Tamu dari Kindah.
Diantara tamu yang datang menghadap Nabi SAW ialah utusan dari Kindah, yang terdiri dari 80 orang, yang dipimpin oleh Asy’ats bin Qais, ia seorang yang terhormat dan berpengaruh besar di kalangan kaumnya. Mereka datang menghadap Nabi SAW memakai jubah hibarah (kain buatan Yaman) yang bagian pinggirnya bersulam sutera. Mata mereka bercelak, rambut mereka sampai pundak.
Setelah mereka masuk kepada Nabi SAW, mereka sengaja menyembunyikan sesuatu yang akan mereka tanyakan kepada Nabi SAW. Kemudian mereka berkata kepada Nabi SAW, “Beritahukanlah kepada kami, apa yang kami sembunyikan”.
Mendengar perkataan mereka yang demikian itu, maka Nabi SAW menjawab :
سُبْحَانَ اللهِ، اِنَّمَا يَفْعَلُ ذلِكَ بِاْلكَاهِنِ، وَ اِنَّ اْلكَاهِنَ وَ اْلكَهَانَةَ وَ التَّكَهُّنَ فِى النَّارِ. الحلبية 3: 319
Maha Suci Allah, sesungguhnya perbuatan yang demikian itu hanyalah dilakukan terhadap dhukun, dan sesungguhnya dukun, pedukunan dan yang berdukun itu di neraka. [Al-Halabiyah juz 3, hal. 319]
Mereka berkata, “Bagaimanakah kami dapat mengetahui bahwa engkau betul-betul utusan Allah ?”.
Kemudian Nabi mengambil segenggam batu-batu kecil sambil bersabda :
هذَا يَشْهَدُ اَنّى رَسُوْلُ اللهِ. الحلبية 3: 319
Ini mengakui bahwa aku ini Rasulullah. [Al-Halabiyah juz 3, hal. 319]
Maka batu-batu kecil yang berada di tangan beliau itu membaca tasbih (Subhaanallooh). Kemudian mereka berkata :
Kami mengakui bahwa engkau Rasulullah نَشْهَدُ اَنَّكَ رَسُوْلُ اللهِ
[Al-Halabiyah juz 3, hal. 319]
Kemudian Nabi SAW bersabda :
اِنَّ اللهَ بَعَثَنِى بِاْلحَقّ وَ اَنْزَلَ عَلَيَّ كِتَابًا لاَ يَأْتِيْهِ اْلبَاطَلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَ لاَ مِنْ خَلْفِهِ.
Sesungguhnya Allah telah mengutus aku dengan sebenarnya, dan Dia telah menurunkan kepadaku sebuah kitab yang tidak akan didapati kesalahan di depannya dan di belakangnya.
Kemudian mereka berkata kepada Nabi SAW, “Perdengarkanlah kepada kami sebagian dari isi kitab itu”.
Mendengar permintaan mereka itu Nabi SAW lalu membacakan ayat :
وَ الصَّفَّاتِ صَفًّا(1) فَالزَّاجِرَاتِ زَجْرًا(2) فَالتَّالِيَاتِ ذِكْرًا(3) اِنَّ اِلَهُكُمْ لَوَاحِدٌ(4) رَبُّ السَّموتِ وَ اْلاَرْضِ وَ مَا بَيْنَهُمَا وَ رَبُّ اْلمَشَارِقِ(5) الصفات: 1-5
Demi (rombongan) yang bershaff-shaff dengan sebenar-benarnya, dan demi (rombongan) yang melarang dengan sebenar-benarnya (dari perbuatan ma’shiyat), dan demi (rombongan) yang membacakan pelajaran. Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Esa. Tuhan langit dan bumi dan apa yang berada diantara keduanya, dan Tuhan tempat-tempat terbit matahari. [QS. Ash-Shaffaat : 1-5]
Setelah membaca ayat-ayat ini, kemudian beliau diam dan tak bergerak sedikitpun, lalu beliau menangis sampai air mata beliau membasahi jenggot beliau. Melihat yang demikian itu, mereka lalu bertanya kepada Nabi SAW, “Kenapa engkau menangis, apakah engkau takut kepada yang mengutus engkau ?”.
Nabi SAW menjawab :
اِنَّ خَشْيَتِى مِنْهُ اَبْكَتْنِى بَعَثَنِى عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيْمٍ فِى مِثْلِ حَدّ السَّيْفِ اِنْ زِغْتُ عَنْهُ هَلَكْتُ. الحلبية 3: 319
Sesungguhnya ketakutanku kepada-Nya yang menyebabkan aku menangis. Dia telah mengutus aku di atas jalan yang lurus, dalam keadaan seperti tajamnya pedang. Jika aku menyeleweng dari padanya, tentu aku binasa. [Al-Halabiyah juz 3, hal. 319]
Kemudian Nabi SAW membacakan ayat yang berbunyi :
وَ لَئِنْ شِئْنَا لَنَذْهَبَنَّ بِالَّذِيْ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ ثُمَّ لاَ تَجِدُ لَكَ بِهِ عَلَيْنَا وَكِيْلاً(86) اِلاَّ رَحْمَةً مّنْ رَّبّكَ، اِنَّ فَضْلَه كَانَ عَلَيْكَ كَبِيْرًا(87)
Dan sesungguhnya jika Kami (Allah) menghendaki, niscaya Kami lenyapkan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan dengan pelenyapan itu kamu tidak akan mendapatkan seorang pembela pun terhadap Kami. Kecuali karena rahmat dari Tuhanmu. Sesungguhnya karunia-Nya atasmu adalah besar. (QS. Al-Israa’ : 86-87) (Nuurul Yaqiin hal. 239]
Sesudah itu Nabi SAW bertanya kepada mereka :
اَلَمْ تُسْلِمُوْا Belum maukah kalian masuk Islam ?
Mereka menyahut :
بَلَى Ya, kami masuk Islam.
Nabi SAW bersabda :
فَمَا بَالُ هذَا اْلحَرِيْرِ فِى اَعْنَاقِكُمْ؟
Untuk apa kain-kain sutera yang di leher-leher kalian ini ?.
Seketika itu mereka merobek-robek sutera yang ada di kuduk mereka, lalu mereka membuangnya.
Kemudian mereka berkata, “Ya Rasulullah, kami ini keturunan ‘Aakilul Muraar, sedangkan engkau juga keturunan ‘Aakilul Muraar.
Nabi SAW menjawab :
لاَ، نَحْنُ بَنُوا النَّضْرِ بْنِ كِنَانَةَ لاَ نَقِفُ اُمَّنَا وَ لاَ نَنْتَفِى مِنْ آبَائِنَا، الحلبية 3: 320
Tidak, tetapi kami adalah keturunan Nadlar bin Kinanah, kami tidak mengikut nasab ibu kami dan tidak meniadakan nasab dari ayah-ayah kami. [Al-Halabiyah juz 3, hal. 320]
Demikianlah riwayat tentang tamu dari Kindah, kemudian mereka kembali kepada kaum mereka dengan membawa seruan Islam.
Tamu dari Azdi Syanuah
Diantara tamu yang datang kepada Nabi SAW ialah serombongan utusan dari qabilah Azdi Syanuah yang dipimpin oleh seorang yang bernama Shurad bin ‘Abdullah Al-Azdiy. Setelah Shurad menghadap Nabi SAW, lalu dia dan rombongannya masuk Islam. Kemudian Nabi SAW menetapkan Shurad sebagai pemimpin mereka, dan Nabi memerintahkan kepada mereka agar memerangi kaum musyrik yang berdekatan dengan qabilah-qabilah mereka di Yaman.
Sekembali mereka dari Madinah, mereka lalu berangkat ke kota Jurasy, yaitu suatu kota tertutup yang penduduknya sebagian besar orang-orang dari qabilah-qabilah Yaman. Tiba-tiba kaum Khats’am menggabungkan diri dengan mereka, karena mendapat berita bahwa Shurad dan rombongannya akan menggempur kota tersebut.
Setelah Shurad dan rombongannya sampai di kota Jurasy, lalu mereka mengepung kota tersebut hampir sebulan lamanya. Namun demikian kota itu belum bisa mereka taklukkan, akhirnya mereka meninggalkan kota itu. Ketika mereka sampai di sebuah gunung yang bernama Syakar, penduduk Jurasy mengira bahwa mereka sudah mengundurkan diri, karena merasa kalah. Lalu mereka mengejar dan mencari rombongan Shurad.
Akhirnya mereka bertemu di gunung Syakar, maka terjadilah pertempuran dahsyat antara mereka dengan kaum muslimin yang dipimpin oleh Shurad, sehingga banyak korban dari kedua belah pihak.
Ketika pertempuran terjadi, penduduk kota Jurasy sedang mengirimkan dua utusan ke Madinah kepada Nabi SAW untuk menyelidiki dan melihat keadaan beliau yang sebenarnya. Ketika kedua utusan itu berada di hadapan Nabi SAW, tiba-tiba Nabi SAW bertanya kepada mereka :
بِاَيّ بِلاَدِ اللهِ شَكَرٌ ؟
Dimanakah negeri Allah yang bernama Syakar ?.
Kedua utusan itu lalu berdiri dan berkata, “Ya Rasulullah, di negeri kami ada sebuah gunung yang terkenal dengan nama Kasyar”.
Mendengar jawaban itu Nabi SAW lalu menjawab :
اِنَّهُ لَيْسَ بِكَشَرٍ وَ لَكِنَّهُ شَكَرٌ
Sesungguhnya nama gunung itu bukan Kasyar, tetapi Syakar.
Keduanya bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana keadaan gunung itu ?”.
Nabi SAW bersabda :
اِنَّ بُدْنَ اللهِ لَتُنْحَرُ عِنْدَهُ اْلآنَ. الحلبية 3: 320
Sesungguhnya unta-unta Allah sedang disembelih di dekat gunung itu sekarang ini. [Al-Halabiyah juz 3, hal. 320]
Ketika itu keduanya duduk di dekat Abu Bakar atau ‘Utsman. Kemudian shahabat Nabi itu memberitahukan kepada keduanya, “Sesungguhnya Rasulullah SAW memberitahukan kepada kalian tentang kebinasaan yang sedang menimpa kaum kalian, maka berdirilah kepada Rasulullah SAW, mohonlah supaya beliau memohon kepada Allah untuk menghilangkan malapetaka itu.
Setelah mereka mendengar penjelasan shahabat Nabi itu, maka keduanya lalu bangun dan memohon kepada Nabi SAW supaya beliau mendoakan kepada Allah, agar malapetaka yang sedang menimpa kaumnya itu dihilangkan. Seketika itu Nabi SAW lalu berdoa :
Ya Allah, hilangkanlah malapetaka itu dari mereka. اَللّهُمَّ ارْفَعْ عَنْهُمْ
Kemudian kedua utusan itu pulang kepada kaumnya. Dan pada hari dan waktu yang disebutkan Rasulullah SAW tersebut, ternyata kaum mereka sedang ditimpa bahaya
Setelah kedua orang tersebut menerangkan kepada kaumnya tentang keadaan Rasulullah SAW itu, lalu berangkatlah serombongan utusan kaum Jurasy ke Madinah untuk menghadap Nabi SAW, kemudian mereka seluruhnya masuk Islam.
Nabi SAW menyambut keislaman mereka dengan sabdanya :
مَرْحَبًا بِكُمْ، اَحْسَنُ النَّاسِ وُجُوْهًا وَ اَصْدَقُهُ لِقَاءً وَ اَطْيَبُهُ كَلاَمًا وَ اَعْظَمُهُ اَمَانَةً. اَنْتُمْ مِنّى وَ اَنَا مِنْكُمْ وَ حَمَى لَهُمْ حَمَى حَوْلَ بَلَدِهِمْ. الحلبية 3: 321
Berbahagialah kalian, orang-orang yang paling baik wajahnya, manusia yang paling baik pertemuannya, manusia yang paling baik perkataannya dan manusia yang paling besar kepercayaannya. Kalian dari golonganku dan aku dari golongan kalian. Memelihara mereka, berarti memelihara sekeliling negeri mereka. [Al-Halabiyah juz 3, hal. 319]
Demikianlah riwayat tentang kedatangan utusan kaum Azdi Syanuah dengan keislaman mereka, dan keislaman kaum Jurasy.
Utusan Farwah bin ‘Amr Al-Judzamiy
Diantara utusan yang datang menghadap Nabi SAW ialah utusannya Farwah bin ‘Amr Al-Judzamiy. Farwah bin ‘Amr adalah seorang wali negeri Mu’an dan sekitarnya dari negeri Syam dibawah pemerintahan kerajaan Romawi.
Farwah mengirimkan sepucuk surat kepada Nabi SAW yang dibawa oleh utusannya. Surat itu berisi pernyataan bahwa dia masuk Islam dan telah meninggalkan agama Nashrani.
Surat tersebut sebagai berikut :
اِلىَ مُحَمَّدٍ رَسُوْلِ اللهِ.
اِنّى مُقِرٌّ بِاْلاِسْلاَمِ مُصَدّقٌ بِهِ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ. اَنْتَ الَّذِى بَشَّرَ بِهِ عِيْسَى بْنُ مَرْيَمَ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَ السَّلاَمُ. منهاج الصالحين 772
Kepada Muhammad Rasulullah.
Sesungguhnya aku mengakui agama Islam dan mempercayainya. Aku bersaksi bahwasanya tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah. Engkaulah orang yang dikhabarkan dengan khabar gembira oleh ‘Isa bin Maryam AS. [Minhaajush Shaalihiin hal. 772]
Dan bersama dengan surat itu ia mengirimkan pula bermacam-macam hadiah kepada Nabi SAW, diantaranya seekor baghal putih bernama Fidldlah, seekor keledai yang dinamakan Ya’fur, seekor kuda yang dinamakan Dharab, dan bermacam-macam pakaian dan tenda-tenda yang dihiasi dan disulam dengan emas.
Setelah surat dan hadiah itu diterima oleh Nabi SAW, lalu beliau membalas surat Farwah bin ‘Amr tersebut, dan beliau titipkan kepada utusan tersebut. Adapun surat Nabi tersebut sebagai berikut :
مِنْ مُحَمَّدٍ رَسُوْلِ اللهِ اِلىَ فَرْوَةَ بْنِ عَمْرٍو.
اَمَّا بَعْدُ: فَقَدْ قَدِمَ عَلَيْنَا رَسُوْلُكَ وَ بَلَّغَ مَا اَرْسَلْتَ بِهِ. وَ خَبَّرَ عَمَّا قِبَلَكُمْ. وَ اَتَانَا بِاِسْلاَمِكَ. وَ اِنَّ اللهَ قَدْ هَدَاكَ بِهُدَاهُ. اِنْ اَصْلَحْتَ وَ اَطَعْتَ اللهَ وَ رَسُوْلَ اللهِ وَ اَقَمْتَ الصَّلاَةَ وَ آتَيْتَ الزّكَاةَ. منهاج الصالحين 772
Dari Muhammad Rasulullah kepada Farwah bin ‘Amr.
Adapun sesudah itu : Sesungguhnya telah datang kepada kami utusan engkau, dan dia telah menyampaikan apa-apa yang engkau kirimkan, dia telah mengkhabarkan apa yang terjadi pada kalian, dan dia telah memberitakan tentang keislaman engkau. Dan sesungguhnya Allah memberi petunjuk kepada engkau dengan petunjuk-Nya, jika engkau berbuat baik dan thaat kepada Allah dan Rasulullah, mendirikan shalat dan menunaikan zakat. [Minhaajush Shaalihiin hal. 772]
Karena Farwah adalah seorang pembesar negara, maka segera tersiarlah berita keislamannya ke segenap penjuru masyarakatnya. Berita ini pun sampai pula ke telinga raja Romawi (Hiraqla). Maka ia segera bertindak dengan memerintahkan beberapa tentaranya untuk menangkap Farwah, kemudian supaya dimasukkan ke dalam penjara. Akhirnya Farwah ditangkap dan dipenjarakan. Karena petunjuk Allah demikian meresap dan mendarah daging, maka sedikitpun ia tidak gentar menghadapi ujian yang berat itu.
Ketika Farwah diperiksa oleh pejabat kerajaan Romawi, dia menjawab dengan terus terang bahwa dia telah masuk Islam, karena kesadarannya sendiri, bukan karena paksaan dan tekanan orang lain. Oleh karena itu pihak kerajaan mengancam dengan hukuman mati.
Kemudian Farwah disuruh memilih dari dua tawaran yang diberikan kepadanya, yaitu : keluar dari agama Muhammad sehingga tetap menjadi pembesar negeri Mu’an, atau dijatuhi hukuman mati dan disalib.
Tawaran yang demikian dijawab oleh Farwah dengan tegas :
لاَ اُفَارِقُ دِيْنَ مُحَمَّدٍ. فَاِنَّكَ تَعْلَمُ اَنَّ عِيْسَى عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَ السَّلاَمُ بَشَّرَ بِهِ. لَكِنَّكَ تَضِنُّ بِمُلْكِكَ. الحلبية 3: 322
Aku tidak akan memisahkan diri dari agama Muhammad, karena engkau sendiri telah mengetahui, bahwa Nabi ‘Isa AS telah memberi khabar gembira dengan kedatangannya, tetapi engkau merasa khawatir akan hilangnya kerajaanmu. [Al-Halabiyah juz 3, hal. 322]
Akhirnya pada hari yang telah ditentukan, Farwah dipenggal lehernya dan disalib di dekat sebuah sungai yang bernama ‘Afraa di Palestina.
Utusan dari Tujaib.
Diantara utusan-utusan yang datang menghadap Nabi SAW ialah utusan dari Tujaib (satu qabilah dari Kindah) yang terdiri dari 13 orang. Mereka datang kepada Nabi SAW dengan membawa zakat harta benda mereka yang telah diwajibkan Allah atas mereka.
Nabi SAW menyambut kedatangan mereka dengan senang dan hormat. Mereka berkata kepada Nabi SAW :
يَا رَسُوْلَ اللهِ، اِنَّا سُقْنَا اِلَيْكَ حَقَّ اللهِ فِى اَمْوَالِنَا. الحلبية 3: 323
Ya Rasulullah, kami menghadap tuan dengan membawa haq Allah (zakat) yang ada pada harta kami. [Al-Halabiyah juz 3, hal. 323]
Nabi SAW menjawab :
رُدُّوْهَا فَاقْسِمُوْهَا عَلَى فُقَرَائِكُمْ.
Bawalah kembali harta zakat itu, kemudian bagi-bagikanlah kepada orang-orang miskin kalian.
Mereka menjawab :
مَا قَدّمْنَا عَلَيْكَ اِلاَّ بِمَا فَضَلَ عَنْ فُقَرَاءِنَا. الحلبية 3: 323
Kami tidak akan membawa harta zakat ini pada tuan, kecuali barang-barang yang sudah berlebih dari orang-orang miskin kami. [Al-Halabiyah juz 3, hal. 323]
Nabi SAW sangat senang mendengar perkataan mereka itu, maka Abu Bakar berkata :
يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَا قَدِمَ عَلَيْنَا وَفْدٌ مِنَ اْلعَرَبِ مِثْلُ هذَا اْلوَفْدِ. الحلبية
Ya Rasulullah, belum pernah ada utusan yang datang dari qabilah ‘Arab yang seperti utusan kaum Tujaib ini. [Al-Halabiyah juz 3, hal. 323]
Kemudian Nabi SAW bersabda :
اِنَّ اْلهُدَى بِيَدِ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ. فَمَنْ اَرَادَ بِهِ خَيْرًا شَرَحَ صَدْرَهُ لِـْلاِيْمَانِ. الحلبية 3: 323
Sesungguhnya petunjuk itu di tangan Allah ‘Azza wa Jalla. Maka barangsiapa yang Allah menghendaki kebaikan padanya, Dia membuka (melapangkan) dada orang itu kepada iman. [Al-Halabiyah juz 3, hal. 323]
Kemudian mereka masing-masing bertanya kepada Nabi SAW tentang Al-Qur’an dan sunnah-sunnah beliau, maka Nabi SAW bertambah senang kepada mereka.
Oleh karena itu Nabi SAW menyuruh Bilal supaya membuat jamuan yang baik, untuk mereka. Untuk sementara, mereka tinggal di Madinah untuk menambah ilmu pengetahuan mereka tentang Islam.
Ketika mereka akan pulang, para shahabat Nabi SAW bertanya kepada mereka mengapa mereka ingin cepat-cepat pulang. Mereka menjawab :
نَرْجِعُ اِلىَ مَنْ وَرَاءَنَا وَ نُخْبِرُهُمْ بِرُؤْيَةِ رَسُوْلِ اللهِ ص وَ تَلاَقِيْنَا اِيَّاهُ وَ مَا وَرَدَ عَلَيْنَا. الحلبية 3: 323
Kami harus kembali kepada orang-orang yang kami tinggalkan, untuk memberitahukan kepada mereka tentang keadaan Rasulullah SAW yang telah kami lihat sendiri dan pertemuan kami dengan beliau, serta jawaban beliau kepada kami. [Al-Halabiyah juz 3, hal. 323]
Ketika mereka akan meninggalkan Madinah, mereka menemui Nabi SAW untuk berpamitan kepada beliau. Kemudian Nabi SAW menyuruh Bilal untuk memberikan hadiah kepada mereka dengan hadiah yang lebih baik dari apa yang telah beliau berikan kepada utusan-utusan yang lain. Maka masing-masing mereka mendapat hadiah sebagaimana yang beliau perintahkan kepada Bilal. Kemudian beliau bertanya kepada mereka, “Apakah diantara kalian ada yang tertinggal ?”.
Mereka menjawab, “Ya, ada seorang pemuda yang kami tinggalkan di tempat penginapan kami, dia seorang yang termuda diantara kami”. Nabi SAW bersabda, “Suruhlah ia segera datang kepada kami.
Kemudian mereka kembali ke penginapan, lalu mereka menyuruh pemuda itu menghadap Nabi SAW dan supaya dia meminta apa-apa yang dia butuhkan kepada Nabi SAW, dan berpamitan kepada beliau.
Kemudian pemuda itu segera menghadap Nabi SAW, lalu berkata :
يَا رَسُوْلَ اللهِ، اَنَا مِنَ الرَّهْطِ الَّذِيْنَ اَتَوْكَ آنِفًا فَقَضَيْتَ حَوَائِجَهُمْ، فَاقْضِ حَاجَتِى. تَسْأَلُ اللهَ عَزَّ وَ جَلَّ اَنْ يَغْفِرَ لِى وَ يَرْحَمَنِى وَ يَجْعَلَ غِنَايَ فِى قَلْبِى. الحلبية 3: 324
Ya Rasulullah, saya ini adalah seorang anggota dari rombongan yang telah menghadap tuan tadi, dan tuan telah memberikan apa yang mereka butuhkan. Maka sudilah kiranya tuan memberi apa yang saya butuhkan. Yaitu agar tuan sudi memohonkan kepada Allah ‘Azza wa Jalla, semoga Dia mengampuniku dan mengasihaniku, dan semoga Dia menjadikan kekayaanku di dalam hatiku. [Al-Halabiyah juz 3, hal. 324]
Ketika itu Nabi SAW lalu berdoa :
اَللّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَ ارْحَمْهُ وَ اجْعَلْ غِنَاهُ فِى قَلْبِهِ. الحلبية 3: 324
Ya Allah, ampunilah dia, kasihanilah dia dan jadikanlah kekayaannya dalam hatinya. [Al-Halabiyah juz 3, hal. 324]
Kemudian Nabi SAW memerintahkan kepada pemuda itu, sebagaimana yang beliau perintahkan kepada teman-temannya. Sesudah itu pemuda tersebut berpamitan untuk meninggalkan Madinah bersama-sama temannya.
Utusan dari kaum Al-Azdi.
Diantara utusan yang menghadap Nabi SAW ialah utusan dari qabilah Al-Azdi yang terdiri dari 7 orang, diantara mereka ialah Suwaid bin Al-Harits.
Ketika datang kepada Nabi SAW mereka lalu masuk ke rumah Nabi dan berbicara kepada beliau. Melihat tingkah laku mereka itu, maka Nabi SAW agak tercengang, karena ada hal-hal yang mengherankan beliau. Maka Nabi SAW lalu bertanya kepada mereka :
مَنْ اَنْتُمْ ؟ Siapakah kalian ?.
Mereka menyahut, “Kami orang-orang yang beriman”. Mendengar jawaban mereka yang demikian tegas tersebut, beliau lalu tersenyum. Kemudian beliau bersabda :
اِنَّ لِكُلّ قَوْلٍ حَقِيْقَةً، فَمَا حَقِيْقَةُ قَوْلِكُمْ وَ اِيْمَانِكُمْ؟ البداية و النهاية 5: 99
Sesungguhnya bagi tiap-tiap perkataan itu harus ada buktinya, lalu apakah bukti perkataan dan keimanan kalian ?. [Al-Bidayah wan Nihayah juz 5, hal. 99]
Mereka menjawab :
خَمْسَ عَشْرَةَ خَصْلَةً. خَمْسٌ مِنْهَا اَمَرَتْنَا بِهَا رُسُلُكَ اَنْ نُؤْمِنَ بِهَا. وَ خَمْسٌ اَمَرْتَنَا اَنْ نَعْمَلَ بِهَا، وَ خَمْسٌ تَخَلَّقْنَا بِهَا فِى اْلجَاهِلِيَّةِ وَ نَحْنُ عَلَيْهَا اِلاَّ اَنْ تَكْرَهَ مِنْهَا شَيْئًا. الداية و النهاية 5: 99
“Lima belas perkara. Lima diantaranya pernah tuan perintahkan kepada kami dengan perantaraan utusan tuan supaya kami mempercayainya. Dan lima diantaranya telah tuan perintahkan kepada kami supaya kami mengerjakannya, dan lima perkara lagi yang biasa kami lakukan sejak masa jahiliyah yang masih kami lakukan sampai kini, kecuali jika tuan tidak menyukai salah satu diantara yang lima perkara itu”. [Al-Bidayah wan Nihayah juz 5, hal. 99]
Nabi SAW bertanya :
مَا اْلخَمْسُ الَّتِى اَمَرَتْكُمْ بِهَا رُسُلِى اَنْ تُؤْمِنُوْا بِهَا؟
Apakah lima perkara yang pernah aku perintahkan kepada kalian dengan perantaraan utusanku supaya kalian mempercayainya itu ?.
Mereka menjawab :
اَمَرْتَنَا اَنْ نُؤْمِنَ بِاللهِ وَ مَلاَئِكَتِهِ وَ كُتُبِهِ وَ رُسُلِهِ وَ اْلبَعْثِ بَعْدَ اْلمَوْتِ.
“Tuan telah memerintahkan kepada kami supaya kami percaya kepada Allah, kepada malaikat-malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada utusan-utusan-Nya dan kepada hari berbangkit sesudah mati”.
Kemudian Nabi SAW bertanya pula :
وَ مَا اْلخَمْسُ الَّتِى اَمَرْتُكُمْ اَنْ تَعْمَلُوْا بِهَا؟
Dan apa lima perkara yang telah aku perintahkan kepada kalian supaya kalian mengerjakannya ?.
Mereka menjawab :
اَمَرْتَنَا اَنْ نَقُوْلَ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَ نُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَ نُؤْتِيَ الزَّكَاةَ وَ نَصُوْمَ رَمَضَانَ وَ نَحُجَّ اْلبَيْتَ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلاً. البداية و النهاية 5: 99
Tuan telah memerintahkan kepada kami supaya kami mengucapkan “Laa ilaaha illallooh” (Tidak ada Tuhan selain Allah), supaya mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa di bulan Ramadlan, dan supaya kami mengerjakan hajji ke Baitullah bagi siapa yang mampu berjalan kepadanya”. [Al-Bidayah juz 5, hal. 99]
Nabi SAW bertanya lagi :
وَ مَا اْلخَمْسُ الَّتِى تَخَلَّقْتُمْ بِهَا فِى اْلجَاهِلِيَّةِ؟. البداية و النهاية 5: 99
Dan apakah lima perkara yang biasa kalian kerjakan di jaman jahiliyah ?.
Mereka menjawab :
اَلشُّكْرُ عِنْدَ الرَّخَاءِ وَ الصَّبْرُ عِنْدَ اْلبَلاَءِ وَ الرّضَى بِمَرّ اْلقَضَاءِ وَ الصّدْقُ فِى مَوَاطِنِ اللّقَاءِ وَ تَرْكُ الشَّمَاتَةِ بِاْلاَعْدَاءِ. البداية و النهاية Bersyukur di waktu lapang, bershabar diwaktu menerima cobaan, ridla menerima berlakunya ketentuan Allah, jujur di tempat-tempat pertemuan, dan meninggalkan perasaan senang apabila musuh tertimpa bencana. [Al-Bidayah wan Nihayah juz 5, hal. 99]
Setelah mendengar jawaban mereka itu, Nabi SAW lalu bersabda :
حُكَمَاءُ عُلَمَاءُ كَادُوْا مِنْ فِقْهِهِمْ اَنْ يَكُوْنُوْا اَنْبِيَاءَ
Mereka adalah orang-orang yang bijaksana dan mengerti, hampir-hampir mereka menjadi Nabi-nabi karena kepandaian mereka.
Kemudian Nabi SAW bersabda :
وَ اَنَا اَزِيْدُكُمْ خَمْسًا، فَتَتِمُّ لَكُمْ عِشْرُوْنَ خَصْلَةً. اِنْ كُنْتُمْ كَمَا تَقُوْلُوْنَ فَلاَ تَجْمَعُوْا مَا لاَ تَأْكُلُوْنَ، وَ لاَ تَبْنُوْا مَا لاَ تَسْكُنُوْنَ، وَ لاَ تَنَافَسُوْا فِى شَيْءٍ اَنْتُمْ عَنْهُ غَدًا تَزُوْلُوْنَ، وَ اتَّقُوا اللهَ الَّذِى اِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ وَ عَلَيْهِ تُعْرَضُوْنَ، وَ ارْغَبُوْا فِيْمَا عَلَيْهِ تَقْدَمُوْنَ وَ فِيْهِ تَخْلُدُوْنَ. البداية و النهاية 5: 99
Dan sekarang aku tambah lima macam lagi, agar sempurna bagi kalian menjadi dua puluh macam, yaitu : Jika kalian benar sebagaimana yang kalian katakan itu, maka janganlah kalian mengumpulkan apa-apa yang tidak akan kalian makan, janganlah kalian membangun apa-apa yang tidak akan kalian tempati, dan janganlah kalian berlomba-lomba mencari sesuatu yang besok kalian akan hilang dari padanya, dan hendaklah kalian bertaqwa kepada Allah yang kalian akan dikembalikan kepada-Nya dan kalian akan dihadapkan kepada-Nya, dan hendaklah kalian mencintai sesuatu yang kalian akan mendatanginya dan di dalamnya kalian akan kekal selama-lamanya. [Al-Bidayah wan Nihayah juz 5, hal. 99]
Sesudah pesan Nabi SAW yang bernilai tinggi itu mereka terima, lalu mereka kembali ke qabilah mereka dan masing-masing sangat memperhatikan segala pesan Nabi SAW itu, dan mereka amalkan sebaik-baiknya.
Utusan dari kaum Banu Qudla’ah.
Diantara utusan yang datang menghadap Nabi SAW ialah utusan dari Banu Sa’ad Hudzaim dari Qudla’ah. Mereka datang ke Madinah lalu menginap di pinggir kota. Kemudian mereka datang ke masjid Nabi SAW. Ketika mereka sampai di pintu masjid, mereka mendapati Nabi SAW sedang menshalatkan jenazah, yaitu jenazah Suhail bin Baidlaa’. Karena itu mereka tidak berani masuk masjid sehingga mereka hanya berdiri saja di dekat pintu, menunggu Nabi SAW selesai menshalatkan jenazah tersebut.
Setelah Nabi SAW selesai menshalatkan jenazah tersebut, beliau melihat mereka, kemudian memanggil mereka dan bertanya :
مِمَّنْ اَنْتُمْ ؟ Dari kaum siapa kalian.
Mereka menjawab :
مِنْ بَنِى سَعْدٍ هُذَيْمٍ Dari kaum Banu Sa’ad Hudzaim.
Kemudian beliau bertanya lagi :
أَ مُسْلِمُوْنَ اَنْتُمْ؟ Apakah kalian orang-orang Islam ?.
Mereka menjawab, “Ya, kami pengikut Islam”.
Nabi SAW bertanya, “Kenapa kalian tidak ikut menshalatkan saudara kalian ?”.
Mereka menjawab, “Kami mengira bahwa yang demikian itu tidak boleh bagi kami, sebelum kami berbai’at kepada engkau”.
Nabi SAW bersabda, “Bagaimana saja kalian telah Islam, maka kalian adalah orang-orang Islam”.
Maka pada waktu itu juga mereka menyatakan keislaman mereka dan berbaiat kepada Nabi SAW.
Setelah semua utusan itu menyatakan keislaman mereka, lalu mereka kembali ke perkemahan mereka, sedangkan di perkemahan itu ada seorang pemuda yang mereka tinggalkan untuk menjaga kemah mereka. Pemuda itu bernama Nu’man, dia adalah yang termuda diantara mereka. Kemudian Nabi SAW menyuruh untuk memanggilnya, maka mereka lalu menghadap Nabi SAW bersama pemuda itu. Kemudian Nu’man berbaiat kepada Nabi SAW dan menyatakan keislamannya. Kemudian mereka berkata kepada Nabi SAW :
يَا رَسُوْلَ اللهِ، اِنَّهُ اَصْغَرُنَا وَ اَنَّهَ خَادِمُنَا. الحلبية 3: 325
Ya Rasulullah, dia (Nu’man) adalah orang yang termuda diantara kami dan dialah yang melayani kami”. [Al-Halabiyah juz 3, hal. 325]
Nabi SAW bersabda :
سَيّدُ اْلقَوْمِ خَادِمُهُمْ، بَارَكَ اللهُ عَلَيْهِ
Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka, semoga Allah memberkahinya. [Al-Halabiyah juz 3, hal. 325]
Dan berkat doa Rasulullah SAW tersebut Nu’man menjadi orang pilihan dan pandai membaca Al-Qur’an.
Kemudian Nabi SAW menetapkan Nu’man menjadi Imam mereka dalam shalat dan menjadi ketua mereka.
Ketika mereka akan pulang, maka Nabi SAW menyuruh Bilal supaya memberi masing-masing mereka hadiah beberapa uqiyah perak. (1 uqiyah = 40 dirham). Kemudian mereka kembali kepada qaumnya dengan membawa seruan Islam.
Utusan dari Banu Asad
Diantara utusan yang menghadap Nabi SAW ialah utusan dari Banu Asad, diantara mereka ialah Dliraar bin Al-Azuur, Thulaihah bin Khuwailid Al-Asadiy, Wabishah bin Ma’bad, Mu’adzah bin ‘Abdullah bin Khalaf dan Hadlramiy bin ‘Aamir. Ketika mereka datang, Nabi SAW sedang duduk bersama para shahabat di dalam masjid. Lalu salah seorang diantara mereka berkata :
يَا رَسُوْلَ اللهِ، اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَ اَنَّكَ عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُه، وَ جِئْنَاكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَ لَمْ تَبْعَثْ اِلَيْنَا بَعْثًا وَ نَحْنُ لِمَنْ وَرَائَنَا. الحلبية 3: 329
Ya Rasulullah, aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya dan sesungguhnya engkau adalah hamba-Nya dan utusan-Nya. Kami datang kepada engkau ya Rasulullah (diwaktu tahun paceklik), sedangkan engkau belum pernah mengirimkan seorang utusan pun kepada kami, padahal di belakang kami ada banyak orang dari kaum kami. [Al-Halabiyah juz 3, hal. 329]
Di dalam riwayat lain disebutkan :
يَا رَسُوْلَ اللهِ، اَسْلَمْنَا وَ لَمْ نُقَاتِلْكَ كَمَا قَاتَلَكَ اْلعَرَبُ. الحلبية 3: 329
Ya Rasulullah, kami telah masuk Islam, dan kami belum pernah memerangi engkau sebagaimana orang-orang ‘Arab memerangi engkau. {Al-Halabiyah juz 3, hal. 329]
Kemudian Allah menurunkan firman-Nya kepada Nabi SAW sebagai berikut :
يَمُنُّوْنَ عَلَيْكَ اَنْ اَسْلَمُوْا، قُلْ لاَّ تَمُنُّوْا عَلَيَّ اِسْلاَمَكُمْ، بَلِ اللهُ يَمُنُّ عَلَيْكُمْ اَنْ هَديكُمْ ِلـْلاِيْمَانِ اِنْ كُنْتُمْ صدِقِيْنَ. الحجرات: 17
Mereka merasa telah memberi ni’mat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah, “Janganlah kamu merasa telah memberi ni’mat kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah, Dialah yang melimpahkan ni’mat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan, kalau kamu memang orang-orang yang benar. [QS. Al-Hujuraat : 17]
Kemudian mereka bertanya kepada Nabi SAW tentang mempelajari sihir, tenung dan sebagainya, yang biasa mereka lakukan di masa jahiliyyah. Maka beliau melarang semuanya itu. Sebelum pulang, mereka tinggal di Madinah beberapa hari untuk mempelajari agama Islam.
Utusan Farwah bin Musaik Al-Muraadiy.
Diantara utusan yang datang menghadap Nabi SAW ialah Farwah bin Musaik Al-Muraadiy, ia memisahkan diri dari raja-raja Kindah. Sebelum Islam, kaumnya pernah berperang amat sengit dengan kaum Hamdan, sehingga tidak sedikit dari kaumnya yang tewas. Pada hari terjadinya peperangan itu, terkenal dengan nama hari “Ar-Radm”.
Ketika Farwah datang kepada Nabi SAW, Nabi bertanya kepadanya :
هَلْ سَاءَكَ مَا اَصَابَ قَوْمَكَ يَوْمَ الرَّدْمِ؟ الحلبية3: 318
(Hai Farwah), apakah menyusahkanmu apa yang menimpa kaummu pada hari Radm ?. [Al-Halabiyah juz 3, hal. 318]
Farwah menjawab, “Ya Rasulullah, siapakah orang yang kaumnya ditimpa suatu mushibah sebagaimana yang menimpa kaumku lalu tidak menjadikannya susah ?”.
Oleh karena itu Nabi SAW lalu bersabda :
اَمَا اِنَّ ذلِكَ لَمْ يَزِدْ قَوْمَكَ فِى اْلاِسْلاَمِ اِلاَّ خَيْرًا.
Ketahuilah, bahwasanya yang demikian itu tidak menambah pada kaummu di dalam Islam kecuali kebaikan juga.
Maksudnya, mushibah yang menimpa kaumnya itu akan menambah kebaikan Islam mereka.
Selanjutnya Nabi SAW menunjuk Farwah untuk mengatur dan memerintah qabilah Muraad dan qabilah Zubaid.
Kemudian Nabi SAW mengutus Khalid bin Sa’id bin ‘Ash bersama Farwah untuk mengatur dan mengurus urusan Zakat qabilah tersebut. Dan Khalid bin Sa’id menetap di sana sampai Nabi SAW wafat.
Utusan dari Bani Tsa’labah
Diantara utusan yang menghadap Nabi SAW ialah utusan dari Bani Tsa’labah, yang terdiri dari empat orang. Mereka datang kepada Nabi SAW untuk menyatakan keislaman mereka. Ketika itu Rasulullah SAW keluar dari rumah beliau, sedangkan kepala beliau masih meneteskan air. Kemudian sebagian dari mereka berkata, “Itulah Rasulullah sedang melihat kita. Marilah kita cepat-cepat menemui beliau”. Sedangkan Bilal sedang iqamah untuk shalat.
Kemudian mereka mengucapkan salam kepada Nabi SAW, lalu mereka berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya kami datang ini adalah sebagai utusan dari orang-orang yang di belakang kami, sedangkan kami telah menyatakan keislaman kami. Sesungguhnya telah diberitahukan kepada kami bahwa tuan pernah bersabda :
لاَ اِسْلاَمَ لِمَنْ لا هِجْرَةَ لَهُ
Tidak ada Islam bagi orang yang tidak berhijrah.
Rasulullah SAW bersabda :
حَيْثُمَا كُنْتُمْ وَ اتَّقَيْتُمُ اللهَ فَلاَ يَضُرُّكُمْ. الحلبية 3: 324
Dimanasaja kamu berada apabila kamu bertaqwa kepada Allah, maka yang demikian itu tidak memudaratkan kamu. [Al-Halabiyah juz 3, hal. 324]
Kemudian mereka shalat Dhuhur bersama Rasulullah SAW. Setelah selesai, beliau masuk ke rumah, lalu tamu tersebut dipanggil menghadap beliau. Nabi SAW bertanya kepada mereka :
كَيْفَ بِلاَدِكُمْ
Bagaimana keadaan negeri kalian.
Mereka menjawab, “Negeri kami dalam keadaan shubur”.
Nabi SAW lalu bersabda, “Alhamdu lillah (Segala puji bagi Allah)”.
Sesudah itu para utusan tersebut tinggal di Madinah hingga beberapa hari sebagai tamu Nabi SAW. Ketika mereka akan kembali, tiap-tiap seorang dari mereka diberi hadiah oleh Nabi SAW sebanyak lima uqiyah dari perak (1 uqiyah = 40 dirham). Selanjutnya mereka kembali kepada kaum mereka dengan membawa seruan Islam.
Utusan dari Banu Murrah
Diantara utusan yang menghadap Nabi SAW ialah utusan dari qabilah Banu Murrah, yang terdiri dari 13 orang dan dipimpin oleh Al-Harits bin ‘Auf.
Mereka datang untuk menyatakan keislaman mereka. Kemudian mereka berkata kepada Nabi SAW, “Ya Rasulullah, sesungguhnya kami ini adalah kaum tuan dan famili tuan. Kami adalah keturunan Luaiy bin Ghalib”.
Mendengar perkataan mereka yang demikian itu, maka beliau tersenyum, sambil bertanya kepada Al-Harits :
اَيْنَ تَرَكْتَ اَهْلَكَ
Di manakah engkau tinggalkan keluarga kalian ?.
Harits menjawab, “Di kampung Silah, dan tempat-tempat yang berdekatan dengan kampung itu”.
Kemudian Nabi SAW bertanya lagi :
كَيْفَ اْلبِلاَدُ؟
Bagaimanakah keadaan negeri itu ?.
Harits menjawab, “Demi Allah, sesungguhnya kami dalam keadaan paceklik, di negeri kami sudah tidak punya harta benda. Oleh karena itu sudilah kiranya engkau mendoakan untuk kami”.
Ketika itu Nabi SAW lalu berdo’a :
اَللّهُمَّ اسْقِهِمُ اْلغَيْثَ. الحلبية 3: 331
Ya Allah, siramilah mereka dengan hujan. [Al-Halabiyah juz 3, hal. 331]
Kemudian mereka tinggal di Madinah selama beberapa hari sebagai tamu Nabi SAW. Ketika mereka akan pulang, mereka datang kepada Nabi SAW untuk berpamitan, maka Nabi SAW memerintahkan kepada Bilal supaya memberi hadiah kepada mereka 10 uqiyah perak kepada masing-masing orang, sedangkan kepada Al-Harits, beliau memberikan 12 uqiyah.
Ketika mereka tiba di negerinya, hujan turun amat lebat, lalu mereka bertanya kepada kaum mereka, “Sudah sejak kapankah turun hujan ?“. Maka jawaban kaum mereka itu menunjukkan bahwa hujan telah turun sejak hari ketika Rasulullah SAW memohon hujan untuk mereka. Sesudah itu, suburlah negeri mereka, sehingga segenap penduduk negeri tidak kelaparan lagi.
Wafatnya Ibrahim.
Pada bulan Rabi’ul awwal tahun ke-10 Hijriyah, Ibrahim putra Nabi SAW meninggal dunia dalam usia 1,5 tahun. Sebagaimana kita ketahui, bahwa Nabi SAW pernah kehilangan dua putra beliau, Al-Qaasim dan ‘Abdullah yang meninggal ketika masih kecil, dan juga telah meninggal beberapa putri beliau yang sudah bersuami, sehingga tidak ada lagi putra beliau selain Fathimah istri ‘Ali. Oleh sebab itu, ketika beliau mempunyai putra yang diberi nama Ibrahim, tidak mengherankan kalau beliau sangat cinta kepadanya, walaupun Ibrahim ini dilahirkan oleh Mariyah Al-Qibthiyah, bekas seorang hamba sahaya raja. Dan dengan lahirnya Ibrahim, terbukalah pintu harapan beliau sebagai seorang manusia yang ingin meninggalkan keturunan yang baik.
Akan tetapi kecintaan Nabi SAW kepada putra beliau yang demikian tidak dikekalkan oleh Allah SWT. Tidak lama kemudian setelah Nabi SAW dan kaum muslimin kembali dari Tabuk, tiba-tiba Ibrahim jatuh sakit, yaitu sakit yang membawa wafatnya.
Ketika sakit Ibrahim makin bertambah berat dan payah, beliau mengangkat Ibrahim dengan tangan beliau yang gemetar, kemudian beliau letakkan di atas pangkuan beliau. Karena terharunya hati dan perasaan beliau, sehingga beliau tampak sedih.
Dengan tidak disadari, air mata beliau yang tadinya terbendung lalu mengalir sampai membasahi pipi beliau, sedangkan ajal menghampiri Ibrahim juga. Sehingga ibu dan bibi Ibrahim menangis meratapi putranya yang berbaring di atas pangkuan ayahnya yang mulia itu, dan Nabi SAW membiarkan saja kedua orang itu menangisinya.
Setelah Nabi SAW melihat bahwa tubuh Ibrahim sudah tak bergerak lagi dan ajalnya sudah tiba di atas pangkuan beliau sebagai seorang ayah yang mencintainya, maka bertambah deraslah air mata beliau, sampai membasahi kedua pipi beliau.
Kemudian Nabi SAW bersabda :
تَدْمَعُ اْلعَيْنُ وَ يَحْزَنُ اْلقَلْبُ وَ لاَ نَقُوْلُ اِلاَّ مَا يَرْضَى رَبُّنَا. وَ اللهِ يَا اِبْرَاهِيْمُ اِنَّا بِكَ لَمَحْزُوْنُوْنَ. مسلم 4: 1808
“Sesungguhnya air mata berlinang dan hati berduka. Kami tidak berkata melainkan apa yang diridlai Tuhan kami. Demi Allah ya Ibrahim, sesungguhnya kami sangat berduka karena berpisah denganmu”. [HR. Muslim juz 4, hal. 1808]
Kemudian beliau bersabda lagi :
اِنَّ اِبْرَاهِيْمَ اِبْنِى وَ اِنَّهُ مَاتَ فِى الثَّدْيِ وَ اِنَّ لَهُ لَظِئْرَيْنِ تُكَمّلاَنِ رَضَاعَهُ فِى اْلجَنَّةِ. مسلم 4: 1808
Sesungguhnya Ibrahim itu anak saya, dan dia mati dalam susuan. Dan sesungguhnya ia mempunyai dua ibu susu yang akan menyempurnakan susuannya di surga. [HR. Muslim juz 4, hal. 1808]
Diriwayatkan bahwa yang memandikan jenazah Ibrahim adalah Al-Fadhl bin Abbas. Adapun yang turun ke liang quburnya adalah Al-Fadhl dan Usamah bin Zaid. Dan diriwayatkan pula bahwa beliau menshalatkan jenazah Ibrahim tersebut . [Sirah Nabawiyah, Adz-Dzahabiy juz 2, hal. 288]
Peristiwa gerhana matahari
Menurut riwayat, ketika Ibrahim wafat, kebetulan tejadi gerhana matahari, sedangkan Ibrahim ini adalah anak yang paling beliau cintai. Maka sebagian kaum muslimin menganggap bahwa peristiwa itu adalah satu peristiwa yang luar biasa. Sebagian kaum muslimin menganggap bahwa gerhana matahari itu menunjukkan kekeramatan Ibrahim putra Nabi tersebut, oleh karena itu mataharipun ikut berkabung atas wafatnya. Dan sebagian kaum muslimin ada pula yang berkata, “Inilah mu’jizat dari Tuhan disebabkan wafatnya Ibrahim putra Nabi tersebut”.
Desas-desus dari perkataan dan sangkaan kaum muslimin yang demikian itu akhirnya sampai kepada Nabi SAW, maka dalam khutbah di muka orang ramai beliau menegaskan :
اِنَّ الشَّمْسَ وَ اْلقَمَرَ ايَتَانِ مِنْ ايتِ اللهِ، لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ اَحَدٍ وَ لاَ لِحَياتِهِ، فَاِذَا رَاَيْتُمُوهُمَا ذلِكَ فَادْعُوا الله وَ صَلُّوْا حَتَّى يَنْجَلِيَ. البخارى 2: 30
Ketahuilah, sesungguhnya matahari dan bulan itu adalah dua tanda diantara tanda-tanda kekuasaan Allah, kedua-duanya itu tidak gerhana karena kematian seseorang dan tidak pula karena kelahiran seseorang. Karena itu apabila kalian melihat gerhana, hendaklah kalian berdoa kepada Allah dan shalatlah sehingga gerhana pulih kembali. [HR. Bukhari juz 2, hal. 30]
Dan ketika terjadi gerhana tersebut Nabi SAW dan para shahabat melakukan shalat gerhana dua rekaat dengan empat ruku’ dan empat sujud sebagaimana riwayat berikut :
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيّ ص قَالَتْ: خَسَفَتِ الشَّمْسُ فِى حَيَاةِ رَسُوْلِ اللهِ ص، فَخَرَجَ رَسُوْلُ اللهِ ص اِلىَ اْلمَسْجِدِ فَقَامَ وَ كَبَّرَ وَصَفَّ النَّاسُ وَرَاءَهُ. فَاقْتَرَأَ رَسُوْلُ اللهِ ص قِرَاءَةً طَوِيْلَةً ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوْعًا طَوِيْلاً. ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ: سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَ لَكَ اْلحَمْدُ. ثُمَّ قَامَ فَاقْتَرَأَ قِرَاءَةً طَوِيْلَةً. هِيَ اَدْنَى مِنَ اْلقِرَاءَةِ اْلاُوْلىَ. ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوْعًا طَوِيْلاً هُوَ اَدْنَى مِنَ الرُّكُوْعِ اْلاَوَّلِ. ثُمَّ قَالَ: سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ اْلحَمْدُ. ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ فَعَلَ فِى الرَّكْعَةِ اْلاُخْرَى مِثْلَ ذلِكَ حَتَّى اسْتَكْمَلَ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ وَ اَرْبَعَ سَجَدَاتٍ. وَ انْجَلَتِ الشَّمْسُ قَبْلَ اَنْ يَنْصَرِفَ. ثُمَّ قَامَ فَخَطَبَ النَّاسَ. فَأَثْنَى عَلَى اللهِ بِمَا هُوَ اَهْلُهُ، ثُمَّ قَالَ: اِنَّ الشَّمْسَ وَ اْلقَمَرَ ايَتَانِ مِنْ ايَاتِ اللهِ. لاَ يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ اَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ. فَاِذَا رَأَيْتُمُوْهَا فَافْزَعُوْا لِلصَّلاَةِ. مسلم 2: 619
Dari 'Aisyah istri Nabi SAW, ia berkata, "Sesungguhnya telah terjadi gerhana matahari dimasa Rasulullah SAW. Maka Rasulullah SAW pergi ke masjid. Kemudian beliau berdiri dan bertakbir dan orang-orang bershaf di belakang beliau. Dalam shalat tersebut Rasulullah SAW membaca bacaan yang panjang. Kemudian beliau bertakbir dan ruku' dengan ruku' yang panjang pula. Kemudian beliau mengangkat kepalanya sambil membaca"Sami'alloohu liman hamidah, robbanaa wa lakal hamdu". Lalu beliau membaca lagi bacaan yang panjang, tetapi lebih pendek dari pada bacaan yang pertama. Sesudah itu beliau bertakbir lalu ruku' dengan ruku' yang panjang, tetapi lebih pendek dari pada ruku' yang pertama tadi. Kemudian beliau membaca (sambil berdiri) "Sami'alloohu liman hamidah, robbanaa wa lakal hamdu". Sesudah itu beliau sujud. Kemudian beliau melaksanakan pada raka'at yang kedua sedemikian itu pula, sehingga genap empat kali ruku' dan empat kali sujud, sedang matahari pun muncul kembali sebelum beliau selesai (shalat). Setelah itu Rasulullah SAW berkhutbah, memuji Allah SWT dengan pujian-pujian-Nya, kemudian beliau bersabda, "Sesungguhnya matahari dan bulan itu adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah. Dua-duanya tidaklah gerhana karena mati atau lahirnya seseorang. Apabila kamu sekalian melihat yang demikian itu maka segeralah untuk melaksanakan shalat". [HR. Muslim 2 : 619]
Dengan riwayat ini jelaslah bahwa walaupun di dalam saat yang sedemikian sedih dan susahnya, namun Nabi SAW tidak lupa akan tugas risalah yang beliau pikul, tidak lengah dari kewajiban dan senantiasa memberikan peringatan kepada segenap kaum muslimin.
mta 08/2006, 01/2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar