Siapa Muslim Sebenarnya

Firman Allah Ta'ala :

إِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللهِ الْإِ سْلَمُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِنَّ أُوْتُوْا الْكِتَبَ إِلاَّ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيَا بَيْنَهُمْ وَمَنْ يَكْفُرْ بِأَيَتِ اللهِ فَإِنَّ اللهَ سَرِيْعُ الْحِسَابِ 

Sesungguhnya agama (yang di ridha'i) disisi Allah hanyalah Islam, tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-nya  ( QS. Ali Imran: 19 )

Berdasarkan ayat diatas, Syeikh Muhammad Mutawalli al-Sya'rawi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa kata al-Islam di atas lawan dari al-Fasad yang berarti terbebas dari kerusakan baik fisik maupun mental terutama kerusakan mental (iman).

Dari makna kata Islam, terkandung makna al-Ishlah yang berarti kedamaian, empat poin makna :
1.  Damai anatara manusia dan diri sendiri
2.  Damai antara manusia dengan Tuhan
3.  Damai dengan alam
4.  Damai antara manusia dengan saudaranya.

keterangan :
1. Damai antara manusia dan diri sendiri
    Damai berarti terbebas dari bahaya yang dapat mengancam rusaknya iman. Seorang yang mengerti benar agama yang dianutnya dan diyakininya benar sekaligus mengamalkan apa yang telah diajarkan dalam agama tersebut, Allah menjamin dirinya terbebas dari ancaman kerusakan iman. Selanjutnya ia akan membekas dalam hatinya jiwa yang tentram dan berusaha menentramkan orang lain, sebagai Nabi SAW bersbda  :
Seorang Muslim (sejati) adalah yang menjamin keamananorang lain dari ucapan dan perbuatannya. ( HR. Bukhari )

Sebaliknya, bukanlah disebut muslim orang yang pada dirinya tidak ada bukti keislaman yang sebenarnya sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW di atas dan pada akhirnya nanti akhlaknya menjadi buruk seburuk hewan yang tidak mengetahui aturan.

2. Damai antara manusia dan Tuhan
     Berarti sikap tenag dari jiwa dan raga seseorang terhadap apa yang telah diberikan Allah kepadanya baik berupa ujian, maupun anugrah, Sebagaimana firman Allah ta'ala  :

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَىءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُعِ وَنَقْصٍ مِّنَ اْلأَنْفُسِ ,َالشَّمَرَتِ وَبَشِّرِ الصَّبِرِيْنَ

Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan dan berikan berita kepada orang-orang yang sabar (QS. al-Baqarah : 155)

Kalimat terakhir ayat diatas menunjukan bahwa oranh yang sabar adalah orang yang jiwanya diliputi ketennangan sehingga apapun yang ia terima yang  ia terima selalu disikapi dengan tenang pula, seperti inilah Islam mengajarkan.

3. Damai dengan Manusia
    Seorang muslim sejati adalah yang tidak membiarkan lingkingan tercemar, kotor, dan berbau. Sebaliknya ia berusaha melestarikan, melakukan penghijauan, menjaga kebersihannya, dan terlebih melakukan riset atau penelitian alam sekitar untuk membuka intelektualitasnya sebagai rasa syukur atas nikmat kesempurnaan akal yang pada akhirnya akan dinikmati oleh generasi-generasi selanjutnya.
sebagaimana firman Allah Ta'ala :

إِنَّ فِى خَلْقِ السَّمَوَتِ وَاْلأَرْضِ وَاخْتِلَفِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَأَيَتٍ لِّأُوْلِى اْلأَلْبَبِ

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (QS. Ali Imran : 190).

Terkait dengan yang diatas, Rasulullah SAW berkomentar siapa yang membaca ayat ini dan tidak mentafakurinya akan terjadi fitnah besar pada dirinya.

4. Damai antara manusia dengan saudaranya
    Seharusnya tidak terjadi perpecahan di antara umat Islam walapun mereka membentik kelompok atau organisasi. Bukanlah disebut muslim berada dalam kesedihan dan bencana. Sebab terjadinya perpecahan umat Islam dapat dipastikan karena tidak ada kedamaian dengan saudaranya sesama muslim yang terdekat dan penyebabnya utama keretakan persaudaraan Islam adalah fanatisme dan egoisme. di antara mere saling merasa benar, tidak menghargai pendapat hingga jarak antara mereka menjadi jauh. Rasulullah SAW dalam waktu yang cukup singkat dapat menyatukan orang Muhajirin (mekkah) dengan kaum Anshar (madinah) padahal keduanya berbeda kultur, budaya, bahasa dan berfikirnya.

Wallahu a'alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar