Kenapa kaum pria tidak boleh memakai emas
Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah alasan diharamkannya
memakai emas bagi kaum laki-laki, karena kita mengetahui bahwa agama Islam
tidak mengharamkan atas seorang muslim kecuali segala sesuatu yang mengandung
madharat (bahaya), jadi apakah madharat yang terkandung dalam pemakaian
perhiasan emas bagi kaum laki-laki ?
Jawaban
Perlu diketahui oleh penanya dan setiap orang yang mendengar acara ini bahwa
alasan hukum dalam menetapkan hukum-hukum syari’at bagi setiap orang mukmin
adalah firman Allah dan sabda RasulNya. Hal itu berdasarkan firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Qs. Al-Ahzab (33) :
36
$tBur
tb%x.
9`ÏB÷sßJÏ9
wur
>puZÏB÷sãB
#sÎ)
Ó|Ós%
ª!$#
ÿ¼ã&è!qßuur
#·øBr&
br&
tbqä3t
ãNßgs9
äouzÏø:$#
ô`ÏB
öNÏdÌøBr&
3
`tBur
ÄÈ÷èt
©!$#
¼ã&s!qßuur
ôs)sù
¨@|Ê
Wx»n=|Ê
$YZÎ7B
ÇÌÏÈ
Dan tidaklah patut bagi
laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila
Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka
pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah
dan Rasul-Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata.
Siapa saja yang bertanya kepada kami tentang pewajiban atau
pengharaman sesuatu, niscaya kami akan menunjukkan hukumnya berdasarkan
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Karena itu, berkenaan dengan pertanyaan tersebut di
atas, maka dapat kami katakan, “Alasan diharamkannya emas bagi kaum laki-laki
yang mukmin adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sabda RasulNya
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan alasan tersebut sudah dianggap cukup bagi
setiap orang mukmin.
Karena itu, ketika Aisyah Radhiyallahu ‘anha ditanya : ‘Kenapa wanita yang haid
diperintahkan mengqadha puasa dan tidak diperintahkan mengqadha shalat? Ia
menjawab, Allah telah menentukan kita mengalami hal tersebut, kemudian kita
diperintahkan mengqadha puasa dan kita tidak diperintahkan mengqadha shalat[1].
Karena nash hukum dari Kitab Allah (Al-Qur’an) dan Sunnah RasulNya menjadi
alasan diwajibkannya hal tersebut bagi setiap mukmin. Tetapi tidak masalah bagi
seseorang untuk mencari hikmah yang terkandung dalam hukum-hukum Allah, karena
hal itu dapat menambah ketentraman bathin, menjelaskan ketinggian syari’at
Islam karena ketentuan-ketentuan hukumnya sesuai dengan alasannya dan
memungkinkan dilakukan qiyas (analogi), jika alasan hukum yang dinashkan itu
memiliki kepastian terhadap masalah lain yang belum memiliki ketetapan hukum.
Jadi tujuan mengetahui hikmah yang terkandung dalam ketentuan hukum syari’at
adalah tiga faidah tersebut.
Kemudian dapat kami katakan juga berkenan dengan pertanyaan saudara, bahwa Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menegaskan tentang haramnya memakai emas
bagi kaum laki-laki, tidak bagi kaum wanita. Alasannya ; karena emas itu
termasuk perhiasan yang memiliki nilai tinggi dalam mempercantik dan menghiasi
seseorang, sehingga dikatagorikan sebagai hiasan dan perhiasan, sedangkan
seorang laki-laki bukanlah peminat hal tersebut, yakni bukan sosok manusia yang
menyempurnakan diri atau disempurnakan dengan sesuatu yang di luar dirinya,
melainkan sempurna dengan sesuatu yang terdapat di dalam dirinya, karena ia
mempunyai sifat kejantanan atau kelaki-lakian ; sehingga ia tidak membutuhkan
perhiasan untuk menarik perhatian lawan jenisnya.
Jadis seorang suami tidak membutuhkan perhiasan untuk menarik perhatian
istrinya supaya mencitainya. Berbeda sekali dengan wanita, karena ia memiliki
kekurangan ; sehingga ia membutuhkan berbagai perhiasan yang bernilai tinggi,
dimana perhiasan itu dibutuhkannya hingga di dalam pergaulan di antara mereka
dan di depan suaminya. Karena itu, maka wanita diperbolehkan memakai perhiasan
emas, dan tidak bagi laki-laki. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam
mensifati keberadaan wanita.
“Artinya : Dan apakah patut (menjadi anak Allah) orang yang dibesarkan dalam
keadaan berperhiasan sedang dia tidak dapat memberi alasan yang terang dalam
pertengkaran” [Az-Zukhruf : 18]
Dengan demikian, jelaslah mengenai hikmah syara’ (agama) mengharamkan memakai
perhiasan emas bagi kaum laki-laki.
Berkaitan dengan hal itu, maka saya nasehatkan kepada kaum mukminin yang
memakai perhiasan emas, bahwa mereka telah berbuat maskiat kepada Allah dan
RasulNya dan menjadikan dirinya sebagai bagian dari kaum wanita serta mereka
telah meletakkan bara api neraka diatas tangannya, kemudian memakainya sebagai
perhiasan; sebagaimana hal itu ditegaskan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Karena itulah, hendaklah mereka bertaubat kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala . Sedangkan jika mereka memakai perhiasan dari perak dengan
memperhatikan batas-batas ketentuan syari’at, maka hal itu tidak menjadi
masalah dan tidak berdosa. Demikian juga tidak berdosa dan tidak menjadi
masalah memakai perhiasan dengan sejumlah barang tambang yang lainnya selain
emas dimana mereka tidak berdosa memakai cincin dari barang-barang tambang
tersebut, jika dilakukan tanpa melebihi batas-batas kewajaran dan tidak
menimbulkan fitnah.
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam semoga
dicurahkan kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kepada
keluarganya serta para sahabatnya seluruhnya.
[Syaikh Ibn Utsaimin, As’ilah Fi Bai’ Wa Syira’ Adz-Dzahab, hal. 38]
[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min
Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-3, Penyusun
Khalid Al-Juraisy, Penerjemah Amir Hamzah, Penerbit Darul Haq]
_________
Foote Note
[1]. Hadits Riwayat Al- Bukhari, bab Haidh, 221 dan Muslim, bab Haidh, 335
Tidak ada komentar:
Posting Komentar