Dan untuk menambah pengetahuan kita, baiklah di sini kami sampaikan tentang sejarah madzhab secara singkat.
Madzhab مَذْهَبٌ artinya perjalanan, pendapat, pendirian, faham, pegangan, aliran atau yang semakna dengan itu.
Madzhab itu banyak jumlahnya, namun yang terkenal ada empat, yaitu :
1. Madzhab Hanafi,
2. Madzhab Maliki,
3. Madzhab Syafi'i, dan
4. Madzhab Hanbali.
Dalam brosur ini, kami akan membatasi keterangan yang berkisar pada Empat Madzhab diatas.
Riwayat Singkat Imam-imam Madzhab.
1. Imam Abu Hanifah, nama lengkapnya An-Nu'man bin Tsabit, dilahirkan di kota Kufah di Iraq, pada tahun 80 H, dan wafat di Baghdad tahun 150 H. Beliau berguru ilmu Fiqh dari Hammad bin Abu Sulaiman bin Ibrahim An-Nakha'i. Setelah Hammad wafat, kemudian orang-orang Kufah bersepakat memilih Abu Hanifah sebagai penggantinya. Mereka mengembalikan masalah-masalah Fiqh dan kesulitan-kesulitan kepada beliau untuk meminta fatwanya.
Adapun shahabat-shahabat (murid-murid) Abu Hanifah yang terkenal adalah Abu Yusuf, Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani dan Zufar bin Hudzail.
2. Imam Malik, nama lengkapnya Malik bin Anas bin Malik bin Abu 'Amir Al-Ashbahy, dilahirkan di kota Madinah pada tahun 93 H, wafat pada tahun 179 H di Madinah dan diqubur di Baqi. Diantara guru-guru beliau ialah Abdur Rahman bin Hurmuz dan Rabi'ah bin Abdur Rahman. Dan beliau meriwayatkan hadits dari Nafi' maula Ibnu 'Umar dan dari Ibnu Syihab Az-Zuhri.
Adapun murid-murid beliau yang terkenal ialah Muhammad bin Idris (Imam Syafi'i), Al-Laitsi bin Sa'ad dan Abu Ishaq Al-Farai.
3. Imam Syafi'i, nama lengkapnya Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi' bin Saib bin 'Ubaid bin Abdi Yazid bin Hasyim bin Muththalib bin Abdi Manaf. Dilahirkan di Ghazzah daerah Palestina, pada tahun 150 H, jadi bertepatan dengan tahun wafatnya Imam Abu Hanifah. Disebut Syafi'i karena dinisbatkan (dibangsakan) kepada nama kakek yang ketiga, yaitu Syafi' bin Saib. Beliau wafat pada malam Jum'at, akhir bulan Rajab 204 H di Mesir. Gurunya yang terkenal ialah Muslim bin Khalid di Makkah dan Imam Malik di Madinah. Beliau sudah hafal Al-Qur'an pada usia 7 tahun dan Hafal Kitab Al-Muwaththa' yang disusun oleh Imam Malik pada usia 10 tahun.
Adapun murid-murid beliau yang terkenal ialah Ahmad bin Hanbal, Yusuf bin Yahya Al-Buwaithi dan Rabi' bin Sulaiman.
4. Imam Ahmad nama lengkapnya Ahmad bin Muhammad bin Hanbal Asy-Syaibani, dilahirkan di Baghdad pada tahun 164 H, wafat pada tahun 241 H, dan diqubur di Baghdad, Iraq. Beliau berguru kepada Imam Syafi'i, Hasyim, Sufyan bin 'Uyainah, Jarir dan masih banyak lagi.
Dan diantara Imam ahli hadits yang meriwayatkan hadits (yang berguru langsung) dari beliau adalah Bukhari, Muslim, Abu Dawud dll.
Masa Antara Imam-imam Dengan Nabi SAW.
Rasulullah SAW wafat pada tahun 11 H.
Jarak antara wafat Nabi SAW dengan kelahiran Imam yang pertama, yaitu Abu Hanifah adalah 69 tahun.
Dan antara wafat Nabi SAW dengan kelahiran Imam yang kedua, yaitu Malik, kurang lebih berjarak 82 tahun.
Sedang antara wafat Nabi SAW dengan kelahiran Imam yang ketiga, yaitu Syafi'i adalah 139 tahun.
Dan antara wafat Nabi SAW dengan kelahiran Imam yang keempat yaitu Ahmad berjarak 153 tahun.
Jadi Imam Malik sezaman atau bisa bertemu dengan Imam Abu Hanifah, disamping itu beliau juga sezaman dengan Imam Syafi'i dan Imam Ahmad. Tetapi Imam Syafi'i dan Imam Ahmad tidak sezaman dengan Imam Abu Hanifah.
Dan selanjutnya, orang-orang memberi nama sebagai berikut :
1. Pendapat Abu Hanifah, disebut Madzhab Hanafi.
2. Pendapat Malik, dinamakan Madzhab Maliki.
3. Pendapat Syafi'i, dikatakan Madzhab Syafi'i.
4. Pendapat Ahmad bin Hanbal disebut Madzhab Hanbaly.
Timbulnya Madzhab-madzhab.
Golongan yang ta'ashshub (fanatik buta) kepada satu-satu Imam itu, menyiar-nyiarkan, mempertahankan dan membela faham atau pendapat masing-masing imamnya, dengan tanpa mengkaji kembali, apakah pendapat Imamnya itu telah sesuai benar dengan Al-Qur'an dan Sunnah sebagai dasar pengambilan para Imam tersebut atau tidak, walaupun yang demikian itu (mengkaji kembali pendapat-pendapat itu dengan Al-Qur'an dan Sunnah) telah diwashiatkan sendiri oleh beliau-beliau para Imam kepada murid-murid dan pengikut-pengikutnya, ketika beliau-beliau itu masih hidup.
Begitulah kenyataannya sampai beberapa masa. Sehingga pada umumnya orang tidak mengenal melainkan empat macam madzhab dari keempat imam itu saja.
Dengan demikian, lambat laun hiduplah pendapat-pendapat keempat imam itu, sehingga masing-masing aliran diberi nama seperti tersebut di atas (nama-nama madzhab).
Begitulah riwayat singkat empat madzhab yang terkenal itu. Setelah kita mengetahui riwayat singkat madzhab-madzhab itu, mungkin akan timbul suatu pertanyaan : Apakah agama Islam menyuruh kita berpegang kepada salah satu madzhab yang empat itu ?
Jawabnya : Tidak ada satupun perintah dari agama Islam untuk berpegang kepada salah satu madzhab !
Kita hanya diperintah agar berpegang kepada yang benar, sedang yang benar itu tidak akan terdapat melainkan dalam Al-Qur'an dan Hadits-hadits Nabi SAW saja. Perhatikan firman-firman Allah dibawah ini :
وَاَنَّ هذَا صِرطِيْ مُسْتَـقِـيْمًا فَاتَّبِعُوْهُ وَلاَ تَـتَّـبِعُوا السُّبُلَ فَـتَـفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِـيْـلـِه، ذلِكُمْ وَصّكُمْ بِه لَعَلَّكُمْ تَـتَّـقُوْنَ. الانعام:153
Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa. (Qs 6 : 153 )
اِتَّبِعُوْا مَآ اُنــْزِلَ اِلَـيْكُمْ مِّنْ رَّبـِّكُمْ وَلاَ تَـتَّـبِعُوْا مِنْ دُوْنــِه اَوْلــِيَآءَ، الاعراف:3
Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpim-pemimpin yang lain dari padanya. ( Qs 7 : 3 )
اِنَّـآ اَنـــْزَلْنَآ اِلَـيْكَ اْلكِـتبَ بِاْلحَقِّ لـِـتَحْكُمَ بَـيْنَ النَّاسِ بِمَآ اَرـكَ اللهُ، وَلاَ تَكُنْ لِلْخَآئِـنِيْنَ خَصِيْمًا. النساء:105
Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat. [An-Nisa' : 105]
اَفَغَيْرَ اللهِ اَبـْتَغِىحَكَمًا وَهُوَ الَّذِيْ اَنــْزَلَ اِلَـيْكُمُ اْلكِـتبَ مُفَصَّلاً. الانعام:114
Patutlah aku mencari hakim selain dari pada Allah, padahal Dia-lah yang telah menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu dengan terperinci ? [Al-An'am : 114]
يـاَيــُّهَا الَّذِيـْنَ امَنُوْا لاَ تُقَدِّمُوْا بَـيْـنَ يَدَيِ اللهِ وَرَسُوْلــِهِ وَ اتَّـقُوا اللهَ، اِنَّ اللهَ سَمِيْعٌ عَلِـيْمٌ. الحجرات:1
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertaqwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [Al-Hujuraat : 1]
فَلْيَحْذَرِ الَّذِيـْنَ يُخَالِفُوْنَ عَنْ اَمْرِه اَنْ تُصِيْبَهُمْ فِتْنَةٌ اَوْ يُصِيْبَهُمْ عَذَابٌ اَلِـيْمٌ. النور:63
Karena itu hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih. [An-Nuur : 63]
وَهذَا كِـتبٌ اَنـــْزَلــْنهُ مُبَارَكٌ فَاتَّـبِعُوْهُ وَاتَّـقُوْا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ. الانعام:155
Dan Al-Qur'an ini adalah Kitab yang Kami turunkan yang diberkati, sebab itu ikutilah dia dan bertaqwalah agar kamu diberi rahmat. ( Qs 6 : 155 )
اِنَّ هذَا اْلـقُرْانَ يــَهْدِيْ لِلَّتِيْ هِيَ اَقْوَمُ. الاسراء:9
Sesungguhnya Al-Qur'an ini memberi petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus. [Al-Israa' : 9]
قَدْ جَآءَكُمْ مِّنَ اللهِ نُوْرٌ وَّكِـتـبٌ مُّبِـيْنٌ. الـمائدة:15
Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan. [Qs 5 : 15]
يَـهْدِيْ بِهِ اللهُ مَنِ اتَّـبَعَ رِضْوَانَه سُبُلَ السَّلمِ وَ يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّـلُمتِ اِلىَ الـنُّوْرِ بِـإِذْنِه وَ يــَهْدِيـْهِمْ اِلى صِرَاطٍ مُّسْتَـقِـيْمٍ. الـمائدة:16
Dengan kitab itulah Allah memimpin orang-orang yang mengikuti keridlaan-Nya ke jalan-jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seidzin-Nya, dan memimpin mereka ke jalan yang lurus. [Al-Maidah : 16]
Dan juga sabda-sabda Nabi SAW :
عَنْ كَـثِــيْرِ بـْنِ عَبْدِ اللهِ عَنْ اَبِـيْهِ عَنْ جَدِّهِ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: تَــرَكْتُ فِـيْكُمْ اَمْرَيـْنِ لَـنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّـكْـتُمْ بِـهِمَا كِــتَابَ اللهِ وَسُنَّــةَ نَــبِـيِّهِ. ابن عبد البر
Dari Katsir bin Abdullah dari ayahnya dari datuknya RA berkata : Rasulullah SAW pernah bersabda : "Aku telah meninggalkan bagimu sekalian dua perkara yang tidak akan tersesat kamu selama kamu berpegang teguh kepada keduanya, yaitu : Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya. [HR Ibnu Abdul-Barr]
عَنْ عَلِيٍّ رض قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص يـَقُوْلُ: اَلاَ اِنَّهَا سَتَكُوْنُ فِـتْـنَةٌ فَقُلْتُ: مَا اْلـمَخْرَجُ مِنْهَا يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟ قَالِ: كِـتَابُ اللهِ فِيْهِ نَبَأُ مَا كَانَ قَبْلَكُمْ، وَخَبَرُ مَا بَعْدَكُمْ، وَحُكْمُ مَا بَيْنَكُمْ، وَهُوَ اْلـفَصْلُ لَـيْسَ بِاْلهَزْلِ. مَنْ تَرَكَهُ مِنْ جَبَّارٍ قَصَمَهُ اللهُ. وَمَنِ ابْـتَـغَى اْلهُدَى فِى غَيْرِهِ اَضَلَّهُ اللهُ وَ هُوَ حَبْلُ اللهِ اْلـمَـتِـيْنُ، وَ هُوَ الذِّكْرُ اْلحَكِـيْمُ. وَ هُوَ الصِّرَاطُ اْلـمُسْتَـقِيْمُ. هُوَ الَّذِيْ لاَ تَزِيْغُ بِهِ اْلاَهْوَاءُ وَ لاَ تَـلْـتَبِسُ بِهِ اْلاَلــْسِنَةُ. وَ لاَ يَـشْبَعُ مِنْهُ اْلعُلَمَاءُ. وَ لاَ يَخْلَقُ عَلَى كَثْرَةِ الرَّدِّ وَ لاَ تَـنْـقَضِى عَجَائِــبُهُ. هُوَ الَّذِيْ لَمْ تَـنْـتَهِ اْلجِنُّ اِذْ سَمِعَتْهُ حَتَّى قَالُوْا: اِنَّا سَمِعْنَا قُرْانًا عَجَباً يـَهْدِيْ اِلَى الرُّشْدِ، مَنْ قَالَ بِهِ صُدِّقَ. وَ مَنْ عَمِلَ بِهِ أجـِرَ، وَ مِنْ حَكَمَ بِهِ عَدَلَ، وَ مَنْ دَعَا اِلَـيْهِ هُدِيَ اِلىَ صِرَاطٍ مُسْتَـقِيْمٍ. الترمذى
Dari Ali RA ia berkata, saya pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda : "Ketahuilah, sesungguhnya ~dikalangan ummat~ akan ada fitnah". Maka aku berkata : "Apa jalan keluar darinya, ya Rasulullah ?" Beliau SAW bersabda : "Kitab Allah, di dalamnya ada berita dari apa-apa yang sebelum kamu, khabar segala apa yang ~terjadi~ sesudah kamu. Dan hukum apa yang terjadi diantaramu. Dan ia memisahkan antara yang benar dan yang salah, dan bukannya permainan. Barangsiapa yang meninggalkannya karena sombong ~merasa perkasa~ niscaya Allah membinasakannya; barangsiapa yang mencari petunjuk selain dari padanya, tentu Allah menyesatkannya; dan itulah tali Allah yang kokoh kuat, peringatan yang bijaksana, dan itulah jalan yang lurus. Dia tidak dapat digelincirkan oleh hawa nafsu, dan tidak pula dapat dicampuri oleh ucapan manusia, dan tidak akan merasa kenyang para ahli ilmu dari padanya, dan tidak akan hancur karena banyaknya tolakan, dan tidak akan habis-habisnya keajaiban-keajaibannya, pula bangsa jin tidak henti-hentinya tatkala mendengarnya mengatakan : "Sesungguhnya kami mendengar bacaan yang sangat mengherankan, yang menunjukkan (memimpin) kepada jalan yang benar. Barangsiapa yang berkata dengannya, tentu dibenarkan, dan barangsiapa yang beramal dengannya, tentu diberi pahala; dan barangsiapa yang menghukumi dengannya, tentu adil, dan barangsiapa yang mengajak kepadanya tentu diberi petunjuk ke jalan yang lurus". [HR Tirmidzi]
Mungkin timbul pula pertanyaan : "Apakah Imam-imam Madzhab itu menyuruh Ummat Islam mengikuti mereka ?".
Jawabnya : Imam-imam itu tidak menyuruh atau menganjurkan agar murid-murid dan pengikutnya mengikuti mereka, bahkan beliau-beliau itu berpesan dan berwashiat : Supaya ummat Islam itu, mengambil agama itu dari sumbernya, yaitu dari Al-Qur'an dan Hadits Nabi SAW.
Pesan-pesan Imam Madzhab kepada Ummat Islam :
Imam Abu Hanifah berkata :
اُتــْرُكُوْا قَوْلــِى لِقَوْلِ اللهِ وَ رَسُوْلــِهِ وَ الصَّحَابَةِ.
Tinggalkanlah perkataan (pendapatku) yang berlawanan dengan firman Allah dan Sabda Rasul-Nya dan perkataan shahabat.
لاَ يَحِلُّ ِلاَحَدٍ اَنْ يَقُوْلَ بِقَوْلـــِنَا حَتَّى يَعْلَمَ مِنْ اَيــْنَ قُلْنَاهُ.
Tidak halal bagi seseorang yang berkata dengan perkataan kami hingga mengetahui dari mana kami mengatakannya.
حَرَامٌ عَلَى مَنْ لَمْ يَعْرِفْ دَلِـيـْلِى اَنْ يُفْتِيَ كَلاَمِى.
Haram atas orang yang belum mengetahui dalil (alasan) fatwaku untuk berfatwa dengan perkataanku.
اِنَّهُ قِيْلَ ِلاَبِى حَنِيْفَةَ: اِذَا قُلْتَ قَوْلاً وَ كِـتَابُ اللهِ يُخَالِفُهُ ؟ قَالَ: اُتْرُكُـوْا قَوْلــِى بِكِـتَابِ اللهِ. فَقِيْلَ لَهُ: اِذَا كَانَ خَبَرُ الرَّسُوْلِ يُخَالِفُهُ ؟ قَالَ: اُتْرُكُوْا قَوْلــِى بِخَبَرِ الرَّسُوْلِ ص. فَقِيْلَ لَهُ: اِذَا كَانَ قَوْلُ الصَّحَابِيِّ يُخَالِفُهُ ؟ قَالَ: اُتْرُكُوْا قَوْلــِى بِقَوْلِ الصَّحَابِيِّ.
Bahwasanya Imam Abu Hanifah pernah ditanya : "Bagaimana apabila engkau mengatakan suatu pendapat, sedangkan Kitab Allah menyalahkannya ?" Beliau menjawab : "Tinggalkanlah pendapatku dan ikutilah Kitab Allah". Lalu beliau ditanya lagi : "Bagaimana kalau hadits Rasulullah SAW menyalahkannya ?" Beliau menjawab: 'Tinggalkanlah pendapatku dan ikutilah hadits Rasulullah SAW ?" Dan beliau ditanya lagi : "Bagaimana kalau perkataan shahabat menyalahkannya ?". Beliau menjawab : "Tinggalkanlah pendapatku dan ikutilah perkataan shahabat itu''.
اِنْ كَانَ قَوْلــِى يُخَالِفُ كِـتَابَ اللهِ وَ خَبَرَ الرَّسُوْلِ فَاتْرُكُوْا قَوْلــِى.
Jika pendapatku menyalahi Kitab Allah dan Sunnah Rasul, maka tinggalkanlah pendapatku itu.
Dan beliau (Imam Abu Hanifah) apabila memberi fatwa tentang suatu perkara, mengatakan :
هذَا رَأْيُ النُّعْمَانِ بـْنِ ثَابِتٍ وَ هُوَ اَحْسَنُ مَا قَدَّرْنَا عَلَـيْهِ. فَمَنْ جَاءَ بِأَحْسَنَ مِنْهُ فَهُوَ اَوْلَى بِالصَّوَابِ.
Ini pendapat An-Nu'man bin Tsabit (Imam Abu Hanifah), dan ini sebaik-baik yang telah kami pertimbangkan. Barang siapa yang datang dengan membawa yang lebih baik dari padanya, maka itulah yang lebih pantas dengan kebenaran.
Perkataan-perkataan Imam Abu Hanifah di atas jelas memberikan pengertian kepada kita bahwa beliau tidak suka dan melarang ummat Islam bertaqlid kepada pendapat (madzhab) beliau.
Imam Malik berkata :
اِنَّمَا اَنــَا بَشَرٌ اُخْطِئُ وَ اُصِيْبُ فَانْظُرُوْا فِى رَأْيِى فَكُـلُّ مَا وَافَقَ اْلكِتَابَ وَ السُّنَّةَ فَخُذُوْهُ وَ كُـلُّ مَا لَمْ يُوَافِقِ اْلكِتَابَ وَ السُّنَّةَ فَاتْرُكُوْهُ.
Aku ini hanya seorang manusia yang boleh jadi salah, dan boleh jadi betul. Oleh karena itu, perhatikanlah pendapatku. Tiap-tiap yang cocok dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul, ambillah dia dan tiap-tiap yang tidak cocok dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul, maka tinggalkanlah.
كُلُّ اَحَدٍ يُؤْخَذُ مِنْ كَلاَمِهِ وَيـُرَدُّ عَلَـيْهِ اِلاَّ صَاحِبَ هذَا اْلقَبْرِ. وَ يُشِيْرُ اِلَى الرَّوْضَةِ الشَّرِيْفَةِ. وَ فِى رِوَايَةٍ: كُلُّ كَلاَمٍ مِنْهُ مَقْبُوْلٌ وَ مَرْدُوْدٌ اِلاَّ كَلاَمَ صَاحِبِ هذَا اْلقَبْرِ.
Setiap orang boleh diambil perkataannya dan boleh pula ditolak, kecuali perkataan penghuni qubur ini (beliau sambil menunjuk kearah makam yang mulia (makam Nabi SAW). Dan dalam riwayat lain : "Semua perkataan orang itu boleh diterima dan boleh ditolak, kecuali perkataan penghuni qubur ini".
اِنَّمَا اَنــَا بَشَرٌ اُخْطِئُ وَ اُصِيْبُ فَاَعْرِضُوْا قَوْلــِى عَلَى اْلكِتَابِ وَ السُّنَّةِ
Sesungguhnya aku ini hanya manusia biasa, yang boleh jadi benar dan boleh jadi salah, maka dari itu bandingkanlah pendapatku itu kepada kitab dan sunnah.
لَــيْسَ كُـلَّمَا قَالَ رَجُلٌ قَوْلاً وَ اِنْ كَانَ لَهُ فَضْلٌ يُتْبَعُ عَلَـيْهِ.
Tidak setiap pendapat yang dikatakan oleh seseorang itu harus diikut, walaupun dia mempunyai kelebihan.
Beliau pernah berpesan kepada Ibnu Wahab, katanya :
يَا عَبْدَ اللهِ، مَا عَلِمْتَهُ فَقُلْ بِهِ وَ دُلَّ عَلَـيْهِ. وَمَا لَمْ تَعْلَمْ فَاسْكُتْ عَنْهُ. وَ اِيـَّاكَ اَنْ تُقَلِّدَ النَّاسَ قِلاَدَةَ سُوْءٍ.
Wahai Abdullah, apa-apa yang telah kau ketahui, maka katakanlah dengannya dan tunjukkanlah dasarnya, dan apa-apa yang engkau belum mengetahuinya, maka hendaklah engkau diam darinya, dan jauhkanlah dirimu dari bertaqlid kepada orang dengan taqlid yang buruk.
Perkataan-perkataan Imam Malik di atas, jelas menunjukkan bahwa orang beragama itu jangan bertaqlid saja kepada pendapat orang, termasuk bertaqlid kepada pendapat beliau sendiri, karena beliau itupun manusia biasa yang fatwa atau pendapatnya bisa juga benar, dan bisa juga salah. Tetapi hendaknya mengikut kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.
Imam Syafi'i berkata :
لاَ قَوْلَ ِلاَحَدٍ مَعَ سُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ ص.
Tidak boleh diterima perkataan seseorang jika berlawanan dengan sunnah Rasulullah SAW.
اِذَا صَحَّ اْلحَدِيْثُ فَهُوَ مَذْهَبِى.
Apabila telah shah satu hadits, maka itulah madzhabku.
اِذَا صَحَّ خَبَرٌ يُخَالِفُ مَذْهَبِى فَاتَّبِعُوْهُ وَاعْلَمُوْا اَنــَّهُ مَذْهَبِى.
Apabila sah khabar dari Nabi SAW yang menyalahi madzhabku, maka ikutlah khabar itu, dan ketahuilah bahwa itulah madzhabku.
كُـلُّ مَسْأَلــَةٍ تَكَــلَّمْتُ فِيْهَا صَحَّ اْلخَبَرُ فِيْهَا عَنِ النَّبِيِّ ص عِنْدَ اَهْلِ النَّقْلِ بِخِلاَفِ مَا قُـلْتُ، فَاَنــَا رَاجِعٌ عَنْهَا فِى حَيَاتِى وَ بَعْدَ مَمَاتِى.
Tiap-tiap masalah yang pernah saya bicarakan, kemudian ada hadits yang riwayatnya sah dari Rasulullah SAW dalam masalah itu di sisi ahli hadits dan menyalahi fatwaku, maka aku ruju' (tarik kembali) dari fatwaku itu diwaktu aku masih hidup maupun sesudah mati.
اِذَا وَجَدْتُمْ فِى كِـتَابِى خِلاَفَ سُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ ص فَقُوْلُـوْا بِسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ.
Apabila kalian dapati di dalam kitabku sesuatu yang menyalahi sunnah Rasulullah SAW, maka hendaklah kalian berkata dengan sunnah Rasulullah SAW (dan tinggalkanlah perkataanku).
اِذَا وَجَدْتُمْ قَوْلـِى يُخَالِفُ قَوْلَ رَسُوْلِ اللهِ ص فَاضْرِبُـوْا بِقَوْلــِى عُرْضَ اْلحَائِطِ.
Apabila kalian mendapati pendapatku menyalahi perkataan Rasulullah SAW, maka lemparkanlah pendapatku ketepi dinding.
مَا قُلْتُ وَكَانَ النَّبِيُّ ص قَدْ قَالَ بِخِلاَفِ قَوْلــِى فَمَا صَحَّ مِنْ حَدِيْثِ النَّبِيِّ ص اَوْلَى وَ لاَ تُقَلِّدُوْنــِى.
Apasaja yang telah aku katakan, apabila Nabi SAW telah mengatakan dengan menyalahi perkataanku, maka apa yang telah shah dari hadits Nabi SAW itulah yang lebih pantas (untuk diambil), dan janganlah kalian bertaqlid kepadaku.
اِذَا صَحَّ اْلحَدِيْثُ عَلَى خِلاَفِ قَوْلـــِى فَاضْرِبُوْا قَوْلــِى بِاْلحَائِطِ وَاعْمَلُوْا بِاْلحَدِيْثِ الضَّابِطِ.
Apabila telah sah suatu hadits dan menyalahi pendapatku, maka buanglah pendapatku ke arah dinding, dan amalkanlah olehmu dengan hadits yang kokoh kuat itu.
كُلُّ شَيْئٍ خَالَفَ اَمْرَ رَسُوْلِ اللهِ ص سَقَطَ، وَلاَ يَقُوْمُ مَعَهُ رَأْيٌ وَلاَ قِيَاسٌ
Tiap-tiap sesuatu yang menyalahi perintah Rasulullah SAW jatuhlah ia, dan tidak bisa digunakan bersamanya pendapat dan tidak pula qiyas.
Kata Imam Syafi'i kepada Abu Ishaq :
يـَا اَبـَا اِسْحَاقَ لاَ تُـقَـلّـِدْنِى فِى كُلِّ مَا اَقُوْلُ وَ انْظُرْ فِى ذَالِكَ لـِنَـفْسِكَ فَاِنَّهُ دِيْـنٌ.
Hai Abu Ishaq, janganlah kamu bertaqlid kepadaku pada setiap apa yang aku katakan, dan perhatikanlah yang demikian itu untuk dirimu, karena ia itu agama.
Perkataan-perkataan Imam Syafi'i di atas adalah jelas melarang orang bertaqlid kepada madzhab beliau, dan memerintahkan supaya orang beragama itu mengikut kepada kitab Allah dan sunnah Nabi SAW.
Imam Ahmad bin Hanbal berkata :
لاَ تُـقَـلِّدْنِى وَ لاَ مَالِكًا وَ لاَ الشَّافِعِيَّ وَ لاَ اْلاَوْزَاعِيَّ وَ لاَ الثَّوْرِيَّ وَ خُذْ مِنْ حَيْثُ اَخَذُوْا.
Jangan engkau bertaqlid kepadaku, jangan kepada Malik, jangan kepada Syafi'i dan jangan kepada Al-Auza'i dan jangan kepada Ats-Tsauri, tetapi ambillah (agamamu) dari tempat mereka mengambilnya (yaitu Al-Qur'an dan Hadits).
مِنْ قِلَّةِ فِقْهِ الرَّجُلِ اَنْ يُـقَـلِّـدَ دِيْـنَهُ الرِّجَالَ.
Diantara tanda sedikitnya pengertian seseorang itu ialah bertaqlid kepada orang lain tentang urusan agama.
لاَ تُـقَـلِّـدْ دِيـْنَكَ اَحَدًا.
Janganlah engkau bertaqlid terhadap seseorang tentang agamamu.
لاَ تُـقَـلِّـدْ دِيـْنَكَ اَحَدًا مِنْ هؤُلاَءِ. مَا جَاءَ عَنِ النَّبِيِّ وَ اَصْحَابِهِ فَخُذْ بِهِ.
Janganlah kamu bertaqlid tentang agamamu kepada seseorang di antara mereka (para ulama), tetapi apa yang datang dari Nabi SAW dan shahabatnya, maka ambillah dia.
اُنــْظُرُوْا فِى اَمْرِ دِيـْنِكُمْ. فَاِنَّ التَّـقْـلِــيْدَ لِغَيْرِ اْلمَعْصُوْمِ مَذْمُوْمٌ وَ فـِيْهِ عُمْيٌ لِلْبَصِيْرَةِ
Hendaklah kamu memperhatikan tentang urusan agamamu, karena sesungguhnya taqlid kepada orang yang tidak ma'shum itu tercela, dan padanya ada kebutaan bagi kecerdikan pandangan.
لاَ تُقَلِّدْ دِيْـنَكَ الرِّجَالَ. فَإِنَّـهُمْ لَمْ يَسْلَمُوْا اَنْ يَغْلُطُوْا.
Janganlah kamu bertaqlid kepada orang-orang tentang agamamu, karena sesungguhnya mereka itu tidak terjamin dari kesalahan.
Perkataan-perkataan Imam Ahmad bin Hanbal di atas jelas melarang orang-orang untuk bertaqlid, baik bertaqlid kepada madzhab beliau sendiri maupun kepada imam-imam atau ulama-ulama yang lain.
Itulah antara lain ucapan-ucapan dari beliau-beliau para imam itu, dengan jujur melarang siapa saja untuk mengikuti pendapat/madzhab mereka.
Dan masih banyak pula ucapan-ucapan dan pesan-pesan beliau-beliau itu yang lain, dan semuanya melarang siapa saja, kapan saja dan dimana saja menurut secara buta pendapat mereka, tetapi hendaknya dalam beragama ini selalu mengikuti sumber agama yang asli, yakni Al-Qur'an dan Sunnah.
Setelah kita mengetahui apa-apa yang dipesankan atau dikatakan oleh para imam itu, jelaslah bagi kita bahwa orang yang berpendapat; wajib orang Islam itu mengikuti salah satu madzhab dan menganggap bahwa orang yang tidak bermadzhab itu seolah-olah sesat, berdosa dan sebagainya, adalah nyata-nyata menyalahi Al-Qur'an, menyalahi sabda-sabda Nabi SAW. dan menyalahi pula pesan dan perkataan atau pendapat para Imam Rahimahumullah itu sendiri.
Dan sudah sama dimaklumi dan diyaqini bahwa shahabat-shahabat Nabi dan orang-orang yang lahir sebelum lahirnya para imam itu tidak ada seorangpun yang bermadzhab, bahkan sama sekali tidak mengenalnya.
Dan Imam Syafi'i sendiri tidak bermadzhab Maliki atau Hanafi . Begitu pula Imam Ahmad bin Hanbal tidak bermadzhab Hanafi atau Syafi'i atau Maliki. Dan juga Imam Malik dan Abu Hanifah tidak bermadzhab Syafi'i.
Marilah kita berfikir secara wajar karena Allah selalu mendidik kita supaya berfikir dengan wajar. Firman-Nya :
اَفَلاَ تَــعْـقِـلُوْنَ ؟ البقرة:44 اَفَلاَ تـَـتَــفَكَّرُوْنَ ؟ الانعام:50
Tidakkah kamu berfikir ? Tidakkah kamu berakal ?
MTA 29/09, 20/10 1996
Tidak ada komentar:
Posting Komentar