Shalawat Nabi Antara
Sunnah dan Bid’ah
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ
يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ
وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Sesungguhnya
Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang
beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan
kepadanya!” (al-Ahzab: 56)
Penjelasan Makna Shalawat
Yang rajih (kuat) di antara definisi shalawat Allah Subhaanahu Wa Ta’ala kepada hamba-Nya adalah apa yang disebutkan oleh al-Imam al-Bukhari Rahimahullahdalam Shahih-nya secara mu’allaq dari Abul ‘Aliyah Rufai’ bin Mihran. Beliau berkata,
Penjelasan Makna Shalawat
Yang rajih (kuat) di antara definisi shalawat Allah Subhaanahu Wa Ta’ala kepada hamba-Nya adalah apa yang disebutkan oleh al-Imam al-Bukhari Rahimahullahdalam Shahih-nya secara mu’allaq dari Abul ‘Aliyah Rufai’ bin Mihran. Beliau berkata,
صَلَاةُ اللهِ ثَنَاؤُهُ عَلَيْهِ
عِنْدَ الْمَلَائِكَةِ، وَصَلَاةُ الْمَلَائِكَةِ الدُّعَاءُ
“Shalawat
Allah kepada hamba-Nya adalah pujian-Nya kepada hamba di sisi para malaikat,
sedangkan shalawat para malaikat adalah doanya.” (al-HafizhRahimahullah berkata,
“Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim.” Lihat Fathul Bari, “Kitabut Tafsir”, 8/392)
Di antara dalil yang menunjukkan bahwa shalawat para malaikat bermakna doa adalah hadits dari Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu, bahwa RasulullahShallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Di antara dalil yang menunjukkan bahwa shalawat para malaikat bermakna doa adalah hadits dari Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu, bahwa RasulullahShallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَمْ تَزَلِ الْمَلَائِكَةُ تُصَلِّي
عَلَيْهِ مَا دَامَ فِي مُصَلَّاهُ: اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ، اللَّهُمَّ
اغْفِرْلَهُ، اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ
“Para
malaikat senantiasa bershalawat kepada hamba-Nya selama berada di tempat
shalatnya. (Mereka mengatakan), ‘Ya Allah, berikan shalawat kepadanya. Ya
Allah, ampunilah dia. Ya Allah, rahmatilah dia’.” (Sahih, HR. al-Bukhari
dan Muslim dari hadits yang panjang)
Ibnu ‘Abbas Radhiyallaahu ‘anhu berkata, “Mereka bershalawat yaitu mendoakan berkah.” (Diriwayatkan secara ta’liq dan disebutkan sanadnya oleh ath-Thabari Rahimahullah, lihat al-Fath, 8/393)
Makna shalawat kepada nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah meminta kepada Allah Ta’ala agar Dia memuji dan mengagungkan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dunia dan akhirat, di dunia dengan memuliakan peneyebutan (nama) beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, memenangkan agama dan mengokohkan syariat Islam yang beliau bawa. Dan di akhirat dengan melipatgandakan pahala kebaikan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, memudahkan syafa’at beliau kepada umatnya dan menampakkan keutamaan beliau pada hari kiamat di hadapan seluruh makhluk [Lihat kitab “Fathul Baari” (11/156)].
Makna shalawat dari Allah Ta’ala kepada hamba-Nya adalah limpahan rahmat, pengampunan, pujian, kemualian dan keberkahan dari-Nya [Lihat kitab “Zaadul masiir” (6/398).]. Ada juga yang mengartikannya dengan taufik dari Allah Ta’ala untuk mengeluarkan hamba-Nya dari kegelapan (kesesatan) menuju cahaya (petunjuk-Nya), sebagaimana dalam firman-Nya:
Ibnu ‘Abbas Radhiyallaahu ‘anhu berkata, “Mereka bershalawat yaitu mendoakan berkah.” (Diriwayatkan secara ta’liq dan disebutkan sanadnya oleh ath-Thabari Rahimahullah, lihat al-Fath, 8/393)
Makna shalawat kepada nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah meminta kepada Allah Ta’ala agar Dia memuji dan mengagungkan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dunia dan akhirat, di dunia dengan memuliakan peneyebutan (nama) beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, memenangkan agama dan mengokohkan syariat Islam yang beliau bawa. Dan di akhirat dengan melipatgandakan pahala kebaikan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, memudahkan syafa’at beliau kepada umatnya dan menampakkan keutamaan beliau pada hari kiamat di hadapan seluruh makhluk [Lihat kitab “Fathul Baari” (11/156)].
Makna shalawat dari Allah Ta’ala kepada hamba-Nya adalah limpahan rahmat, pengampunan, pujian, kemualian dan keberkahan dari-Nya [Lihat kitab “Zaadul masiir” (6/398).]. Ada juga yang mengartikannya dengan taufik dari Allah Ta’ala untuk mengeluarkan hamba-Nya dari kegelapan (kesesatan) menuju cahaya (petunjuk-Nya), sebagaimana dalam firman-Nya:
{هُوَ الَّذِي
يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى
النُّورِ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا}
“Dialah
yang bershalawat kepadamu (wahai manusia) dan malaikat-Nya (dengan memohonkan
ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya
(yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman”
(QS al-Ahzaab:43).
Hadits-Hadits Anjuran Bershalawat kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam
1. Dari Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu berkata, bersabda RasulullahShallallaahu ‘alaihi wasallam:
Hadits-Hadits Anjuran Bershalawat kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam
1. Dari Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu berkata, bersabda RasulullahShallallaahu ‘alaihi wasallam:
لاَ تَجْعَلُوا قَبْرِي عِيْدًا وَلاَ
تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ قُبُورًا وَصَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلَاتَكُم
تَبْلُغُنِي حَيْثُ كُنْتُمْ
“Jangan kalian menjadikan kuburan sebagai
(tempat) berhari raya dan jangan kalian jadikan rumah kalian sebagai kuburan. Dan
bershalawatlah kepadaku di mana pun kalian berada karena sesungguhnya shalawat
kalian (itu) sampai kepadaku.” (HR. Abu Dawud no. 2042 dan disahihkan oleh
asy-Syaikh al-Albani Rahimahullah)
2. Dari Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
2. Dari Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً
وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشْرًا
“Barang siapa yang mengucapkan shalawat
kepadaku satu kali, maka Allah mengucapkan shalawat kepadanya 10 kali.”
(Sahih, HR. Muslim no. 408)
3. Dari Anas bin Malik Radhiyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
3. Dari Anas bin Malik Radhiyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً
وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشْرَ صَلَوَاتٍ وَحُطَّتْ عَنْهُ عَشْرُ
خَطَيَاتٍ وَرُفِعَتْ لَهُ عَشْرُ دَرَجَاتٍ
“Barang siapa yang bershalawat kepadaku
satu kali, maka Allah bershalawat kepadanya 10 shalawat, dihapuskan darinya 10
kesalahan, dan diangkat untuknya 10 derajat.” (HR.an-Nasa’i, 3/50 dan
disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani)
Lafazh bacaan shalawat
Lafazh bacaan shalawat yang paling ringkas yang sesuai dalil2 yang shahih adalah :
Lafazh bacaan shalawat
Lafazh bacaan shalawat yang paling ringkas yang sesuai dalil2 yang shahih adalah :
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى
نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ
Allahumma shollii wa sallim ‘alaa nabiyyinaa Muhammad.
“Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Nabi kami Muhammad) .
[SHAHIH. HR. At-Thabrani melalui dua isnad, keduanya baik. Lihat Majma’ Az-Zawaid 10/120 dan Shahih At- Targhib wat Tarhib 1/273].
Kemudian terdapat riwayat-riwayat yang Shahih dalam delapan riwayat, yaitu :
1. Dari jalan Ka’ab bin ‘Ujrah
“Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Nabi kami Muhammad) .
[SHAHIH. HR. At-Thabrani melalui dua isnad, keduanya baik. Lihat Majma’ Az-Zawaid 10/120 dan Shahih At- Targhib wat Tarhib 1/273].
Kemudian terdapat riwayat-riwayat yang Shahih dalam delapan riwayat, yaitu :
1. Dari jalan Ka’ab bin ‘Ujrah
اللهم صل على محمد وعلى آل محمد كما
صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد اللهم بارك على محمد وعلى آل محمد
كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد
“Allaahumma sholli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa
aali Muhammad kamaa shollaita ‘alaa ibroohiim wa ‘alaa aali ibroohiim innaka
hamiidum majiid, Allaahumma baarik ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad kamaa
baarokta ‘alaa ibroohiim wa ‘alaa aali ibroohiim innaka hamiidum majiid”.
“Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. Ya Allah, Berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim, Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia”
[SHAHIH, HR. Bukhari 4/118, 6/27, dan 7/156, Muslim 2/16, Abu Dawud no. 976, 977, 978, At Tirmidzi 1/301-302, An Nasa-i dalam "Sunan" 3/47-58 dan "Amalul Yaum wal Lailah" no 54, Ibnu Majah no. 904, Ahmad 4/243-244, Ibnu Hibban dalam "Shahih" nya no. 900, 1948, 1955, Al Baihaqi dalam "Sunanul Kubra" 2/148 dan yang lainnya]
2. Dari jalan Abu Humaid As Saa’diy
“Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. Ya Allah, Berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim, Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia”
[SHAHIH, HR. Bukhari 4/118, 6/27, dan 7/156, Muslim 2/16, Abu Dawud no. 976, 977, 978, At Tirmidzi 1/301-302, An Nasa-i dalam "Sunan" 3/47-58 dan "Amalul Yaum wal Lailah" no 54, Ibnu Majah no. 904, Ahmad 4/243-244, Ibnu Hibban dalam "Shahih" nya no. 900, 1948, 1955, Al Baihaqi dalam "Sunanul Kubra" 2/148 dan yang lainnya]
2. Dari jalan Abu Humaid As Saa’diy
اللهم صل على محمد وعلى أزواجه وذريته
كما صليت على إبراهيم ، وبارك على محمد وعلى أزواجه وذريته كما باركت على إبراهيم
، إنك حميد مجيد
Allaahumma
sholli ‘alaa Muhammadin wa ‘alaa azwaajihi wa dzurriyyatihi kamaa shol laita
‘alaa ibroohiim, wa baarik ‘alaa Muhammadin wa ‘alaa azwaajihi wa dzurriyyatihi
kamaa baarokta ‘alaa ibroohiim innaka hamiidum majiid.
“Ya Allah,berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada isteri-isteri beliau dan keturunannya,sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim. Ya Allah, Berkahilah Muhammad dan isteri-isteri beliau dan keturunannya, sebagaimana Engkau telah memberkahi Ibrahim,Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia”
[SHAHIH, HR. Bukhari 4/118, 7/157, Muslim 2/17, Abu Dawud no. 979, An Nasa-i dalam "Sunan" nya 3/49, Ibnu Majah no. 905, Ahmad dalam "Musnad" nya 5/424, Baihaqi dalam "Sunanul Kubra" 2/150-151, Imam Malik dalam "Al Muwaththo' 1/179 dan yang lainnya].
3. Dari jalan Abi Mas’ud Al Anshariy
“Ya Allah,berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada isteri-isteri beliau dan keturunannya,sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim. Ya Allah, Berkahilah Muhammad dan isteri-isteri beliau dan keturunannya, sebagaimana Engkau telah memberkahi Ibrahim,Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia”
[SHAHIH, HR. Bukhari 4/118, 7/157, Muslim 2/17, Abu Dawud no. 979, An Nasa-i dalam "Sunan" nya 3/49, Ibnu Majah no. 905, Ahmad dalam "Musnad" nya 5/424, Baihaqi dalam "Sunanul Kubra" 2/150-151, Imam Malik dalam "Al Muwaththo' 1/179 dan yang lainnya].
3. Dari jalan Abi Mas’ud Al Anshariy
اللهم صل على محمد وعلى آل محمد كما
صليت على آل إبراهيم وبارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على آل إبراهيم في
العالمين إنك حميد مجيد
Allaahumma
sholli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad kamaa shol laita ‘alaa aali
ibroohiim ,wa baarik ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad kamaa baarokta ‘alaa
aali ibroohiim fil ‘aalamiina innaka hamiidum majiid.
“Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim, dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkahi keluarga Ibrahim atas sekalian alam, Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia”
[SHAHIH, HR Muslim 2/16, Abu Dawud no. 980, At Tirmidzi 5/37-38, An Nasa-i dalam "Sunan" nya 3/45, Ahmad 4/118, 5/273-274, Ibnu Hibban dalam "Shahih" nya no. 1949, 1956, Baihaqi dalam "SUnanul Kubra" 2/146,dan Imam Malik dalam "AL Muwaththo' (1/179-180 Tanwirul Hawalik Syarah Muwaththo'"]
4. Dari jalan Abi Mas’ud, ‘Uqbah bin ‘Amr Al Anshariy (jalan kedua)
“Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim, dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkahi keluarga Ibrahim atas sekalian alam, Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia”
[SHAHIH, HR Muslim 2/16, Abu Dawud no. 980, At Tirmidzi 5/37-38, An Nasa-i dalam "Sunan" nya 3/45, Ahmad 4/118, 5/273-274, Ibnu Hibban dalam "Shahih" nya no. 1949, 1956, Baihaqi dalam "SUnanul Kubra" 2/146,dan Imam Malik dalam "AL Muwaththo' (1/179-180 Tanwirul Hawalik Syarah Muwaththo'"]
4. Dari jalan Abi Mas’ud, ‘Uqbah bin ‘Amr Al Anshariy (jalan kedua)
ا للهم صل على محمد النبي الأمي وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم
وعلى آل إبراهيم وبارك على محمد النبي الأمي وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم
وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد
Allaahumma
sholli ‘alaa Muhammadin nabiyyil ummiyyi wa ‘alaa aali Muhammad kamaa shol
laita ‘alaa ibroohiim wa ‘alaa aali ibroohiim, wa baarik ‘alaa Muhammadin
nabiyyil ummiyyi wa ‘alaa aali Muhammad kamaa baarokta ‘alaa ibroohiim wa ‘alaa
aali ibroohiim innaka hamiidum majiid.
“Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad yang ummi dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi bershalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim.Dan berkahilah Muhammad Nabi yang ummi dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkahi keluarga Ibrahim dan keluarga Ibrahim, Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia”
[SHAHIH, HR. Abu Dawud no. 981, An Nasa-i dalam "Amalul Yaum wal Lailah" no. 94, Ahmad dalam "Musnad" nya 4/119, Ibnu Hibban dalam "Shahih" nya no. 1950, Baihaqi dalam "Sunan" nya no 2/146-147, Ibnu Khuzaimah dalam "Shahih" nya no711, Daruquthni dalam "Sunan" nya no 1/354-355, Al Hakim dalam "Al Mustadrak" 1/268, dan Ath Thabrany dalam "Mu'jam Al Kabir" 17/251-252]
5. Dari jalan Abi Sa’id Al Khudriy
“Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad yang ummi dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi bershalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim.Dan berkahilah Muhammad Nabi yang ummi dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkahi keluarga Ibrahim dan keluarga Ibrahim, Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia”
[SHAHIH, HR. Abu Dawud no. 981, An Nasa-i dalam "Amalul Yaum wal Lailah" no. 94, Ahmad dalam "Musnad" nya 4/119, Ibnu Hibban dalam "Shahih" nya no. 1950, Baihaqi dalam "Sunan" nya no 2/146-147, Ibnu Khuzaimah dalam "Shahih" nya no711, Daruquthni dalam "Sunan" nya no 1/354-355, Al Hakim dalam "Al Mustadrak" 1/268, dan Ath Thabrany dalam "Mu'jam Al Kabir" 17/251-252]
5. Dari jalan Abi Sa’id Al Khudriy
اللهم صل على محمد عبدك ورسولك كما
صليت على آل إبراهيم وبارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم
Allaahumma sholli ‘alaa Muhammadin ‘abdika wa rosuulika kamaa shol
laita ‘alaa aali ibroohiim, wa baarik ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad
kamaa baarokta ‘alaa ibroohiim.
“Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad hambaMu dan RasulMu, sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim. Dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberkahi Ibrahim”
[SHAHIH, HR Bukhari 6/27, 7/157, An Nasa-i 3/49, Ibnu Majah no. 903, Baihaqi 2/147, dan Ath Thahawiy dalam "Musykilul Atsaar" 3/73]
6. Dari jalan seorang laki2 shabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
“Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad hambaMu dan RasulMu, sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim. Dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberkahi Ibrahim”
[SHAHIH, HR Bukhari 6/27, 7/157, An Nasa-i 3/49, Ibnu Majah no. 903, Baihaqi 2/147, dan Ath Thahawiy dalam "Musykilul Atsaar" 3/73]
6. Dari jalan seorang laki2 shabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
اللهم صل على محمد وعلى أهل بيته وعلى
أزواجه وذريته كما صليت على آل إبراهيم إنك حميد مجيد وبارك على محمد وعلى أهل
بيته وعلى أزواجه وذريته كما باركت على آل إبراهيم إنك حميد مجيد
Allaahumma
sholli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa ahli baitihi wa ‘alaa azwaajihi wa dzurriyyatihi
kamaa shollaita ‘alaa aali ibroohiim innaka hamiidum majiid , wa baarik ‘alaa
Muhammad wa ‘alaa ahli baitihi wa ‘alaa azwaajihi wa dzurriyyatihi kamaa
baarokta ‘alaa aali ibroohiim innaka hamiidum majiid.
“Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada ahli baitnya dan istri-istrinya dan keturunannya, sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. Dan berkahilah Muhammad dan kepada ahli baitnya dan istri-istrinya dan keturunannya, sebagimana Engkau telah memberkahi Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia”
[SHAHIH, HR. Ahmad 5/347, Ini adalah lafazhnya, Ath Thowawiy dalam "Musykilul Atsaar" 3/74], dishahihkan oleh Al Albani dalam “Sifaat sahalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam”, hal 178-179].
7. Dari jalan Abu Hurairah
“Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada ahli baitnya dan istri-istrinya dan keturunannya, sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. Dan berkahilah Muhammad dan kepada ahli baitnya dan istri-istrinya dan keturunannya, sebagimana Engkau telah memberkahi Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia”
[SHAHIH, HR. Ahmad 5/347, Ini adalah lafazhnya, Ath Thowawiy dalam "Musykilul Atsaar" 3/74], dishahihkan oleh Al Albani dalam “Sifaat sahalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam”, hal 178-179].
7. Dari jalan Abu Hurairah
اللهم صل على محمد و على آل محمد
وبارك على محمد و على آل محمد كما صليت وباركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك
حميد مجيد
Allaahumma
sholli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad wa baarik ‘alaa Muhammad wa ‘alaa
aali Muhammad, kamaa shollaita wa baarokta ‘alaa ibroohiim wa ‘alaa aali
ibroohiim innaka hamiidum majiid.
“Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad,sebagaimana Engkau telah bershalawat dan memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia”
[SHAHIH, HR Ath Thowawiy dalam "Musykilul Atsaar" 3/75, An Nasa-i dalam "Amalul Yaum wal Lailah" no 47 dari jalan Dawud bin Qais dari Nu'aim bin Abdullah al Mujmir dari Abu Hurairah , Ibnul Qayyim dalam "Jalaa'ul Afhaam Fish Shalati Was Salaami 'alaa Khairil Anaam (hal 13) berkata, "Isnad Hadist ini shahih atas syarat Syaikhaini (Bukhari dan Muslim), dan dishahihkan oleh Al Albani dalam "Sifaat sahalat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam", hal 181 ]
8. Dari jalan Thalhah bin ‘Ubaidullah
“Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad,sebagaimana Engkau telah bershalawat dan memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia”
[SHAHIH, HR Ath Thowawiy dalam "Musykilul Atsaar" 3/75, An Nasa-i dalam "Amalul Yaum wal Lailah" no 47 dari jalan Dawud bin Qais dari Nu'aim bin Abdullah al Mujmir dari Abu Hurairah , Ibnul Qayyim dalam "Jalaa'ul Afhaam Fish Shalati Was Salaami 'alaa Khairil Anaam (hal 13) berkata, "Isnad Hadist ini shahih atas syarat Syaikhaini (Bukhari dan Muslim), dan dishahihkan oleh Al Albani dalam "Sifaat sahalat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam", hal 181 ]
8. Dari jalan Thalhah bin ‘Ubaidullah
اللهم صل على محمد و على آل محمد كما
صليت على إبراهيم و على آل إبراهيم إنك حميد مجيد وبارك على محمد و على آل محمد
كما باركت على إبراهيم و آل إبراهيم إنك حميد مجيد
Allaahumma
sholli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad kamaa shol laita ‘alaa ibroohiim
wa ‘alaa aali ibroohiim innaka hamiidum majiid, wa baarik ‘alaa Muhammad wa
‘alaa aali Muhammad kamaa baarokta ‘alaa ibroohiim wa aali ibroohiim innaka
hamiidum majiid.
“Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. Dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah telah memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim,sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia”.
[SHAHIH, HR. Ahmad 1/162, An Nasa-i dalam "Sunan: nya 3/48 dan "Amalul Yaum wal Lailah" no 48, Abu Nu’aim dalam "Al Hilyah" 4/373,semuanya dari jalan 'Utsman bin Mauhab dari Musa bin Thalhah, dari bapaknya (Thalhah bin 'Ubaidullah), dishahihkan oleh Al Albani].
Waktu yang Dianjurkan untuk Bershalawat
1. Ketika nama beliau disebut
Berdasarkan hadits al-Husain bin ‘Ali Radhiyallaahu ‘anhu bahwa RasulullahShallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. Dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah telah memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim,sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia”.
[SHAHIH, HR. Ahmad 1/162, An Nasa-i dalam "Sunan: nya 3/48 dan "Amalul Yaum wal Lailah" no 48, Abu Nu’aim dalam "Al Hilyah" 4/373,semuanya dari jalan 'Utsman bin Mauhab dari Musa bin Thalhah, dari bapaknya (Thalhah bin 'Ubaidullah), dishahihkan oleh Al Albani].
Waktu yang Dianjurkan untuk Bershalawat
1. Ketika nama beliau disebut
Berdasarkan hadits al-Husain bin ‘Ali Radhiyallaahu ‘anhu bahwa RasulullahShallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الْبَخِيلُ مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ
فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ
“Orang yang kikir adalah orang yang aku
disebut di dekatnya, lalu dia tidak bershalawat kepadaku.” (HR.
at-Tirmidzi, Ahmad, dan lain-lain, disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani rahimahullahu dalam Irwa’ul
Ghalil, 1/5)
Juga dari hadits Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Juga dari hadits Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ
عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ
“Kehinaan bagi seseorang yang aku disebut
di dekatnya, namun dia tidak bershalawat kepadaku.” (HR. at-Tirmidzi,
al-Hakim dan disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani rahimahullahu dalam al-Irwa’,1/6)
2. Pada hari Jum’at
Berdasarkan hadits Aus bin Aus Radhiyallaahu ‘anhu, bahwa RasulullahShallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
2. Pada hari Jum’at
Berdasarkan hadits Aus bin Aus Radhiyallaahu ‘anhu, bahwa RasulullahShallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنَ الصَّلَاةِ
يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ. قَالُوا: كَيْفَ
تُعْرَضُ عَلَيْكَ وَقَدْ أَرَمْتَ؟ قَالَ: إِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَى الْأَرْضِ
أَنْ تَأكُلَ أَجْسَادَ الْأَنْبِيَاءِ
“Perbanyaklah shalawat kepadaku pada hari
Jum’at, kerena sesungguhnya shalawat kalian sampai kepadaku.” Mereka bertanya,
“Bagaimana bisa disampaikan (kepadamu sedang jasadmu telah hancur)?” Beliau
menjawab, “Sesungguhnya Allah mengharamkan tanah untuk memakan jasad para nabi.”
(HR. Abu Ishaq al-Harbi dalam Gharibul Hadits dan disahihkan oleh asy-Syaikh
al-Albani rahimahullahu dalam al-Irwa’, 1/4 dan mempunyai syawahid [pendukung] yang lain)
3. Ketika masuk masjid
Berdasarkan hadits Fathimah Radhiyallaahu ‘anha, ia berkata bahwasanya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bila masuk masjid bershalawat untuk diri beliau sendiri dan berkata,
3. Ketika masuk masjid
Berdasarkan hadits Fathimah Radhiyallaahu ‘anha, ia berkata bahwasanya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bila masuk masjid bershalawat untuk diri beliau sendiri dan berkata,
رَبِّ اغْفِرْ لِي ذَنْبِي وَافْتَحْ
لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ
“Wahai Rabb-ku, ampunilah dosa-dosaku dan
bukakanlah bagiku pintu-pintu rahmat-Mu!” (HR. at-Tirmidzi, 2/314, dan
disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albanirahimahullahu)
4. Saat berdoa
Berdasarkan hadits Anas bin Malik Radhiyallaahu ‘anhu bahwa RasulullahShallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
4. Saat berdoa
Berdasarkan hadits Anas bin Malik Radhiyallaahu ‘anhu bahwa RasulullahShallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
كُلُّ دُعَاءٍ مَحْجُوبٌ حَتَّى
يُصَلِّي عَلَى النَّبِيِّ
“Setiap doa terhijab (tertutup) hingga
bershalawat kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam.” (HR. ad-Dailami dan
dihasankan oleh asy-Syaikh al-Albanirahimahullahu)
5. Di waktu pagi dan petang
Berdasarkan hadits Abu Ad-Darda Radhiyallaahu ‘anhu bahwa RasulullahShallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
5. Di waktu pagi dan petang
Berdasarkan hadits Abu Ad-Darda Radhiyallaahu ‘anhu bahwa RasulullahShallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ حِينَ يُصْبِحُ
عَشْرًا وَحِينَ يُمْسِي عَشْرًا أَدْرَكَتْهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barang siapa yang bershalawat kepadaku di
pagi hari 10 kali dan di sore hari 10 kali, maka dia akan mendapatkan syafaatku
pada hari kiamat.” (HR. ath-Thabrani dan dihasankan oleh asy-Syaikh
al-Albani rahimahullahu dalam ash-Shahihul Jami’)
Al-Munawi Rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini terdapat dalil keutamaan shalawat dan salam kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam. Hal tersebut termasuk amalan yang paling afdhal serta zikir yang paling agung dan mengikuti (perintah) Al-Jabbar (Allah) dalam firman-Nya: ‘Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi’, kalau sekiranya tidak ada ganjaran lain bagi yang bershalawat kecuali mengharapkan syafaatnya, maka itu sudah cukup.” (Faidhul Qadir, hlm. 170—171)
6. Ketika tasyahhud dalam shalat
Berdasarkan hadits Fudhalah bin ‘Ubaid Radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam mendengar seorang laki-laki berdoa dalam shalatnya lalu tidak bershalawat kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam. Maka beliau bersabda, “Orang ini tergesa-gesa.” Kemudian beliau memanggil dan berkata kepadanya:
Al-Munawi Rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini terdapat dalil keutamaan shalawat dan salam kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam. Hal tersebut termasuk amalan yang paling afdhal serta zikir yang paling agung dan mengikuti (perintah) Al-Jabbar (Allah) dalam firman-Nya: ‘Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi’, kalau sekiranya tidak ada ganjaran lain bagi yang bershalawat kecuali mengharapkan syafaatnya, maka itu sudah cukup.” (Faidhul Qadir, hlm. 170—171)
6. Ketika tasyahhud dalam shalat
Berdasarkan hadits Fudhalah bin ‘Ubaid Radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam mendengar seorang laki-laki berdoa dalam shalatnya lalu tidak bershalawat kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam. Maka beliau bersabda, “Orang ini tergesa-gesa.” Kemudian beliau memanggil dan berkata kepadanya:
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ
بِتَحْمِيدِ اللهِ وَالثَّناءِ عَلَيْهِ ثُمَّ لْيَصَلِّ عَلَى النَّبِيِّ ثُمَّ
لْيَدْعُ بِمَا شَاءَ
“Jika salah seorang kalian shalat, maka
hendaklah dia memulai dengan memuji Allah dan mengagungkan-Nya, kemudian bershalawatlah
atas Nabi, lalu berdoa dengan apa yang dia kehendaki.” (HR. at-Tirmidzi,
Abu Dawud, an-Nasa’i, dan disahihkan oleh asy-Syaikh Muqbil dalam al-Jami’
ash-Shahih, 2/124)
7. Sesudah adzan
Berdasarkan hadits Abdullah bin ‘Amr bin al-’Ash Radhiyallaahu ‘anhu bahwa NabiShallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
7. Sesudah adzan
Berdasarkan hadits Abdullah bin ‘Amr bin al-’Ash Radhiyallaahu ‘anhu bahwa NabiShallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِذَا سَمِعْتُمُ النِّدَاءَ
فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ، ثُمَّ صَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى
عَلَيَّ صَلَاةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا، ثُمَّ سَلُوا اللهِ لِي
الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِي الْجَنَّةِ لاَ تَنْبَغِي إِلاَّ لِعَبْدٍ
مِنْ عِبَادِ اللهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ، فَمَنْ سَأَلَ لِي
الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ
“Jika kalian mendengar muadzin, maka
ucapkanlah seperti apa yang dia ucapkan lalu bershalawatlah kalian kepadaku.
Karena sesungguhnya barang siapa yang bershalawat kepadaku satu kali, Allah
akan bershalawat kepadanya 10 kali. Lalu mintalah wasilah untukku karena
(wasilah) itu adalah satu kedudukan (yang tertinggi, red.) dalam jannah (surga)
yang tidak sepantasnya (dimiliki) kecuali bagi seorang hamba di antara
hamba-hamba Allah l. Dan aku berharap (hamba) itu adalah aku. Maka siapa yang
memintakan wasilah tersebut untukku, maka halal baginya syafaat.” (Sahih,
HR. Muslim)
Cara Bershalawat
Ada beberapa riwayat sahih yang datang dari Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam tentang tata cara bershalawat kepada beliau (lihat kitab Shifat Shalat an-Nabi karya asy-Syaikh al-Albani, hlm. 164—167).
Di antaranya adalah yang diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 3370) dan Muslim (no. 406) dari Ka’b bin Ujrah Radhiyallaahu ‘anhu. Ia berkata, “RasulullahShallallaahu ‘alaihi wasallam keluar menuju kami lalu kami pun berkata, ‘Kami telah mengetahui cara mengucapkan salam kepadamu, lalu bagaimana cara kami bershalawat kepadamu?’ Beliau menjawab, “Ucapkanlah:
Cara Bershalawat
Ada beberapa riwayat sahih yang datang dari Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam tentang tata cara bershalawat kepada beliau (lihat kitab Shifat Shalat an-Nabi karya asy-Syaikh al-Albani, hlm. 164—167).
Di antaranya adalah yang diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 3370) dan Muslim (no. 406) dari Ka’b bin Ujrah Radhiyallaahu ‘anhu. Ia berkata, “RasulullahShallallaahu ‘alaihi wasallam keluar menuju kami lalu kami pun berkata, ‘Kami telah mengetahui cara mengucapkan salam kepadamu, lalu bagaimana cara kami bershalawat kepadamu?’ Beliau menjawab, “Ucapkanlah:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ
كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، اللَّهُمَّ
بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ
مَجِيدٌ
Diriwayatkan
juga oleh Muslim (no. 405) dari hadits Abu Mas’ud Radhiyallaahu
‘anhu. Ia berkata, “Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wasallam datang
kepada kami dan kami bersama Sa’d bin ‘Ubadah. Lalu Basyir bin Sa’d berkata
kepada beliau, ‘Allah Subhaanahu
Wa Ta’ala memerintahkan
kami bershalawat kepadamu, wahai Rasulullah. Lalu bagaimana cara kami
bershalawat kepadamu?’ RasulullahShallallaahu ‘alaihi wasallam pun diam sehingga kami berangan-angan seandainya dia tidak
menanyakannya. Lalu beliau bersabda, ‘Ucapkanlah:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ
إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ
عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ فِي الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ
مَجِيدٌ
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ
إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ
عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ فِي الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ
مَجِيدٌ
Faedah :
An-Nawawi Rahimahullah berkata, “Apabila bershalawat kepada NabiShallallaahu ‘alaihi
wasallam, hendaklah menggabungkan antara shalawat dan salam, serta tidak
mencukupkan salah satunya. Maka janganlah ia mengatakan, ‘shallallahu
‘alaihi’ saja, dan tidak pula (hanya mengatakan) ‘alaihis salam’
saja.” (lihat al-Adzkar hlm. 98, an-Nawawi)
Cara mengamalkan shalawat yang benar berdasarkan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebagai berikut:
a. Shalawat yang dibaca adalah shalawat yang disyari'atkan,
Cara mengamalkan shalawat yang benar berdasarkan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebagai berikut:
a. Shalawat yang dibaca adalah shalawat yang disyari'atkan,
karena
shalawat termasuk dzikir, dan dzikir termasuk ibadah. Bukan shalawat bid'ah,
karena seluruh bid'ah adalah kesesatan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,”Dzikir-dzikir dan do’a-do’a termasuk ibadah-ibadah yang paling utama. Sedangkan ibadah dibangun di atas ittiba' (mengikuti Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ). Tidak seorangpun berhak men-sunnah-kan dari dzikir-dzikir dan do’a-do’a yang tidak disunnahkan (oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam), lalu menjadikannya sebagai kebiasaan yang rutin, dan orang-orang selalu melaksanakannya. Semacam itu termasuk membuat-buat perkara baru dalam agama yang tidak diizinkan Allah. Berbeda dengan do’a, yang kadang-kadang seseorang berdo’a dengannya dan tidak menjadikannya sebagai sunnah (kebiasaan).” [Dinukil dari Fiqhul Ad'iyah Wal Adzkar, 2/49, karya Syaikh Abdur Razaq bin Abdul Muhshin Al Badr].
b. Memperbanyak membaca shalawat di setiap waktu dan tempat, terlebih-lebih pada hari jum'ah, atau pada saat disebut nama Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan lain-lain tempat yang disebutkan di dalam hadits-hadits yang shahih.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,”Dzikir-dzikir dan do’a-do’a termasuk ibadah-ibadah yang paling utama. Sedangkan ibadah dibangun di atas ittiba' (mengikuti Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ). Tidak seorangpun berhak men-sunnah-kan dari dzikir-dzikir dan do’a-do’a yang tidak disunnahkan (oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam), lalu menjadikannya sebagai kebiasaan yang rutin, dan orang-orang selalu melaksanakannya. Semacam itu termasuk membuat-buat perkara baru dalam agama yang tidak diizinkan Allah. Berbeda dengan do’a, yang kadang-kadang seseorang berdo’a dengannya dan tidak menjadikannya sebagai sunnah (kebiasaan).” [Dinukil dari Fiqhul Ad'iyah Wal Adzkar, 2/49, karya Syaikh Abdur Razaq bin Abdul Muhshin Al Badr].
b. Memperbanyak membaca shalawat di setiap waktu dan tempat, terlebih-lebih pada hari jum'ah, atau pada saat disebut nama Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan lain-lain tempat yang disebutkan di dalam hadits-hadits yang shahih.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا
Barangsiapa
memohonkan shalawat atasku sekali, Allah bershalawat atasnya sepuluh kali. [HR Muslim, no. 408, dari Abu Hurairah].
c. Tidak menentukan jumlah, waktu, tempat, atau cara, yang tidak ditentukan oleh syari'at.
c. Tidak menentukan jumlah, waktu, tempat, atau cara, yang tidak ditentukan oleh syari'at.
Seperti menentukan waktu sebelum beradzan, saat khathib Jum'at duduk antara dua
khutbah, dan lain-lain.
d. Dilakukan sendiri-sendiri, tidak secara berjama'ah.
d. Dilakukan sendiri-sendiri, tidak secara berjama'ah.
Karena membaca shalawat termasuk dzikir dan termasuk ibadah, sehingga harus mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan sepanjang pengetahuan kami, tidak ada dalil yang membenarkan bershalawat dengan berjama'ah. Karena, jika dilakukan berjama'ah, tentu dibaca dengan keras, dan ini bertentangan dengan adab dzikir yang diperintahkan Allah, yaitu dengan pelan.
e. Dengan suara sirr (pelan), tidak keras.
Karena membaca shalawat termasuk dzikir. Sedangkan di antara adab berdzikir, yaitu dengan suara pelan, kecuali ada dalil yang menunjukkan (harus) diucapkan dengan keras. Allah berfirman,
وَاذْكُر رَّبَّكَ فِي نَفْسِكَ
تَضَرُّعًا وَخِفْيَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ
وَاْلأَصَالِ وَلاَتَكُن مِّنَ الْغَافِلِينَ
Dan
dzikirlah (ingatlah, sebutlah nama) Rabb-mu dalam hatimu dengan merendahkan
diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan
petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.[Al A’raf
: 205].
Ibnu Katsir rahimahullah berkata,”Oleh karena itulah Allah berfirman:
وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ (dan dengan tidak mengeraskan suara), demikianlah, dzikir itu disukai tidak dengan seruan yang keras berlebihan.” [Tafsir Ibnu Katsir].
Al Qurthubi rahimahullah berkata,”Ini menunjukkan, bahwa meninggikan suara dalam berdzikir (adalah) terlarang.” [Tafsir Al Qurthubi, 7/355].
Muhammad Ahmad Lauh berkata,”Di antara sifat-sifat dzikir dan shalawat yang disyari'atkan, yaitu tidak dengan keras, tidak mengganggu orang lain, atau mengesankan bahwa (Dzat) yang dituju oleh orang yang berdzikir dengan dzikirnya (berada di tempat) jauh, sehingga untuk sampainya membutuhkan dengan mengeraskan suara.” [Taqdisul Asy-khas Fi Fikrish Shufi, 1/276, karya Muhammad Ahmad Lauh].
Abu Musa Al Asy'ari berkata.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata,”Oleh karena itulah Allah berfirman:
وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ (dan dengan tidak mengeraskan suara), demikianlah, dzikir itu disukai tidak dengan seruan yang keras berlebihan.” [Tafsir Ibnu Katsir].
Al Qurthubi rahimahullah berkata,”Ini menunjukkan, bahwa meninggikan suara dalam berdzikir (adalah) terlarang.” [Tafsir Al Qurthubi, 7/355].
Muhammad Ahmad Lauh berkata,”Di antara sifat-sifat dzikir dan shalawat yang disyari'atkan, yaitu tidak dengan keras, tidak mengganggu orang lain, atau mengesankan bahwa (Dzat) yang dituju oleh orang yang berdzikir dengan dzikirnya (berada di tempat) jauh, sehingga untuk sampainya membutuhkan dengan mengeraskan suara.” [Taqdisul Asy-khas Fi Fikrish Shufi, 1/276, karya Muhammad Ahmad Lauh].
Abu Musa Al Asy'ari berkata.
لَمَّا غَزَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْبَرَ أَوْ قَالَ لَمَّا تَوَجَّهَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَشْرَفَ النَّاسُ عَلَى وَادٍ فَرَفَعُوا
أَصْوَاتَهُمْ بِالتَّكْبِيرِ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ
إِلَّا اللَّهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ إِنَّكُمْ لَا تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا
إِنَّكُمْ تَدْعُونَ سَمِيعًا قَرِيبًا وَهُوَ مَعَكُمْ وَأَنَا خَلْفَ دَابَّةِ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَمِعَنِي وَأَنَا أَقُولُ
لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ فَقَالَ لِي يَا عَبْدَاللَّهِ بْنَ
قَيْسٍ قُلْتُ لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى
كَلِمَةٍ مِنْ كَنْزٍ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ قُلْتُ بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ
فَدَاكَ أَبِي وَأُمِّي قَالَ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ
Ketika
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerangi atau menuju Khaibar,
orang-orang menaiki lembah, lalu mereka meninggikan suara dengan takbir: Allahu
Akbar, Allahu Akbar, Laa ilaaha illa Allah. Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda,”Pelanlah, sesungguhnya kamu tidaklah menyeru kepada yang
tuli dan yang tidak ada. Sesungguhnya kamu menyeru (Allah) Yang Maha Mendengar
dan Maha Dekat, dan Dia bersama kamu (dengan ilmuNya, pendengaranNya,
penglihatanNya, dan pengawasanNya, Pen.).” Dan saya (Abu Musa) di belakang
hewan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau mendengar aku
mengatakan: Laa haula wa laa quwwata illa billah. Kemudian beliau bersabda
kepadaku,”Wahai, Abdullah bin Qais (Abu Musa).” Aku berkata,”Aku sambut
panggilanmu, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda,”Maukah aku tunjukkan kepadamu
terhadap satu kalimat, yang merupakan simpanan di antara simpanan-simpanan
surga?" Aku menjawab,”Tentu, wahai Rasulullah. Bapakku dan ibuku sebagai
tebusanmu.” Beliau bersabda,”Laa haula wa laa quwwata illa billah.” [HR
Bukhari, no. 4205; Muslim, no. 2704].
f. Membaca shalawat tidak boleh sambil diiringi rebana (alat musik),
f. Membaca shalawat tidak boleh sambil diiringi rebana (alat musik),
karena hal ini termasuk bid'ah. Perbuatan ini mirip dengan kebiasaan yang
sering dilakukan oleh orang-orang Shufi. Mereka membaca qasidah-qasidah atau
sya'ir-sya'ir yang dinyanyikan dan diringi dengan pukulan stik, rebana, atau
semacamnya. Mereka menyebutnya dengan istilah sama' atau taghbiir.
Berikut ini di antara perkataan ulama Ahlus Sunnah yang mengingkari hal tersebut.
Imam Asy Syafi'i berkata,”Di Iraq, aku meninggalkan sesuatu yang dinamakan taghbiir. [Sejenis sya'ir berisi anjuran untuk zuhud di dunia yang dinyanyikan oleh orang-orang Shufi, dan sebagian hadirin memukul-mukulkan kayu pada bantal atau kulit sesuai dengan irama lagunya] (Yaitu) perkara baru yang diada-adakan oleh Zanadiqah (orang-orang zindiq ; menyimpang), mereka menghalangi manusia dari Al Qur'an.” [Riwayat Ibnul Jauzi, dalam Talbis Iblis; Al Khallal dalam Amar Ma'ruf, hlm. 36; dan Abu Nu'aim dalam Al Hilyah, 9/146. Dinukil dari kitab Tahrim Alat Ath-Tharb, hlm. 163.]
Imam Ahmad ditanya tentang taghbiir, beliau menjawab,”Bid'ah.” [Riwayat Al Khallal. Dinukil dari kitab Tahrim Alat Ath-Tharb, hlm. 163].
Imam Ath Thurthusi, tokoh ulama Malikiyah dari kota Qurthubah (wafat 520 H); beliau ditanya tentang sekelompok orang (yaitu orang-orang Shufi) di suatu tempat yang membaca Al Qur'an, lalu seseorang di antara mereka menyanyikan sya'ir, kemudian mereka menari dan bergoyang. Mereka memukul rebana dan memainkan seruling. Apakah menghadiri mereka itu halal atau tidak? (Ditanya seperti itu) beliau menjawab,”Jalan orang-orang Shufi adalah batil dan sesat. Islam itu hanyalah kitab Allah dan Sunnah RasulNya. Adapun menari dan pura-pura menampakkan cinta (kepada Allah), maka yang pertama kali mengada-adakan adalah kawan-kawan Samiri (pada zaman Nabi Musa). Yaitu ketika Samiri membuatkan patung anak sapi yang bisa bersuara untuk mereka, lalu mereka datang menari di sekitarnya dan berpura-pura menampakkan cinta (kepada Allah). Tarian itu adalah agama orang-orang kafir dan para penyembah anak sapi. Adapun majelis Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya penuh ketenangan, seolah-olah di atas kepala mereka dihinggapi burung. Maka seharusnya penguasa dan wakil-wakilnya melarang mereka menghadiri masjid-masjid dan lainnya (untuk menyanyi dan menari, Pen). Dan bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, tidaklah halal menghadiri mereka. Tidak halal membantu mereka melakukan kebatilan. Demikian ini jalan yang ditempuh (Imam) Malik, Asy Syafi'i, Abu Hanifah, Ahmad dan lainnya dari kalangan imam-imam kaum muslimin.” [Dinukil dari kitab Tahrim Alat Ath-Tharb, hlm. 168-169]
Imam Al Hafizh Ibnu Ash Shalaah, imam terkenal penulis kitab Muqaddimah 'Ulumil Hadits (wafat th. 643 H); beliau ditanya tentang orang-orang yang menghalalkan nyanyian dengan rebana dan seruling, dengan tarian dan tepuk-tangan. Dan mereka menganggapnya sebagai perkara halal dan qurbah (perkara yang mendekatkan diri kepada Allah), bahkan (katanya sebagai) ibadah yang paling utama. Maka beliau menjawab: Mereka telah berdusta atas nama Allah Ta'ala. Dengan pendapat tersebut, mereka telah mengiringi orang-orang kebatinan yang menyimpang. Mereka juga menyelisihi ijma'. Barangsiapa yang menyelisihi ijma', (ia) terkena ancaman firman Allah:
Berikut ini di antara perkataan ulama Ahlus Sunnah yang mengingkari hal tersebut.
Imam Asy Syafi'i berkata,”Di Iraq, aku meninggalkan sesuatu yang dinamakan taghbiir. [Sejenis sya'ir berisi anjuran untuk zuhud di dunia yang dinyanyikan oleh orang-orang Shufi, dan sebagian hadirin memukul-mukulkan kayu pada bantal atau kulit sesuai dengan irama lagunya] (Yaitu) perkara baru yang diada-adakan oleh Zanadiqah (orang-orang zindiq ; menyimpang), mereka menghalangi manusia dari Al Qur'an.” [Riwayat Ibnul Jauzi, dalam Talbis Iblis; Al Khallal dalam Amar Ma'ruf, hlm. 36; dan Abu Nu'aim dalam Al Hilyah, 9/146. Dinukil dari kitab Tahrim Alat Ath-Tharb, hlm. 163.]
Imam Ahmad ditanya tentang taghbiir, beliau menjawab,”Bid'ah.” [Riwayat Al Khallal. Dinukil dari kitab Tahrim Alat Ath-Tharb, hlm. 163].
Imam Ath Thurthusi, tokoh ulama Malikiyah dari kota Qurthubah (wafat 520 H); beliau ditanya tentang sekelompok orang (yaitu orang-orang Shufi) di suatu tempat yang membaca Al Qur'an, lalu seseorang di antara mereka menyanyikan sya'ir, kemudian mereka menari dan bergoyang. Mereka memukul rebana dan memainkan seruling. Apakah menghadiri mereka itu halal atau tidak? (Ditanya seperti itu) beliau menjawab,”Jalan orang-orang Shufi adalah batil dan sesat. Islam itu hanyalah kitab Allah dan Sunnah RasulNya. Adapun menari dan pura-pura menampakkan cinta (kepada Allah), maka yang pertama kali mengada-adakan adalah kawan-kawan Samiri (pada zaman Nabi Musa). Yaitu ketika Samiri membuatkan patung anak sapi yang bisa bersuara untuk mereka, lalu mereka datang menari di sekitarnya dan berpura-pura menampakkan cinta (kepada Allah). Tarian itu adalah agama orang-orang kafir dan para penyembah anak sapi. Adapun majelis Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya penuh ketenangan, seolah-olah di atas kepala mereka dihinggapi burung. Maka seharusnya penguasa dan wakil-wakilnya melarang mereka menghadiri masjid-masjid dan lainnya (untuk menyanyi dan menari, Pen). Dan bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, tidaklah halal menghadiri mereka. Tidak halal membantu mereka melakukan kebatilan. Demikian ini jalan yang ditempuh (Imam) Malik, Asy Syafi'i, Abu Hanifah, Ahmad dan lainnya dari kalangan imam-imam kaum muslimin.” [Dinukil dari kitab Tahrim Alat Ath-Tharb, hlm. 168-169]
Imam Al Hafizh Ibnu Ash Shalaah, imam terkenal penulis kitab Muqaddimah 'Ulumil Hadits (wafat th. 643 H); beliau ditanya tentang orang-orang yang menghalalkan nyanyian dengan rebana dan seruling, dengan tarian dan tepuk-tangan. Dan mereka menganggapnya sebagai perkara halal dan qurbah (perkara yang mendekatkan diri kepada Allah), bahkan (katanya sebagai) ibadah yang paling utama. Maka beliau menjawab: Mereka telah berdusta atas nama Allah Ta'ala. Dengan pendapat tersebut, mereka telah mengiringi orang-orang kebatinan yang menyimpang. Mereka juga menyelisihi ijma'. Barangsiapa yang menyelisihi ijma', (ia) terkena ancaman firman Allah:
وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن
بَعْدِ مَاتَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ
نُوَلِّهِ مَاتَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَآءَتْ مَصِيرًا
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,”Dan telah diketahui secara pasti dari agama Islam, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mensyari'atkan kepada orang-orang shalih dan para ahli ibadah dari umat beliau, agar mereka berkumpul dan mendengarkan bait-bait yang dilagukan dengan tepuk tapak-tangan, atau pukulan dengan kayu (stik), atau rebana. Sebagaimana beliau tidak membolehkan bagi seorangpun untuk tidak mengikuti beliau, atau tidak mengikuti apa yang ada pada Al Kitab dan Al Hikmah (As Sunnah). Beliau tidak membolehkan, baik dalam perkara batin, perkara lahir, untuk orang awam, atau untuk orang tertentu.” [Majmu' Fatawa, 11/565. Dinukil dari kitab Tahrim Alat Ath-Tharb, hlm. 165 ]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar