Shalat Berjama'ah 2

Shalat Berjama'ah 

Letak Berdirinya Imam dan Ma'mum Serta Susunan Shaff


عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رض قَالَ: نِمْتُ عِنْدَ مَيْمُوْنَةَ وَ النَّبِيُّ ص عِنْدَهَا تِلْكَ اللَّيْلَةَ، فَتَوَضَّأَ ثُمَّ قَامَ يُصَلّى، فَقُمْتُ عَنْ يَسَارِهِ، فَأَخَذَنِى فَجَعَلَنِى عَنْ يَمِيْنِهِ. البخارى 1: 171
Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata, Aku pernah tidur di rumah (bibiku) Maimunah, sedang pada malam itu Nabi SAW berada di sisinya. Kemudian Nabi SAW berwudlu, lalu shalat malam. Kemudian aku ikut shalat dan berdiri di sebelah kiri beliau, lalu beliau memegangku dan menempatkan aku di sebelah kanan beliau. [HR. Bukhari juz 1, hal. 171]

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: اَتَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ، فَصَلَّيْتُ خَلْفَهُ، فَأَخَذَ بِيَدِيْ فَجَرَّنِى فَجَعَلَنِى حِذَاءَهُ. احمد 1: 708 رقم 3061
Dari Ibnu Abbas, ia berkata, "Aku (pernah) datang kepada Nabi SAW pada akhir malam, lalu aku shalat di belakang beliau, maka beliau memegang tanganku, lalu menarikku sehingga menempatkan aku sejajar dengan beliau". [HR. Ahmad juz 1, hal. 708, no. 3061]

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ: قَامَ النَّبِيُّ ص يُصَلّى اْلمَغْرِبَ، فَجِئْتُ فَقُمْتُ عَنْ يَسَارِهِ، فَنَهَانِى، فَجَعَلَنِى عَنْ يَمِيْنِهِ. ثُمَّ جَاءَ صَاحِبٌ لِى، فَصَفَّنَا خَلْفَهُ، فَصَلَّى بِنَا فِى ثَوْبٍ وَاحِدٍ. مُخَالِفًا بَيْنَ طَرَفَيْهِ. احمد، فى نيل الاوطار 3: 202
Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata, "Nabi SAW (pernah) berdiri shalat Maghrib, kemudian aku datang, lalu aku berdiri di sebelah kirinya, maka Nabi SAW mencegahku dan menjadikan aku di sebelah kanannya. Kemudian seorang temanku datang, lalu Nabi SAW mengatur shaff kami di belakangnya, dan beliau shalat bersama kami dengan memakai satu pakaian yang diselempangkan dua ujungnya".. [HR. Ahmad, dalam Nailul Authar juz 3, hal. 202]

وَ فِى رِوَايَةٍ، قَامَ رَسُوْلُ اللهِ ص لِيُصَلّيَ، فَجِئْتُ فَقُمْتُ عَنْ يَسَارِهِ. فَأَخَذَ بِيَدِى فَأَدَارَنِى حَتَّى أَقَامَنِى عَنْ يَمِيْنِهِ، ثُمَّ جَاءَ جَبَّارُ بْنُ صَخْرٍ، فَقَامَ عَنْ يَسَارِ رَسُوْلِ اللهِ ص، فَأَخَذَ بِأَيْدِيْنَا جَمِيْعًا، فَدَفَعَنَا حَتَّى أَقَامَنَا خَلْفَهُ. مسلم و ابو داود، فى نيل الاطار 3: 202
Dan dalam satu riwayat, dikatakan, "Rasulullah SAW berdiri untuk shalat, kemudian aku datang dan berdiri di sebelah kirinya, lalu beliau memegang tanganku, lalu memutarkanku sehingga beliau menempatkan aku di sebelah kanannya. Kemudian Jabbar bin Shakhr datang, dan berdiri di sebelah kiri Rasulullah SAW, lalu beliau memegang tangan kami semua, dan mendorong kami sehingga beliau menempatkan kami di belakangnya". [HR. Muslim dan Abu Dawud, dalam Nailul Authar juz 3, hal. 202]

عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدَبٍ قَالَ: اَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ ص اِذَا كُنَّا ثَلاَثَةً اَنْ يَتَقَدَّمَ اَحَدُنَا. الترمذى، فى نيل الاوطار 3: 202
Dari Samurah bin Jundab, ia berkata, "Rasulullah SAW menyuruh kami, apabila kami tiga orang, hendaklah salah seorang di antara kami, maju (menjadi Imam)". [HR. Tirmidzi, dalam Nailul Authar juz 3, hal. 202]

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: وَسّطُوا اْلاِمَامَ وَ سُدُّوا اْلخَلَلَ. ابو داود 1: 182، رقم 681
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Letakkan imam itu di tengah, dan tutuplah celah-celah (shaff)". [HR. Abu Dawud juz 1, hal. 182, no. 681]

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: صَلَّيْتُ اِلَى جَنْبِ النَّبِيّ ص، وَ عَائِشَةُ مَعَنَا تُصَلّى خَلْفَنَا، وَ اَنَا اِلَى جَنْبِ النَّبِيّ ص اُصَلّىْ مَعَهُ. احمد و النسائى، فى نيل الاوطار 3: 203
Dari Ibnu 'Abbas, ia berkata, "Aku pernah shalat di sebelah Nabi SAW, sedang 'Aisyah shalat bersama kami di belakang kami, dan aku disebelah Nabi SAW shalat bersama beliau". [HR. Ahmad dan Nasai, dalam Nailul Authar juz 3, hal. 203]

عَنْ اَنَسٍ اَنَّ النَّبِيَّ ص صَلَّى بِهِ وَ بِاُمّهِ اَوْ خَالَتِهِ، قَالَ: فَأَقَامَنِى عَنْ يَمِيْنِهِ، وَ أَقَامَ اْلمَرْأَةَ خَلْفَنَا. احمد و مسلم و ابو داود، فى نيل الاوطار 3: 203
Dari Anas, bahwa Nabi SAW pernah shalat bersamanya, dan bersama ibunya atau bibinya. Anas berkata, "Maka Nabi SAW menempatkan aku di sebelah kanannya, dan menempatkan wanita itu dibelakang kami". [HR. Ahmad, Muslim dan Abu Dawud, dalam Nailul Authar juz 3, hal. 203]

Keterangan :
1. Dari hadits-hadits tersebut menunjukkan bahwa letak makmum, jika ia seorang diri adalah di sebelah kanan imam.
     Adapun yang dimaksud "disebelah kanan imam" ini sejajar atau mundur sedikit dari imamnya, di sini ada dua pendapat :
a.  Berpendapat sebagaimana dhahir hadits tersebut, yaitu sejajar dengan imam. Karena arti  حِذَاءَهُ  itu, "sejajar dengan beliau"عَنْ يَمِيْنِهِ  itu adalah "disebelah kanannya", dan اِلَى جَنْبِ النَّبِيّ itu adalah "disebelah/disamping Nabi"
b.  Berpendapat makmum mundur sedikit dari imam (tidak sejajar). Karena Imam itu sebagai ikutan, maka sudah semestinya imam itu ada di depan. Dan walaupun disitu disebutkan makmum itu di sebelah kanannya atau di sampingnya, tetapi yang dimaksud adalah di sebelah kanan atau di samping imam agak ke belakang.
2.  Dan dari hadits-hadits tersebut menunjukkan bahwa apabila makmumnya seorang laki-laki dan seorang wanita berjama'ah bersama imam, maka letak laki-laki adalah disebelah kanan imam, dan letak wanita adalah di belakang mereka. Wanita tidak boleh satu shaff bersama laki-laki.
     Tetapi apabila jamaah itu terdiri tiga orang laki-laki atau lebih, maka imamnya berada di depan.

Letak Berdirinya Makmum Anak-anak dan Wanita

عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ عَنِ النَّبِيّ ص قَالَ: لِيَلِنِى مِنْكُمْ اُولُوا اْلاَحْلاَمِ وَ النُّهَى، ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلَوْنَهُمْ، وَ اِيَّاكُمْ وَ هَيْشَاتِ اْلاَسْوَاقِ. احمد و مسلم و ابو داود، و الترمذى، فى نيل الاوطار 3: 205
Dari Ibnu Mas'ud, dari Nabi SAW beliau bersabda, "Hendaklah orang-orang yang sudah baligh dan pandai di antara kamu, di dekatku; kemudian orang-orang yang mengiringi mereka; kemudian orang-orang yang mengiringi mereka; dan hindarilah hiruk-pikuk (seperti) pasar". [HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi, dalam Nailul Authar juz 3, hal. 205]

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمنِ بْنِ غُنْمٍ عَنْ اَبِى مَالِكِ اْلاَشْعَرِيّ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ ص اَنَّهُ كَانَ يُسَوّيْ بَيْنَ اْلاَرْبَعِ رَكَعَاتٍ فِى اْلقِرَاءَةِ وَ اْلقِيَامِ. وَ يَجْعَلُ الرَّكْعَةَ اْلاُوْلَى هِيَ اَطْوَلُهُنَّ لِكَىْ يَثُوْبَ النَّاسُ. وَ يَجْعَلُ الرّجَالَ قُدَّامَ اْلغِلْمَانِ، وَ اْلغِلْمَانَ خَلْفَهُمْ، وَ النّسَاءَ خَلْفَ اْلغِلْمَانِ. احمد، فى نيل الاوطار 3: 207
Dari Abdurrahman bin Ghunmin dari Abu Malik Al-Asy'ariy, dari Rasulullah SAW, sesungguhnya beliau (pernah) mempersamakan antara empat rakaat dalam bacaan dan berdiri; dan menjadikan rakaat pertama adalah yang lebih panjang, agar orang-orang bisa menyusul (mengikuti jama'ah). Dan beliau menempatkan orang-orang dewasa di depan anak-anak, dan anak-anak di belakang mereka; dan para wanita di belakang anak-anak. [HR. Ahmad, dalam Nailul Authar juz 3, hal. 207]

عَنْ اَنَسٍ اَنَّ جَدَّتَهُ مُلَيْكَةَ دَعَتْ رَسُوْلَ اللهِ ص لِطَعَامٍ صَنَعَتْهُ، فَاَكَلَ، ثُمَّ قَالَ: قُوْمُوْا فَلاُصَلّ لَكُمْ، فَقُمْتُ اِلىَ حَصِيْرٍ لَنَا قَدْ سُوّدَ مِنْ طُوْلِ مَا لَبِسَ، فَنَضَحْتُهُ بِمَاءٍ، فَقَامَ عَلَـيْهِ رَسُوْلُ اللهِ ص، فَقُمْتُ اَنَا وَ اْليَتِيْمُ وَرَاءَهُ، وَ قَامَتِ اْلعَجُوْزُ مِنْ وَرَائِنَا فَصَلَّى لَنَا رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ انْصَرَفَ. الجماعة الا ابن ماجه، فى نيل الاوطار 3: 207
Dari Anas, bahwa neneknya, yaitu Mulaikah, mengundang Rasulullah SAW untuk (makan) makanan yang dibuatnya, lalu beliau SAW makan. Kemudian setelah (selesai) makan beliau bersabda, "Berdirilah kalian, karena aku (akan) shalat bersama kalian". Lalu aku berdiri (menuju)  ke sebuah tikar milik kami, yang sudah menjadi hitam karena lamanya terpakai, lalu aku perciki dengan air. Kemudian Rasulullah SAW berdiri di atas tikar itu, dan akupun berdiri bersama anak yatim di belakangnya; dan wanita tua tersebut berdiri dibelakang kami, kemudian Rasulullah shalat bersama kami dua raka'at, lalu salam". [HR. Jama'ah, kecuali Ibnu Majah, dalam Nailul Authar juz 3, hal. 207]

عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: صَلَّيْتُ اَنَا وَ يَتِيْمٌ فِى بَيْتِنَا خَلْفَ النَّبِيّ ص وَ اُمّى اُمُّ سُلَيْمٍ خَلْفَنَا. البخارى 1: 177
Dari Anas bin Malik, ia berkata, "Aku bersama anak yatim di rumah kami pernah shalat di belakang Nabi SAW, dan ibuku, yaitu Ummu Sulaim, di belakang kami". [HR. Bukhari juz 1, hal. 177]

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: خَيْرُ صُفُوْفِ الرّجَالِ اَوَّلُهَا وَ شَرُّهَا آخِرُهَا، وَ خَيْرُ صُفُوْفِ النّسَاءِ آخِرُهَا وَ شَرُّهَا اَوَّلُهَا. الجماعة الا البخارى، فى نيل الاوطار 3: 208
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Sebaik-baik shaff bagi laki-laki adalah di depan, dan seburuk-buruknya adalah di belakang; dan sebaik-baik shaff bagi wanita adalah di belakang, dan seburuk-buruknya adalah di depan". [HR. Jama'ah, kecuali Bukhari, dalam Nailul Authar juz 3, hal. 208]
Keterangan :
1. Dari hadits-hadits di atas bisa difahami bahwa susunan shaff di dalam shalat jamaah itu sebagai berikut : Imam berada di depan makmum (tengah-tengah; tidak terlalu ke kanan dan tidak terlalu ke kiri). Setelah itu orang-orang yang pandai atau orang dewasa berada dekat imam, kemudian baru anak-anak laki-laki. Kemudian setelah itu baru shaff wanita.
2. Dan dalam shalat berjama'ah yang diikuti oleh laki-laki dan wanita itu sebaik-baik shaff bagi laki-laki adalah yang pertama, dan seburuk-buruk shaff bagi mereka adalah yang paling belakang.
     Sedang sebaik-baik shaff bagi wanita adalah shaff yang belakang dan seburuk-buruknya adalah yang terdepan. Tetapi bila jamaah  shalat itu terdiri dari para wanita seluruhnya maka berlaku sebagaimana laki-laki yaitu sebaik-baik shaff adalah yang paling depan dan seburuk-buruk shaff adalah yang paling belakang.

Wanita boleh Mengimami Shalat
عَنْ اُمّ وَرَقَةَ وَ كَانَتْ تَؤُمُّ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص اَذِنَ لَهَا اَنْ تَؤُمَّ اَهْلَ دَارِهَا. الدارقطنى 1: 403
Dari Ummu Waraqah (dahulu ia mengimami shalat), bahwasanya Rasulullah SAW pernah memberi idzin kepadanya untuk mengimami shalat keluarganya. [HR. Daruquthni juz 1, hal. 403]

عَنْ عَائِشَةَ رض اَنَّهَا كَانَتْ تَؤُمُّ النّسَاءَ فَتَقُوْمُ مَعَهُنَّ فِى الصَّفّ. ابن ابى شيبة و الحاكم، فى عون المعبود 2: 212
Dari 'Aisyah RA bahwasanya ia pernah mengimami para wanita dan ia berdiri di dalam shaff. [HR. Ibnu Abi Syaibah dan Al-Hakim, dalam Aunul Mabud juz 2, hal. 212]

عَنْ اُمّ سَلَمَةَ اَنَّهَا اَمَّتْهُنَّ، فَقَامَتْ وَسَطًا. الشافعى و ابن ابى شيبة، فى عون المعبود 2: 212
Dari Ummu Salamah bahwasanya ia pernah mengimami mereka (para wanita), maka ia berdiri di tengah-tengahnya. [HR. Asy-Syafi'i dan Ibnu Abi Syaibah, dalam Aunul Mabud juz 2, hal. 212]
عَنْ عَائِشَةَ رض اَنَّهَا اَمَّتْ نِسَاءً فَقَامَتْ وَسَطَهُنَّ. عبد الرزاق، فى عون المعبود 2: 212
Dari 'Aisyah RA bahwasanya ia pernah mengimami para wanita, maka ia berdiri di tengah-tengah. [HR. 'Abdur Rozaq, dalam Aunul Mabud juz 2, hal. 212]
Keterangan :
Dari riwayat-riwayat tersebut bisa kita ambil pengertian bahwa wanita boleh mengimami shalat bagi jama'ah wanita. Adapun tentang letaknya/berdirinya imam tersebut ada 3 pendapat :
1.  Imam wanita berada di tengah-tengah shaff pertama sebagaimana dhohir riwayat diatas.
2.  Imam wanita berada di shaff pertama, tetapi maju sedikit dari shaff tersebut.
3.  Imam wanita berada di depan para jama'ah shalat sebagaimana aturan shaff yang berlaku pada jama'ah laki-laki. Pendapat ini beralasan karena tidak adanya perintah yang jelas dan tegas dari Nabi SAW tentang letak berdirinya imam wanita, sedangkan riwayat-riwayat di atas kalaupun betul, itupun hanya perbuatan shahabat yang tidak didukung dengan perintah dari Nabi SAW. Oleh sebab itu mereka mengembalikan tentang berdirinya imam bagi wanita itu pada keumumam aturan shalat berjama'ah.

Makmum masbuq
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِذَا جِئْتُمْ اِلىَ الصَّلاَةِ وَ نَحْنُ سُجُوْدٌ فَاسْجُدُوْا وَلاَ تَعُدُّوْهَا شَيْئًا. وَ مَنْ اَدْرَكَ الرَّكْعَةَ فَقَدْ اَدْرَكَ الصَّلاَةَ. ابو داود 1: 236، رقم 893
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Apabila kalian datang untuk shalat sedang kami dalam keadaan sujud, maka bersujudlah kalian. Dan janganlah dihitung (satu rekaat). Dan barangsiapa mendapatkan satu rekaat, berarti ia mendapatkan shalat itu". [HR. Abu Dawud juz 1, hal. 236, no. 893].
عَنْ عَلِيّ بْنِ اَبِى طَالِبٍ وَ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ قَالاَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِذَا اَتَى اَحَدُكُمُ الصَّلاَةَ وَ اْلاِمَامُ عَلَى حَالٍ فَلْيَصْنَعْ كَمَا يَصْنَعُ اْلاِمَامُ. الترمذى 2: 51، رقم 588
Dari Ali bin Abu Thalib dan Mu'adz bin Jabal, mereka berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Apabila seseorang diantara kalian datang untuk shalat sedangkan imam dalam suatu keadaan, maka hendaklah ia berbuat sebagaimana yang diperbuat imam". [HR. At-Tirmidzi juz 2, hal. 51, no. 588]
Keterangan :
Apabila kita menjadi makmum masbuq, maka hendaklah kita memperbuat sebagaimana yang diperbuat imam, misalnya : imam dalam keadaan sujud, setelah kita takbiratul ihram lalu sujud sebagaimana yang diperbuat imam, atau jika imam dalam keadaan ruku' maka setelah takbiratul ihram lalu kita ruku', tetapi yang demikian itu jangan dihitung satu rekaat. Kemudian setelah imam salam, kita berdiri untuk menyempurnakan rekaat yang ketinggalan tersebut.

Orang yang sudah shalat munfarid maupun jama'ah, boleh mengikuti shalat jama'ah lagi

عَنْ يَزِيْدَ بْنِ اْلاَسْوَدِ اَنَّهُ صَلَّى مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص صَلاَةَ الصُّبْحِ. فَلَمَّا صَلَّى رَسُوْلُ اللهِ ص اِذَا هُوَ بِرَجُلَيْنِ لَمْ يُصَلّيَا فَدَعَا بِهِمَا فَجِيْءَ بِهِمَا تَرْعُدُ فَرَائِصُهُمَا فَقَالَ لَهُمَا: مَا مَنَعَكُمَا اَنْ تُصَلّيَا مَعَنَا؟ قَالاَ: قَدْ صَلَّيْنَا فِى رِحَالِنَا. قَالَ: فَلاَ تَفْعَلاَ اِذَا صَلَّيْتُمَا فِى رِحَالِكُمَا ثُمَّ اَدْرَكْتُمَا اْلاِمَامَ وَ لَمْ يُصَلّ فَصَلّيَا مَعَهُ فَاِنَّهَا لَكُمَا نَافِلَةٌ. احمد و اللفظ له و الثلاثة و صححه ابن حبان و الترمذى، فى بلوغ المرام، رقم 428
Dari Yazid bin Al-Aswad, sesungguhnya ia pernah shalat Shubuh bersama Rasulullah SAW. Setelah Rasulullah SAW selesai shalat,  beliau mengetahui ada dua orang yang tidak ikut shalat, maka beliau menyuruh untuk memanggil mereka, lalu mereka dibawa dalam keadaan gemetar daging rusuk mereka. Beliau bersabda : "Apa yang menghalangimu berdua shalat bersama kami ?" Mereka menjawab : "Kami sudah shalat ditempat kami !". Beliau bersabda : "Janganlah kalian berbuat demikian. Apabila kalian telah shalat di rumah kalian, lalu menemukan imam belum shalat, maka hendaklah kalian shalat bersamanya, karena yang demikian itu menjadi shalat sunat bagi kalian". [HR. Ahmad dan lafadh itu baginya, dan Tsalatsah, disahkan oleh Ibnu Hibban dan Tirmidzi, dalam Bulughul Maram hadits no. 428]

Memutus jama'ah lalu melanjutkannya dengan shalat munfarid

عَنْ جَابِرٍ قَالَ: كَانَ مُعَاذٌ يُصَلّى مَعَ النَّبِيّ ص ثُمَّ يَأْتِى فَيَؤُمُّ قَوْمَهُ، فَصَلَّى لَيْلَةً مَعَ النَّبِيّ ص اْلعِشَاءَ ثُمَّ اَتَى قَوْمَهُ فَاَمَّهُمْ فَافْتَتَحَ بِسُوْرَةِ اْلبَقَرَةِ فَانْحَرَفَ رَجُلٌ فَسَلَّمَ، ثُمَّ صَلَّى وَحْدَهُ وَ انْصَرَفَ، فَقَالُوْا لَهُ اَنَافَقْتَ يَا فُلاَنُ؟ قَالَ: لاَ، وَ اللهِ وََلآتِيَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص فَلاُخْبِرَنَّهُ. فَاَتَى رَسُوْلَ اللهِ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ اِنَّا اَصْحَابُ نَوَاضِحَ نَعْمَلُ بِالنَّهَارِ وَ اِنَّ مُعَاذًا صَلَّى مَعَكَ اْلعِشَاءَ ثُمَّ اَتَى فَافْتَتَحَ بِسُوْرَةِ اْلبَقَرَةِ. فَاَقْبَلَ رَسُوْلُ اللهِ ص عَلَى مُعَاذٍ فَقَالَ: يَا مُعَاذُ اَفَتَّانٌ اَنْتَ؟ اِقْرَأْ بِكَذَا وَ اقْرَأْ بِكَذَا. مسلم
Dari Jabir, ia berkata : Adalah Muadz biasa shalat bersama Nabi SAW, kemudian datang lalu mengimami kaumnya (di kampung mereka). Maka pernah pada suatu malam ia shalat Isya bersama Nabi SAW lalu datang kepada kaumnya lalu mengimami mereka. Ia memulai dengan membaca surat Al-Baqarah. Maka ada salah seorang berpaling ~memutus shalatnya~ kemudian shalat sendirian, lalu pergi. Kemudian orang-orang berkata kepadanya, Apakah engkau menjadi munafiq hai Fulan !. Ia menjawab, Tidak, demi Allah ! Sungguh aku akan menghadap Rasulullah SAW dan kuceritakan hal ini. Kemudian ia datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, Ya, Rasulullah, sesungguhnya kami ini orang-orang pekerja, kami bekerja di siang hari, sesungguhnya Muadz setelah shalat Isya bersama tuan lalu ia datang (mengimami kami). Ia memulai dengan membaca surat Al-Baqarah. Lalu Rasulullah SAW berpaling kepada Muadz sambil bersabda, "Hai Mu'adz ! Apakah engkau hendak menjadi tukang penyusah ? Bacalah surat ini dan ini". [HSR. Muslim, Juz I hal 339]

Dan yang dimaksud "Bacalah surat ini dan ini" dalam hadits tersebut ialah sebagaimana Sabda Rasulullah SAW kepada Mu'adz sebagai berikut :
 اِذَا اَمَمْتَ النَّاسَ فَاقْرَأْ: بِالشَّمْسِ وَ ضُحَاهَا، وَ سَبّحِ اسْمَ رَبّكَ اْلاَعْلَى، وَ اقْرَأْ بِاسْمِ رَبّكَ، وَ اللَّيْلِ اِذَا يَغْشَى. مسلم
"Apabila engkau mengimami orang banyak, bacalah : Wasy-syamsi wa dluhaahaa dan Sabbihisma rabbikal-a'laa dan Iqra' bismi rabbika danWallaili idzaa yaghsyaa". [HR Muslim juz 1, hal. 340]

Keterangan :
Dari hadits tersebut bisa difahami bahwa : Agama memberi kelonggaran bagi seseorang yang mempunyai keperluan yang penting dan mendesak untuk memutus dari jama'ah dan melaksanakan shalat sendirian melanjutkan kekurangannya apabila dirasanya imam berlebih-lebihan menurut pertimbangan agama dalam shalat tersebut, mungkin surat yang dibacanya terlalu panjang atau karena hal lain yang bersangkutan dengan shalat itu, misalnya :
     Sang imam salah dalam rukun shalat; yang seharusnya ia berdiri untuk rakaat yang terakhir pada shalat yang empat rakaat, tetapi ia duduk untuk tasyahhud akhir karena lupa dan walaupun telah diperingatkan dengan ucapan "subhaanallooh" (bila makmumnya laki-laki) atau dengan bertepuk tangan (kalau makmumnya wanita), namun ia tetap duduk. Maka bila terjadi demikian, makmum boleh memilih apakah ia memutus dari shalat jama'ah itu dan melanjutkan sendiri atau duduk mengikuti imam dan setelah imam salam ia melanjutkan kekurangan yang satu rakaat tersebut.
     Atau bila imam tidak tertib dalam menjalankan shalatnya, misalnya ; terlalu cepat dalam tiap-tiap bacaan maupun perubahan dari rukun ke rukun sehingga menghilangkan kekhusyu'an dan thuma'ninah shalat tersebut, maka makmum diperkenankan untuk memutus dari jamaah lalu shalat sendiri dengan baik.

Membaca Al-Fatihah di belakang imam yang membaca jahr.
Tentang Ma'mum wajib membaca Al-Fatihah atau tidak, apabila Imam membaca dengan jahr, disini ulama' berbeda pendapat. Masing-masing mempunyai alasan yang secara ringkas sebagai berikut :

1. Golongan pertama, berpendapat bahwa Makmum wajib membaca Al-Fatihah di belakang imam, sekalipun imamnya membaca jahr dengan alasan sebagai berikut :

عَنْ عُبَادَةَ قَالَ: صَلَّى رَسُوْلُ اللهِ ص الصُّبْحَ فَثَقُلَتْ عَلَيْهِ اْلقِرَاءَةُ. فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ: اِنّى اَرَاكُمْ تَقْرَءُوْنَ وَرَاءَ اِمَامِكُمْ؟ قَالَ: قُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ اِيْ وَ اللهِ! قَالَ: لاَ تَفْعَلُوْا اِلاَّ بِاُمّ اْلقُرْآنِ فَاِنَّهُ لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْبِهَا. ابو داود و الترمذى، فى نيل الاوطار
Dari 'Ubadah, ia berkata : Rasulullah SAW pernah shalat Shubuh, tiba-tiba bacaan beliau menjadi berat (karena terganggu). Maka setelah selesai, Rasulullah SAW bersabda, "Saya merasa bahwa kalian membaca di belakang Imam kalian ?". 'Ubadah berkata : Kami menjawab, "Demi Allah, betul ! Ya Rasulullah". Beliau bersabda, "Janganlah kalian berbuat demikian, kecuali Ummul Qur'an (Al-Fatihah). Karena sesungguhnya tidak sah shalat orang yang tidak membacanya". [HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, dalam Nailul Authar juz 2, hal. 243]

عَنْ عُبَادَةَ اَنَّ النَّبِيَّ ص قَالَ: لاَ يَقْرَأَنَّ اَحَدٌ مِنْكُمْ شَيْئًا مِنَ اْلقُرْآنِ اِذَا جَهَرْتُ بِاْلقِرَاءَةِ اِلاَّ بِاُمّ اْلقُرْآنِ. الدارقطنى و قال رجاله كلهم ثقات، فى نيل الاوطار
Dari 'Ubadah ia berkata : Sesungguhnya Nabi SAW bersabda, "Janganlah seseorang diantara kalian membaca sesuatu dari Al-Qur'an apabila aku membaca dengan jahr, kecuali Ummul Qur'an". [HR. Daruquthni, ia berkata, "Sanadnya semuanya dapat dipercaya", dalam Nailul Authar juz 2, hal. 243]

2. Golongan kedua berpendapat, bahwa Makmum wajib mendengarkan bacaan Imam, berdasar firman Allah dan hadits-hadits Nabi SAW.
Firman Allah SWT :
وَ اِذَا قُرِئَ اْلقُرْانُ فَاسْتَمِعُوْا لَه وَ اَنْصِتُوْا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ. الاعراف:204
Dan apabila dibacakan Al-Qur'an hendaklah kamu mendengarkannya serta diam (memperhatikan), supaya kamu diberi rahmat. [Al-A'raf : 204]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: اِنَّمَا جُعِلَ اْلاِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ. فَاِذَا كَبَّرَ فَكَبّرُوْا وَ اِذَا قَرَأَ فَاَنْصِتُوْا. الخمسة الا الترمذى و قال مسلم: هو صحيح، فى نيل الاوطار
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, "Hanyasanya imam itu dijadikan untuk diturut, jika dia bertakbir maka bertakbirlah dan jika dia membaca (Al-Qur'an) maka diam dan perhatikanlah". [HR. Khamsah kecuali Tirmidzi, Muslim berkata, "Hadits itu Shahih", Nailul Authar Juz II hal 240]

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص انْصَرَفَ مِنْ صَلاَةٍ جَهَرَ فِيْهَا بِاْلقِرَاءَةِ. فَقَالَ: هَلْ قَرَأَ مَعِى اَحَدٌ مِنْكُمْ آنِفًا؟ فَقَالَ رَجُلٌ: نَعَمْ يَا رَسُوْلَ اللهِ. قَالَ: فَاِنّى اَقُوْلُ مَالِى اُنَازَعُ اْلقُرْآنَ؟ قَالَ: فَانْتَهَى النَّاسُ عَنِ اْلقِرَاءَةِ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص فِيْمَا يَجْهَرُ فِيْهِ رَسُوْلُ اللهِ ص بِاْلقِرَاءَةِ مِنَ الصَّلَوَاتِ بِاْلقِرَاءَةِ حِيْنَ سَمِعُوْا ذلِكَ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ ص. ابو داود و النسائى و الترمذى و قال: حديث حسن، فى نيل الاوطار
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Sesungguhnya pernah Rasulullah SAW setelah selesai dari satu shalat yang beliau baca dengan jahr (nyaring), lalu beliau bersabda, "Apakah tadi diantara kalian ada yang membaca bersama-sama aku ?". Maka ada seorang laki-laki menjawab, "Saya, ya Rasulullah". Rasulullah SAW bersabda, "Aku mau bertanya, mengapa aku dilawan dalam membaca Al-Qur'an ?". Abu Hurairah berkata, "Sesudah itu orang-orang berhenti dari membaca bersama Rasulullah SAW diwaktu shalat yang Rasulullah membacanya dengan jahr (nyaring) setelah mereka mendengar yang demikian itu dari Rasulullah SAW". [HR. Abu Dawud, Nasai, Tirmidzi, dan ia berkata, "Ini hadits Hasan". Dalam Nailul Authar juz 2, hal. 242]

3. Golongan ketiga berpendapat, bahwa Makmum tidak boleh membaca apapun termasuk Al-Fatihah dibelakang seorang Imam, baik Imamnya membaca jahr maupun sir; karena menurut pendapat mereka bacaan Imam adalah bacaan Makmumnya pula , maka dengan Imam membaca itu sudah mencakup bagi seluruh Makmumnya. Dengan alasan sebagai berikut :

اِنَّ النَّبِيَّ ص قَالَ: مَنْ كَانَ لَهُ اِمَامٌ فَقِرَاءَةُ اْلاِمَامِ لَهُ قِرَاءَةٌ. احمد و الدارقطنى عن عبد الله بن شداد
Sesungguhnya Nabi SAW bersabda, "Barangsiapa (shalat) bersama Imam maka bacaan Imam itu jadi bacaan baginya". [HR. Ahmad dan Daruquthni dari Abdullah bin Syaddad]

كَانَ رَجُلٌ يَقْرَأُ وَرَاءَ رَسُوْلِ اللهِ ص فَجَعَلَ رَجُلٌ يُوْمِئُ اِلَيْهِ اَنْ لاَ يَقْرَأَ فَلَمَّا قَضَى رَسُوْلُ اللهِ ص قَالَ لَهُ الرَّجُلُ: مَا لَكَ تَقْرَأُ خَلْفَ اْلاِمَامِ؟ فَقَالَ: مَالَكَ تَنْهَانِى اَنْ اَقْرَأَ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص اِذَا كَانَ لَكَ اِمَامٌ فَاِنَّ قِرَاءَتَهُ لَكَ قِرَاءَةٌ. الخلال عن عبد الله بن شداد
Seorang laki-laki pernah membaca di belakang Rasulullah SAW maka seorang laki-laki (lain) memberi isyarat kepadanya supaya dia tidak membaca. (Orang itu tidak menurut), dan tetap membaca. Setelah Rasulullah SAW selesai (salam), maka laki-laki itu berkata kepada orang tersebut, "Mengapa engkau membaca di belakang Imam ?". Ia menjawab, "Mengapa engkau melarang aku membaca ?". Maka Rasulullah SAW bersabda, "Apabila engkau mengikuti imam, maka sesungguhnya bacaan Imam itu menjadi bacaan bagimu". [HR. Al-Khallal dari Abdullah bin Syaddad]
Keterangan :
Pengarang Al-Muntaqa berkata, "Hadits riwayat Ibnu Syaddad (yang dijadikan hujjah golongan ketiga) itu telah diriwayatkan juga dengan tidak putus sanadnya dari beberapa jalan yang semuanya lemah. 
Demikianlah tentang membaca Al-Fatihah di belakang Imam yang membaca dengan jahr.
Adapun kami condong kepada pendapat golongan kedua, yaitu : Bahwa seorang Makmum dibelakang Imam yang membaca dengan jahr (nyaring) maka ia wajib diam dan memperhatikan bacaan imam tersebut, sebagaimana keterangan di atas.
Adapun hadits-hadits yang menjelaskan tidak sah shalat kecuali dengan membaca Al-Fatihah, itu maksudnya ialah :
1.  Bagi Imam, baik ia membaca jahr atau sir.
2.  Bagi Makmum yang Imamnya membaca dengan sir atau meskipun jahr tetapi tidak mendengar (misalnya sebab tempatnya terlalu jauh).
3.  Bagi orang yang shalat Munfarid (sendirian).

MTA tgl 05/01, 05/02/  2006
~oO(M)Oo~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar