Kesalahan orang dalam Shalat

1.  Mengucapakan Niat

Mengucapkan niat dalam shalat adalah perbuatan yang diada-diadakan, Karena tidak terdapat satu dalil pun dari Al-Qur'an dan As-Sunnah yang menganjurkan pengucapannya.

Menurut Syaikh Ali Mahfuzh, Diantara Bid'ah-bid'ah dalam shalat adalah melafazhkan niat dengan keras. Ibnu al-Haj dalam kitab al-Madkhal mengatakan baik imam atau makmun tidak boleh mengeraskan bacaan niat. Mengingat tidak ada satu pun riwayat yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW, Khulafaur Rasyidin atau para Sahabat Radhiyallahu Anhum melafazhkannya dengan keras, Jadi mengucapkan niat termasuk mengada-ada (bid'ah). (al-Ibda' fi Madharri hlm. 277)

Syaikh bin Baz dalam fatwanya mengatakan, Melafazhkan niat adalah bid'ah dan mengeraskan dalam melafazhkzn lebih besar dosanya. Yang disunnahkan adalah membaca niat dalam hati. Sebab Allah Ta'ala mengetahui apa yang ada dilangit dan di bumi.

Menurut Ibnu Qudamah, Niat artinya maksud atau keinginan untuk malakukan sesuatu. Letaknyadi dalam hati,, TIdak ada sangkut pautnya dengan lisan sama sekali. Karena itu, tidak pernah didapati dari Rasulullah SAW atau dari Sahabat-sahabat beliau satu pun lafazh niat. Maka dari itu kita sering melihat orang yang susah payah mengulang-ulang lafazh niat berkali-kali, Padahal pengucapan niat tidak termasuk dalam bagian shalat baik rukun maupun syaratnya. Niat hanyalah kehendak untuk melakukan sesuatu , Maka setiap orang yang memiliki keinginan kuat untuk melakukan sesuatu dia telah melakukan niat, Jadi jangan dipisah-pisahkan antara niat dengan perbuatan. Sebab tidak ada perbuatan yang tidak didahului kehendak melakukannya, yang tidak lain adalah niat.

Jika seseorang ingin memisahkan niat dari perbuatan apa pun yang manusia dapat melakukannya atas kehendak sendiri, niscaya ia takkan mampu melakukannya.Apabila Allah memerintahkan seorang hamba untuk shalat dan wudhu tanpa niat, berarti Allah membebankan sesuatu yang tidak mampu dilakukan manusia.Apabila seseorang ragu sudah berniat atau belum, maka ia sama saja dengan orang gila. Oleh karena itu jika seorang hamba telah menyadari dan menyakini akan keberadaan dirinya, lalu kenapa seorang yang berakal meragukan keberadaan dirinya ?

Menurut Ibnul Qayyim, Rasulullah SAW ketika hendak menunaikan shalat, beliau membaca takbir (Allahu Akbar), dengan tidak mengucapkan sepatah kata pun sebelum takbir.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, sekurang-kurangnya ada sepuluh bid'ah yang dilakukan oleh orang-orang yang keliru dalam shalatnya Dimana ia membaca :

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَيْطَانِ الرَّ جِيْمِ نَوَيْتُ أُصَلِّى الظُّهْرَ فَرِيْضَةً الْوَقْتَ وَأَدَاءً للهِ تَعَالَى إِمَامًا أَوْ مَأْمُوْ مًا أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ .

Aku berlindung dari godaan setan yang terkutuk, aku berniat shalat zhuhur pada waktunya karena Allah Ta'ala, sebagai imam atau makmun, empat rakaat menghadap kiblat.

2.  Tidak merapatkan dan meluruskan barisan

Dari beberapa kesalahan yang sering dilakukan dalam shalat oleh sebagian kaum muslimin yaitu tidak merapatkan dan meluruskan shaf diantara mereka dan kekeliruan ini dilakukan oleh imam dan makmun.

Berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas'ud RA, ia berkata : Rasulullah SAW meluruskan bahu-bahu kami ketika shalat dan Rasulullah bersabda,

اسْتَوُوا وَلاَ تَخْتَلِفُوا فَتَخْتَلِفَ قُلُوْبُكُمْ لِيَلِنِي مِنْكُمْ أُولُو اْلأَ حْلاَمِ وَ النُّهَى ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُونَهُمْ .

Luruskan shafmu jangan berantakan, karena jika kalian tidak kompak dalam barisan, niscaya hati kalian akan saling berselisih, kemudian hendaklah di antara kalian mengiringiku (dalam barisan shaf) orang yang bijaksana dan cerdas, kemudian barulah yang setelahnya dan begitu seterusnya.
(HR. Muslim 947, Ahmad jilid III-IV , Abu Dawud 674, Nasa'i jilid II hlm.87 dan Ibnu Majah 976)

Ibnu Mas'ud berkata : Saat ini kamu berada dalam perselisihan. Diriwayatkan oleh Anas RA adalah Rasulullah SAW menolehkan wajahnya ke belakang ke arah kami sebelum takbiratul ihram, sembari berkata, perbaiki shafmu dan luruskanlah.

Diriwayatkan oleh Nu'man bin Basyir RA berkata, Rasulullah SAW meluruskan shaf-shaf kami seolah-olah sedang meluruskan anak panah, sehingga beliau melihat saya berada di tengah-tengah. Kemudian pada suatu hari beliau keluar (untuk mendirikan shalat berjamaah), ketika hampir takbiratul ihram, beliau melihat seorang Badui dadanya keluar dari shaf, dengan tegas beliau bersabda,

عِبَادَ الله لَتُسَوُّنَّ صُفُوْفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللهُ بَيْنَ وُحُوهِكُمْ .


Hai hamga Allah, Luruskan shaf kalian atau Allah akan memperselisihkan di antara kalian.
(HR. Muslim 950, Ahmad jilid 4 hlm.272,276,277, Abu Dawud hlm. 663,665, Tirmidzi hlm. 227, Nasa'i jilid 2 hlm.89 dan Ibnu Majah hlm.994)

Imam Hafizh berpendapat atas dasa ini meluruskan shaf wajib hukumnya dan tidak mengindahkannya (menyepelekannya) menjadi haram. Nabi Muhammad SAW telah menjelaskan bahwa tidak lurusnya shaf menunjukkan tidak sempurnanya shalat, dari Anas bin Malik menjelaskan, Rasulullah bersabda :

سَوُّوا صُفُوفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصَّفِّ مِنْ تَمَامِ الصَّلاَةِ .

Luruskan shaf-shafmu, sesungguhnya meluruskan shaf termasuk menyempurnakan shalat.
(HR. Muslim 950, Ahmad jilid III hlm.177, Abu Dawud 986, Ibnu Majah 993)

Dari Nu'man bin Basyir RA, ia berkata : Rasulullah SAW dengan mukanya menoleh kepada manusia, lalu bersabda :

أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ ثَلاَثًا وَاللهِ لَتُقِيمُنَّ صُفُوفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللهُ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ قَلَ فَرَأَيْتُ الرَّجُلَ يَلْزَقُ مِنْكِنَهُ بِمَنْكِبِ صَاحِبِهِ وَرُكْبَتَهُ بِرُكْبَةِ صَاحِبِهِ وَ كَعْبَهُ بِكَعْبِهِ .

Berdirilah secara bershaf-shaf niscaya Allah mengokohkan barisan-barisanmu (persatuan dikalangan umat islam), atau jika tidak maka Allah akan menjadikan hati-hatimu saling berselisih. Lalu Rasulullah melanjutkan sabdanya, Aku melihat seorang lelaki di antara kami menempelkan bahunya ke bahu temannya dan mata kakinya ke mata kaki temannya. (HR, Abu Dawud 662, Ibnu Khuzaimah 160 dan Daruquthni)

Wahai saudaraku, setelah engkau mengetahui beberapa hadist tentang meluruskan barisan atau shaf dalam shalat merupakan perkara yang amat penting, maka waspadalah jangan sampai kamu menyepelekan dan tidak mengindahkannya. jika ada seseorang di sebelahmu yang ingin mengajakmu meluruskan barisan maka sambut ajakannya dan berlaku lembutlah, karena Rasulullah SAW bersabda :

سَوُّوا صُفُوفَكُمْ وَ حَادُوا بَيْنَ مَنَاكِبِكُمْ وَلِينُوا أَيْدِي إِخْوانِكُمْ .

Luruskan barisan shaf-shaf kalian dan ratakan bahu-bahumu dan lemah lembutlah di antara sesamamu.
(Kitab Fathul Bari jilid II hlm.247)

3.  Jemari kaki tidak mengarah  kiblat ketika sujud

Dari Aisyah RA, ia berkata suatu malam aku kehilangan Rasulullah SAW yang tidur di atas ranjangku dan aku dapati beliau sedang sujud dengan posisi tumit yang saling diletakkan satu sama lian sedangkan jari-jari kakinya mengarah kiblat, aku dengar berdoa :

أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ وَبِكَ أُثْنِى عَلَيْكَ لاَ ابَلِّغُ كُلَّ ما فِيْكَ .

Aku berlindung dengan ridha-Mu dari murka-Mu dan dengan ampunan-Mu dari hukuman-Mu, dari-Mu dengan-Mu, aku Memuji-Mu, tidak akan aku dapat apa yang ada pada-Mu. Setelah berdoa Rasulullah berkata : Wahai Aisyah, apakah setanmu telah menggagumu ? Aisyah bertanya, Apakah aku digoda setan ? Rasul menjawab, Tidak satu anak Adam pun (manusia), kecuali ada setan pada dirinya. Aku (Aisyah) bertanya, Apakah demikian juga engkau wahai Rasulullah? Rasul menjawab, Demikian juga aku, namin aku berdoa pada Allah dan setanku sudah memeluk Islam.
(HR. Ibnu Khuzaimah 654, al-Hakim jilid I hlm. 228, dan al-Baihaqi julid II hlm. 116 )

Dari Ibnu Umar RA, ia berkata, Di antara sennah adalah menghadapkan jari-jari kaki kearah kiblat.
(HR. an-Nasa'i jilid II hlm.36 )

Dari Abu Hamid as-Sa'di RA, Rasulullah SAW berkata : Jika dujud beliau meletakkan kedua tangannya tidak dengan terbentang, tidak pula menjepitnya, dan jari-jari yang ada di kedua kakinya menghadap kiblat.
(HR. al-Bukhari 828 kitab shalat bab sunnah duduk dalam tasyahud )

4. Meninggalkan duduk istirahat ( sebelum rakaat kedua dan keempat )

Dari Imam Malik bin Huwairist, ia melihat Rasulullah SAW sedang shalat. Dan ketika beliau sampai pada rakaat ganjil dalam shalatnya, belia berdiri, setelah terlebih dahulu duduk dengan tegak (HR. Bukhari 823 )

Abu Qalabah berkata, Ketika belia bangun dari sujud yang kedua, beliau duduk setelah bertumpu pada bumi kemudian berdiri. ( HR. al-Bukhari 824 Bab shalat )

Syaikh al-Albani dalam kitab al-Irwa' 2/83 berkata, Duduk yang dusebutkan dalam dua hadist tersebut ini dikenal oleh ahli fikih dengan duduk istirahat dan Imam asy-Syafi'i telah mensyariatkannya, begitu pula Imam Ahmad, seperti dalam tahqiq yang dilakukan oleh Ibnul Jauzi 1/111. Adapun penafsiran bahwa ini disunnahkan dari Rasulullah SAW untuk kebutuhan (seperti karena letih atau sakit), bukan untuk ibadah dan karena itu tidak disyariatkan adalah tidak benar.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar