa', dan Hakim bin Hizam. Mereka berangkat ke luar kota menuju ke arah utara untuk menyelidiki keadaan dan suasana di bagian utara kota Makkah. Setelah perjalanan mereka bertiga sampai di Marrudh Dhahran, ketika itu sudah malam, mendadak mereka melihat cahaya terang yang luar biasa dan mendengar suara yang sangat ramai dan gemuruh.
Melihat keadaan yang luar biasa itu mereka sangat terkejut dan terharu, karena selama ini belum pernah terjadi peristiwa seperti itu. Dari jauh mereka bertiga mengawasi dan memperhatikan keadaan yang sangat mengejutkan itu.
Abu Sufyan berkata, "Hai Budail, saya selama ini belum pernah melihat api unggun yang begitu besar seperti yang terlihat pada malam ini. Sungguh seperti api unggun 'Arafah. Kira-kira api unggun siapakah itu ?". Budail bin Warqaa' menjawab, "Barangkali itu api unggun kaum banu 'Amr". Abu Sufyan berkata, "Tidak mungkin, karena banu 'Amr itu lebih sedikit dibanding dengan itu".
Selagi keduanya bercaka-cakap, tiba-tiba 'Abbas menegur keduanya dengan keras, "Hai Abu Handhalah !". Mendengar panggilan itu Abu Sufyan lalu menjawab, "Apakah kamu Abul Fadlal ?". 'Abbas menjawab, "Ya, saya 'Abbas".
Abu Sufyan bertanya, "Mengapa kamu di sini ? Dan ada apa di sini ?". 'Abbas menjawab, "Ketahuilah hai Abu Handhalah, Demi Allah, lihatlah di sana Rasulullah telah datang dengan membawa angkatan perangnya yang amat besar. Dia sekarang akan memasuki Makkah dengan segala sesuatu yang tidak kamu ketahui sebelumnya. Jika dia masuk dengan mempergunakan kekuatan yang besar itu dan dengan kekerasan, niscaya seluruh kota Makkah akan hancur". Mendengar perkataan Abbas itu gemetarlah seluruh tubuh Abu Sufyan, dan dengan gugup ia berkata, "Jika begitu, cobalah kamu tunjukkan kepadaku jalan terbaik untuk keamanan kita bersama".
Kemudian 'Abbas menasehati Abu Sufyan, "Jika kamu tertangkap, sudah tentu kamu dijatuhi hukuman mati. Maka sebaiknya kamu segera datang kepada Rasulullah, lalu meminta perlindungan kepadanya. Sekarang ini juga marilah ikut aku. Naiklah baghal ini bersamaku, nanti aku antarkan kepada Rasulullah SAW".
Abu Sufyan menuruti nasehat 'Abbas, lalu segera naik baghal itu dan berangkat menemui Nabi SAW. Sedangkan kedua teman Abu Sufyan, yakni Budail bin Warqaa' dan Hakim bin Hizam kembali ke Makkah.
Waktu itu Abu Sufyan percaya penuh kepada 'Abbas bin 'Abdul Muththalib karena mengendarai baghal Nabi. Setiap melewati rombongan tentara Islam, mereka mengatakan, "Oo…, paman Rasulullah menunggang baghal Rasulullah". Namun ketika bertemu dengan 'Umar bin Khaththab, 'Abbas ditegur, "Hai 'Abbas, siapakah dia ?". 'Abbas hanya diam, tidak menjawab. Maka 'Umar lalu mendekati sambil melihat orang yang duduk di atas punggung baghal Nabi di belakang 'Abbas itu. Setelah mengetahui, 'Umar berkata dengan keras, "Abu Sufyan, musuh Allah. Segala puji bagi Allah yang telah memperkenankan saya dan yang telah memberi kesempatan saya untuk menangkap kamu dengan tidak ada perjanjian dan jaminan". Kemudian 'Umar bin Khaththab pergi ke tempat Nabi SAW, ia memacu baghalnya untuk mendahului 'Abbas. Namun baghal Nabi yang dikendarai 'Abbas lebih cepat larinya, sehingga lebih dahulu bertemu dengan Nabi. 'Abbas mengerti maksud Umar ingin mendahului tadi adalah akan meminta ijin kepada Nabi untuk memenggal leher Abu Sufyan yang dipandang sebagai musuh Allah itu.
Ketika 'Abbas dan Abu Sufyan masuk ke perkemahan Nabi, lalu Umar menyusul masuk dan mendahului berbicara kepada Nabi SAW, "Ya Rasulullah, ini Abu Sufyan, musuh Allah, penjahat besar. Dia tertangkap dengan tidak ada perjanjian dan jaminan, maka ijinkanlah aku memenggal lehernya !".
Sebelum Nabi SAW menjawab permintaan Umar itu, 'Abbas berkata, "Ya Rasulullah, saya yang melindungi Abu Sufyan". Lalu 'Abbas berkata lagi, "Demi Allah, tidak ada seorangpun yang melindungi diri Abu Sufyan pada malam ini selain saya". Demikianlah, hingga terjadi perdebatan antara 'Abbas dan 'Umar tentang diri Abu Sufyan.
Perdebatan itu semakin memuncak, 'Abbas lalu berkata kepada 'Umar, "Sabarlah hai 'Umar, demi Allah, jika sekiranya ia itu orang dari keturunan banu Adi bin Ka'ab, niscaya kamu tidak berkata seperti itu. Tetapi karena kamu mengetahui bahwa ia itu dari keturunan banu Abdu Manaf, maka kamu mengatakan begitu". Mendengar ucapan 'Abbas itu, Umar lalu menjawab, "Sabarlah hai 'Abbas, demi Allah, keislamanmu pada hari kamu mengikut Islam lebih saya sukai daripada keislaman Al-Khaththab, jika ia mengikut Islam. Karena saya mengetahui sesungguhnya keislamanmu itu lebih disukai oleh Rasulullah daripada keislaman Al-Khaththab sendiri, jika sekiranya ia mengikut Islam".
Setelah mendengar perdebatan antara 'Abbas dan 'Umar yang demikian itu, lalu Rasulullah SAW bersabda :
اِذْهَبْ بِهِ يَا عَبَّاسُ اِلَى رِحْلِكَ. فَاِذَا اَصْبَحْتَ فَأْتِنِى بِهِ. البداية و النهاية 4: 685
Hai 'Abbas, bawalah ia pergi ke tempatmu, maka bila telah menjelang pagi, bawalah ia datang kepadaku. [Al-Bidayah wan Nihayah 4, hal. 685]
Dengan putusan itu maka diamlah 'Abbas dan 'Umar, dan Abu Sufyan lalu diajak menginap di perkemahan 'Abbas.
Pada keesokan harinya Abu Sufyan diajak oleh 'Abbas datang menghadap kepada Nabi SAW. Ketika itu segenap ketua kaum Muhajirin dan ketua kaum Anshar telah datang di hadapan Nabi. Maka setelah Nabi SAW melihat Abu Sufyan, beliau bersabda :
وَيْحَكَ يَا اَبَا سُفْيَانَ، اَلَمْ يَأْنِ لَكَ اَنْ تَعْلَمَ اَنَّهُ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ؟ . البداية و النهاية 4: 685
Kasihan kamu hai Abu Sufyan, apakah belum masanya bagimu untuk mengerti, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah ?. [Al-Bidayah wan Nihayah 4, hal. 685]
Abu Sufyan menjawab :
بِاَبِى اَنْتَ وَ اُمّى، مَا اَحْلَمَكَ وَ اَكْرَمَكَ وَ اَوْصَلَكَ. وَ اللهِ لَقَدْ ظَنَنْتُ اَنَّهُ لَوْ كَانَ مَعَ اللهِ غَيْرُهُ لَقَدْ اَغْنَى عَنّى شَيْئًا بَعْدُ. البداية و النهاية 4: 685
Kutebusi engkau dengan ayah dan ibuku, alangkah ramahnya engkau, alangkah murahnya hati engkau, alangkah penyambung kasih sayang engkau. Demi Allah, saya telah menyangka bahwa jika sekiranya ada Tuhan selain Allah, sudah tentu ia mencukupi segala sesuatu kepada saya. [Al-Bidayah wan Nihayah 4, hal. 685]
Nabi SAW bersabda lagi :
وَيْحَكَ يَا اَبَا سُفْيَانَ، اَلَمْ يَأْنِ لَكَ اَنْ تَعْلَمَ اَنّى رَسُوْلُ اللهِ؟
Kasihan kamu hai Abu Sufyan, apakah belum masanya bagimu untuk mengerti bahwa sesungguhnya aku ini Rasulullah ?.
Abu Sufyan menjawab :
بِاَبِى اَنْتَ وَ اُمّى، مَا اَحْلَمَكَ وَ اَكْرَمَكَ وَ اَوْصَلَكَ. اَمَّا هذِهِ وَ اللهِ فَاِنَّ فِى النَّفْسِ مِنْهَا حَتَّى اْلانَ شَيْئًا. البداية و النهاية 4: 685
Kutebusi engkau dengan ayah dan ibuku, alangkah ramahnya engkau, alangkah murahnya hati engkau, alangkah penyambung kasih sayang engkau. Demi Allah, tentang ini sesungguhnya hingga sekarang dalam diri saya masih ada sesuatu. [Al-Bidayah wan Nihayah 4, hal. 685]
Mendengar jawaban Abu Sufyan yang demikian itu Abbas lalu berkata :
وَيْحَكَ، اَسْلِمْ وَ اشْهَدْ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، قَبْلَ اَنْ تُضْرَبَ عُنُقُكَ! . البداية و النهاية 4: 685
Kasihan kamu, masuk Islamlah, dan bersaksilah bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Allah, sebelum dipenggal lehermu.
Kemudian Abu Sufyan membaca syahadat dan masuk Islam. [Al-Bidayah wan Nihayah juz 4, hal. 685]
Bukhari meriwayatkan sebagai berikut :
عَنْ هِشَامٍ عَنْ اَبِيْهِ قَالَ: لَمَّا سَارَ رَسُوْلُ اللهِ ص عَامَ اْلفَتْحِ فَبَلَغَ ذلِكَ قُرَيْشًا خَرَجَ اَبُوْ سُفْيَانَ بْنُ حَرْبٍ وَ حَكِيْمٌ بْنُ حِزَامٍ وَ بُدَيْلُ بْنُ وَرْقَاءَ يَلْتَمِسُوْنَ اْلخبَرَ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ ص فَاَقْبَلُوْا يَسِيْرُوْنَ حَتَّى اَتَوْا مَرَّ الظَّهْرَانِ فَاِذَا هُمْ بِنِيْرَانٍ كَاَنَّهَا نِيْرَانُ عَرَفَةَ. قَالَ اَبُو سُفْيَانَ: مَا هذِهِ لَكَاَنَّهَا نِيْرَانُ عَرَفَةَ؟ فَقَالَ بُدَيْلُ بْنُ وَرْقَاءَ: نِيْرَانُ بَنِى عَمْرٍو. فَقَالَ اَبُو سُفْيَانَ: عَمْرٌو اَقَلُّ مِنْ ذلِكَ. فَرَآهُمْ نَاسٌ مِنْ حَرَسِ رَسُوْلِ اللهِ ص، فَاَدْرَكُوْهُمْ فَاَخَذُوْهُمْ فَاَتَوْا بِهِمْ رَسُوْلَ اللهِ ص فَاَسْلَمَ اَبُوْ سُفْيَانَ. البخارى 5: 91
Dari Hisyam dari ayahnya ('Urwah), ia berkata : Ketika Rasulullah SAW pergi pada tahun penaklukan (Makkah), lalu hal itu sampai kepada orang-orang Quraisy, maka keluarlah Abu Sufyan bin Harb, Hakim bin Hizam dan Budail bin Warqaa' untuk mencari berita tentang Rasulullah SAW. Lalu mereka berangkat berjalan, sehingga ketika sampai di Marrudh Dhahran, tiba-tiba mereka melihat api seperti api 'Arafah. Maka Abu Sufyan berkata, "Apakah ini ? Sungguh seperti api 'Arafah". Budail bin Warqaa' menjawab, "Api milik bani 'Amr". Lalu Abu Sufyan berkata, " 'Amr lebih sedikit dari pada itu". Kemudian orang-orang penjaga Rasulullah SAW melihat mereka bertiga, lalu mendatangi mereka dan menangkapnya dan membawa kepada Rasulullah SAW. Dan akhirnya Abu Sufyan masuk Islam. [HR. Bukhari juz 5, hal. 91]
mta 02,03/2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar