Setelah Perang Thaif

Kedatangan para utusan kaum banu Tamim di Madinah

Sehubungan dengan tamu dari kaum banu Tamim ini, Bukhari meriwayatkan sebagai berikut :
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ الزُّبَيْرِ اَنَّهُ قَدِمَ رَكْبٌ مِنْ بَنِى تَمِيْمٍ عَلَى النَّبِيّ ص. فَقَالَ اَبُوْ بَكْرٍ: اَمّرِ اْلقَعْقَاعَ بْنَ مَعْبَدٍ. وَ قَالَ عُمَرُ: اَمّرِ اْلاَقْرَعَ بْنَ حَابِسٍ. فَقَالَ اَبُوْ بَكْرٍ: مَا اَرَدْتَ اِلىَ اَوْ اِلاَّ خِلاَفِى. فَقَالَ عُمَرُ: مَا اَرَدْتُ خِلاَفَكَ. فَتَمَارَيَا حَتَّى ارْتَفَعَتْ اَصْوَاتُهُمَا. فَنَزَلَ فِى ذلِكَ (ياَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْا لاَ تُقَدّمُوْا بَيْنَ يَدَيِ اللهِ وَ رَسُوْلِه … حَتَّى انْقَضَتِ اْلآيَةُ. البخارى
Dari Abdullah bin Zubair, ia berkata : Bahwasanya telah datang rombongan tamu dari banu Tamim kepada Nabi SAW. Kemudian Abu Bakar berkata,(Ya Rasulullah), jadikanlah Al-Qaqa bin Mabad sebagai pemimpinnya, dan Umar pun berkata, (Ya Rasulullah), jadikanlah Al-Aqra bin Habis sebagai pemimpinnya. Lalu Abu Bakar berkata, Kamu (Umar) tidaklah menghendaki kecuali menyelisihiku. Lalu Umar menjawab, Aku tidak menghendaki menyelisihimu. Maka kedua shahabat tersebut berdebat sehingga mereka meninggikan suara. Sehubungan dengan hal itu lalu turunlah ayat (yang artinya), Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mendahului Allah dan Rasul-Nya .. (sampai akhir ayat). (QS. Al-Hujuraat : 1). [HR. Bukhari juz 6, hal. 47]

Tentara Islam dikirim ke banu Khatsam.
Satu pasukan yang terdiri dari dua puluh orang dengan dikepalai oleh shahabat Quthbah bin Amir berangkat ke banu Khatsam yang terletak di dekat Turbah, daerah kota Makkah. Pasukan ini diperintah oleh Nabi SAW supaya menyerbu dari segenap penjuru . Pasukan tentara Islam ini dengan pertolongan Allah dapat memperoleh kemenangan. Mereka pun mendapat rampasan binatang-binatang ternak. Kemudian pasukan tentara Islam itu kembali ke Madinah dengan membawa kemenangan.

Tentara Islam dikirim ke banu Kilab.
Satu pasukan yang terdiri dari serombongan kaum muslimin yang dikepalai oleh shahabat Dhahhak bin Sufyan Al-Kalbiy diberangkatkan ke qabilah banu Kilab. Setelah sampai di tempat yang dituju pasukan ini mendapat perlawanan keras dari segenap penduduknya sehingga terjadi pertempuran sengit, tetapi akhirnya pihak musuh dapat dikalahkan dan sisanya melarikan diri. Kemudian pasukan ini kembali ke Madinah dengan selamat.

Tentara Islam dikirim ke Juddah

Pada suatu hari Nabi SAW menerima khabar bahwa orang-orang dari negeri Habasyah datang dengan perahu-perahu mereka di pantai laut Juddah. Setelah Nabi SAW menerima khabar demikian, lalu segera mempersiapkan satu pasukan untuk menyelidiki kebenaran berita itu. Pasukan disiapkan sebanyak tiga ratus orang dan dipimpin oleh Alqamah bin Mujazziz Al-Mudlijiy. Pasukan berangkat menuju ke Juddah untuk menemui mereka itu.
Setelah sampai di Juddah, pasukan tersebut lalu menyeberangi lautan dan turun di suatu pulau. Ternyata di pulau itu ada beberapa orang Habasyah, tetapi setelah mereka melihat pasukan muslimin, dengan cepat mereka melarikan diri. Oleh sebab itu maka pasukan Islam lalu kembali ke Madinah. Di tengah perjalanan, pimpinan memerintahkan supaya berjalan cepat, dan mengangkat Abdullah bin Hudzaifah As-Sahmiy untuk memimpin pasukan. Kemudian oleh shahabat Abdullah bin Hudzafah As-Sahmiy, pasukan tersebut diperintahkan supaya berhenti di suatu tempat, lalu di tempat itu mereka menyalakan api. Kemudian Abdullah bin Hudzafah berkata kepada mereka :
اَ لَسْتُمْ مَأْمُوْرِيْنَ بِطَاعَتِى؟
Bukankah kalian diperintahkan supaya menthaati perintahku ?.
Mereka menyahut :
نَعَمْ.
Ya !.
Abdullah berkata :
عَزَمْتُ عَلَيْكُمْ اِلاَّ مَا تَوَاسَبْتُمْ فِى هذِهِ النَّارِ.
Aku menghendaki supaya kalian menceburkan diri ke dalam api ini.
Kemudian sebagian dari mereka berkata :
مَا اَسْلَمْنَا اِلاَّ فِرَارًا مِنَ النَّارِ.
Kami tidak masuk Islam melainkan untuk lari dari api
Kemudian sebagian yang lain akan masuk ke dalam api itu. Tiba-tiba Abdullah mencegahnya sambil berkata :
كُنْتُ مَازِحًا
Saya hanya bergurau saja.
Setelah mereka tiba kembali di Madinah, peristiwa ini dilaporkan kepada Nabi SAW, maka beliau lalu bersabda :
لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِى مَعْصِيَةِ اْلخَالِقِ. نور اليقين:
Tidak boleh thaat kepada makhluq untuk makshiyat kepada Allah.

Sehubungan dengan peristiwa tersebut Muslim meriwayatkan sebagai berikut :
عَنْ عَلِيّ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص بَعَثَ جَيْشًا وَ اَمَّرَ عَلَيْهِمْ رَجُلاً فَاَوْقَدَ نَارًا. وَ قَالَ: اُدْخُلُوْهَا. فَاَرَادَ نَاسٌ اَنْ يَدْخُلُوْهَا. وَ قَالَ اْلآخَرُوْنَ: اِنَّا قَدْ فَرَرْنَا مِنْهَا. فَذُكِرَ ذلِكَ لِرَسُوْلِ اللهِ ص، فَقَالَ لِلَّذِيْنَ اَرَادُوْا اَنْ يَدْخُلُوْهَا: لَوْ دَخَلْتُمُوْهَا لَمْ تَزَالُوْا فِيْهَا اِلىَ يَوْمِ اْلقِيَامَةِ. وَ قَالَ ِلـْلآخَرِيْنَ قَوْلاً حَسَنًا. وَ قَالَ: لاَ طَاعَةَ فِى مَعْصِيَةِ اللهِ، اِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى اْلمَعْرُوْفِ. مسلم
Dari Ali, bahwasanya Rasulullah SAW mengutus pasukan dan mengangkat seorang laki-laki untuk memimpin mereka. Lalu ia menyalakan api dan berkata kepada pasukannya, Masuklah kalian ke dalam api itu !. Maka sebagian orang ada yang akan masuk ke dalam api itu, dan sebagian lagi berkata, Sesungguhnya kami telah lari dari api. Lalu peristiwa itu dilaporkan kepada Rasulullah SAW, maka beliau bersabda kepada orang-orang yang akan masuk ke dalam api itu, Seandainya kalian betul-betul masuk ke dalamnya, niscaya kalian terus-menerus di dalamnya sampai hari qiyamat. Dan beliau bersabda kepada yang lainnya dengan perkataan yang baik. Dan beliau bersabda, Tidak ada thaat dalam hal mashiyat kepada Allah. Sesungguhnya kethaatan itu hanya dalam hal yang maruf. [HR. Muslim juz 3, hal. 1469]

Dalam riwayat lain sebagai berikut :
عَنْ عَلِيّ قَالَ: بَعَثَ رَسُوْلُ اللهِ ص سَرِيَّةً فَاسْتَعْمَلَ عَلَيْهِمْ رَجُلاً مِنَ اْلاَنْصَارِ. وَ اَمَرَهُمْ اَنْ يَسْمَعُوْا لَهُ وَ يُطِيْعُوْا. فَاَغْضَبُوْهُ فِى شَيْءٍ فَقَالَ: اِجْمَعُوْا لِى حَطَبًا. فَجَمَعُوْا لَهُ. ثُمَّ قَالَ: اَوْقِدُوْا نَارًا. فَاَوْقَدُوْا. ثُمَّ قَالَ: اَلَمْ يَأْمُرْكُمْ رَسُوْلُ اللهِ ص اَنْ تَسْمَعُوْا لِى وَ تُطِيْعُوْا؟ قَالُوْا: بَلَى. قَالَ: فَادْخُلُوْهَا. قَالَ: فَنَظَرَ بَعْضُهُمْ اِلىَ بَعْضٍ. فَقَالُوْا: اِنَّمَا فَرَرْنَا اِلىَ رَسُوْلِ اللهِ ص مِنَ النَّارِ. فَكَانُوْا كَذلِكَ. وَ سَكَنَ غَضَبُهُ. وَ طُفِئَتِ النَّارُ. فَلَمَّا رَجَعُوْا ذَكَرُوْا ذلِكَ لِلنَّبِيّ ص. فَقَالَ: لَوْ دَخَلُوْهَا مَا خَرَجُوْا مِنْهَا. اِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى اْلمَعْرُوْفِ. مسلم
Dari Ali, ia berkata : Rasulullah SAW pernah mengutus pasukan dan beliau mengangkat seorang laki-laki dari Anshar untuk memimpinnya. Dan beliau berpesan kepada pasukan itu, supaya mendengar dan thaat kepada pemimpinnya. Lalu pasukan itu menyebabkan marah pemimpinnya karena suatu hal. Lalu pemimpin itu berkata, Kumpulkanlah kayu bakar. Lalu pasukan itu mengumpulkannya. Kemudian ia berkata, Nyalakanlah api. Lalu pasukan itu menyalakan api. Kemudian pemimpin itu berkata, Bukankah Rasulullah SAW berpesan kepada kalian untuk mendengar dan thaat kepadaku ?. Pasukan itu menjawab, Benar. Lalu pemimpin itu berkata, Masuklah kalian ke dalam api. (Ali) berkata, Lalu sebagian mereka memandang kepada sebagian yang lain, lalu berkata, Sesungguhnya kami lari kepada Rasulullah SAW untuk menjauhkan diri dari api. Lalu mereka tetap dalam keadaan demikian itu. Maka redalah kemarahan pemimpin itu, dan api itupun dipadamkan. Setelah mereka pulang, mereka melaporkan peristiwa tersebut kepada Nabi SAW. Lalu beliau bersabda, Seandainya mereka masuk ke dalam api itu, niscaya tidak akan dapat keluar dari padanya. Sesungguhnya kethaatan itu hanyalah dalam hal yang maruf. [HR. Muslim juz 3, hal. 1469]

Diutusnya Walid bin Uqbah ke Banu Mushthaliq
Pada tahun ke-8 Hijriyah pula, Nabi SAW mengutus seorang shahabat yang bernama Walid bin Uqbah bin Abu Muaith ke kabilah banu Mushthaliq dengan tugas untuk memungut zakat penduduknya, karena mereka sudah memeluk Islam. Walid segera berangkat ke tempat tersebut setelah khabar kehadirannya didengar oleh sebagian penduduknya, maka keluarlah dua puluh orang dari mereka berselempang senjata perang untuk menyambut kedatangannya, dan beserta mereka itu unta-unta zakat yang akan diserahkan kepadanya.
Akan tetapi ketika Walid bin Uqbah datang, setelah melihat ada dua puluh orang bersenjata, maka Walid bin Uqbah menyangka bahwa mereka itu akan mengadakan perlawanan. Dugaan Walid ini diperkuat dengan peristiwa yang terjadi di masa jahiliyah, bahwa ia dulu pernah bermusuhan dengan mereka. Oleh sebab itu, maka cepat-cepat Walid bin Uqbah kembali ke Madinah, dan segera melaporkan kepada Nabi SAW, bahwa mereka itu telah murtad dan mereka menolak untuk menyerahkan zakat.
Mendengar laporan dari Walid itu Nabi SAW segera memerintahkan Khalid bin Walid supaya berangkat ke qabilah banu Mushthaliq untuk menyelidiki kebenaran berita yang disampaikan oleh Walid bin Uqbah itu. Khalid bin Walid segera berangkat ke kaum banu Mushthaliq dengan cara menyamar.
Setiba di banu Mushthaliq, Khalid lalu menyelidiki keadaan penduduknya, apakah mereka masih tetap mengikut Islam ataukah sudah murtad ? Kebetulan kedatangan Khalid pad saat menjelang waktu Shubuh, lalu ia mendengar muadzdzin mereka beradzan untuk shalat Shubuh. Kemudian Khalid datang kepada mereka, maka Khalid tidak melihat mereka itu melainkan thaat kepada Islam.
Setelah selesai mengerjakan tugas yang berat itu, Khalid bin Walid lalu kembali ke Madinah. Setiba di Madinah, ia melaporkan kepada Nabi SAW segala apa yang dilihatnya selama berada di tengah-tengah kaum banu Mushthaliq, yang semuanya itu membuktikan bahwa mereka tetap thaat kepada Islam.
Sehubungan dengan peristiwa itu, maka Allah menurunkan wahyu-Nya kepada Nabi SAW sebagai berikut :
ياَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْآ اِنْ جَآءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوْآ اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِيْنَ. الحجرات:6
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasiq membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan sesuatu mushibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya, yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan itu. [QS. Al-Hujuraat : 6]

Sehubungan dengan peristiwa tersebut Ahmad meriwayatkan sebagai berikut :
Dari Al-Harits bin Dlirar Al-Khuzaiy, ia berkata : Aku pernah datang menemui Rasulullah SAW. Lalu beliau mengajakku untuk memeluk agama Islam. Aku pun masuk Islam dan memeluknya. Lalu Rasulullah SAW mengajakku untuk mengeluarkan zakat, aku pun menyanggupinya. Aku berkata, Wahai Rasulullah, aku akan pulang kepada kaumku, dan aku akan mengajak mereka untuk masuk Islam dan menunaikan zakat. Siapasaja yang menerima seruanku ini, maka aku akan mengumpulkan zakatnya, maka kirimkanlah kepadaku wahai Rasulullah seorang utusan antara waktu ini dan ini untuk membawa zakat yang telah aku kumpulkan itu. Setelah Harits mengumpulkan zakat dari orang-orang yang menthaati seruannya, dan telah sampai pada waktu datangnya utusan Rasulullah SAW, ternyata utusan Rasulullah SAW tertahan di tengah jalan, dan tidak datang menemuinya. Harits pun mengira bahwa Allah dan Rasul-Nya telah marah. Dia pun segera memanggil pembesar-pembesar kaumnya, lalu mengatakan kepada mereka,Rasulullah SAW telah menetapkan waktu kepadaku dimana beliau akan mengirimkan utusannya untuk mengambil zakat yang aku kumpulkan. Dan bukan kebiasaan Rasulullah SAW menyalahi janji, dan aku tidak melihat tertahannya utusan beliau itu kecuali karena kemarahan beliau. Oleh karena itu, marilah kita pergi bersama menemui Rasulullah SAW. Padahal Rasulullah SAW telah mengutus Walid bin Uqbah bin Abu Muaith untuk menemui Harits, untuk membawa zakat yang telah dikumpulkannya. Namun ketika Walid melakukan perjalanan dan belum sampai ke tempatnya, dia merasa ketakutan, maka dia pun pulang sehingga menghadap Rasulullah SAW dan mengatakan, Ya Rasulullah, Harits tidak mau memberikan zakat kepadaku, dan dia akan membunuhku. Maka Rasulullah SAW segera mengirim utusan kepada Harits. Pada saat itu Harits dan teman-temannya sedang menuju Madinah, sehingga tatkala utusan itu telah berangkat dan telah jauh meninggalkan kota Madinah, Harits bertemu dengan mereka. Kemudian mereka berkata, Ini Harits. Setelah Harits mendekati mereka, dia bertanya, Kalian diutus menemui siapa ?. Mereka menjawab,Menemui kamu. Harits bertanya keheranan, Mengapa ?. Mereka menjawab, Rasulullah SAW telah mengutus Walid bin Uqbah kepadamu. Dia mengatakan bahwa kamu tidak mau memberikan zakat dan bahkan akan membunuhnya. Harits berkata, Tidak, demi Tuhan yang mengutus Muhammad dengan membawa kebenaran, saya tidak pernah melihatnya sama sekali dan ia tidak datang kepadaku.
Setelah Harits tiba di Madinah dan bertemu dengan Rasulullah SAW, beliau bertanya, Apakah kamu tidak mau membayar zakat dan akan membunuh orang yang aku utus ?. Harits menjawab, Tidak, demi Tuhan yang mengutus engkau dengan membawa kebenaran, aku tidak melihatnya, dan dia tidak melihatku. Dan tidaklah aku datang menemui engkau melainkan karena utusan Rasululah SAW tidak kunjung datang kepadaku. Aku khawatir kalau-kalau terjadi kemurkaan dari Allah dan Rasul-Nya. Maka turunlah wahyu (yang artinya), Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasiq membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu mushibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu . (sampai dengan firman-Nya) . sebagai karunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Hujuraat : 6-8) [HR. Ahmad juz 4, hal. 279]

Kelahiran Ibrahim putra Rasulullah SAW.
Pada bulan Dzulhijjah tahun ke-8 Hijriyah, Mariyah Al-Qibthiyah melahirkan Ibrahim putra Nabi SAW. Kemudian beliau menyerahkannya kepada Ummu Bardah binti Mundzir Al-Anshariyah, istri Al-Baraa bin Aus Al-Anshariy, dan wanita inilah yang menyusuinya.

Tentara Islam menghancurkan berhala Fuls

Pada bulan Rabiul awwal tahun ke-9 Hijriyah Nabi SAW mengerahkan satu pasukan tentara yang berjumlah 150 orang yang semuanya terdiri dari kaum Anshar yang dikepalai oleh Ali bin Abu Thalib ke kota Thayyi untuk menghancurkan berhala Fuls, sebuah berhala kaum Thayyi yang terkenal sakti.
Pasukan Islam berangkat dari Madinah, yang seratus orang berkendaraan unta dan yang lima puluh orang berkendaran kuda. Setelah mereka tiba di Thayyi, kebetulan pada waktu Shubuh, lalu mereka segera bergerak, membakar dan menghancurkan berhala tersebut.
Setelah penduduk Thayyi mengetahui bahwa berhalanya yang dianggap sakti dan disembah-sembah itu dibakar dan dihancurkan oleh tentara Islam, timbullah kemarahan mereka hingga terjadi pertempuran antara kedua pasukan. Pimpinan mereka yaitu Adi bin Hatim Ath-Thaiy (ketika itu beragama Nashrani), setelah melihat bendera Islam berkibar, dengan cepat ia melarikan diri bersama keluarganya menuju ke Syam untuk mencari perlindungan.
Pertempuran berakhir dengan kemenangan pasukan Islam. Kemudian pasukan Islam kembali ke Madinah dengan membawa tawanan dan binatang ternak sebagai rampasan. Diantara orang yang ditawan ialah seorang perempuan yang bernama Saffanah, saudara perempuan Adiy bin Hatim.
Diantara rampasan itu ada tiga bilah pedang yang terkenal sakti di kalangan bangsa Arab, yaitu yang diberi nama Rasub, Al-Mukhdzam, dan pedang buatan Yaman. Dan tiga buah baju besi yang didapat dalam sebuah almari tempat berhala tersebut.
Adapun Saffanah, setelah sampai di Madinah, lalu diserahkan kepada Nabi SAW, karena ia seorang perempuan yang cerdik dan tangkas, lalu ia ditahan di dekat pintu masjid, begitu pula para tawanan yang lain ditahan di tempat tersebut. Pada hari pertama ketika Nabi SAW berjalan mengelilingi dan memeriksa para tawanan, ia berkata kepada beliau, menerangkan tentang keadaan orangtuanya dan jasa-jasa orang tuanya kepada masyarakat dan sebagainya. Kemudian ia mengajukan permohonan kepada Nabi SAW supaya dibebaskan.
Kemudian pada hari kedua, sewaktu Nabi SAW berjalan melintas di depannya, Saffanah mengatakan lagi seperti yang ia katakan pada hari pertama, dan ia mengatakan juga bahwa sebenarnya ia adalah saudara kandung Adiy bin Hatim. Setelah Nabi SAW mendengar demikian, beliau lalu bertanya tentang keadaan Adiy bin Hatim, kemana perginya ? Oleh Saffanah diterangkan secara jujur, bahwa Adiy bin Hatim bersama keluarganya dengan membawa harta bendanya pergi ke negeri Syam untuk mencari perlindungan. Selanjutnya Saffanah mengajukan permohonan lagi supaya dirinya dibebaskan.
Pada hari ketiga, sewaktu Nabi SAW melintas di depannya, ia mengatakan lagi kepada beliau apa yang dikatakan pada hari pertama dan kedua. Dan mengajukan permohonan pula supaya dirinya dibebaskan. Oleh Nabi SAW ketika itu dijawab, bahwa permohonannya akan dikabulkan, tetapi ia harus shabar beberapa hari lagi. Beliau mengatakan bahwa ia dibebaskan, apabila orang-orang dari kaumnya yang bisa dipercaya datang kepada beliau untuk mengambil dirinya.
Selang beberapa hari kemudian, datanglah serombongan orang yang bisa dipercaya dari kaumnya ke Madinah untuk mengambilnya. Ketika itu Saffanah lalu dibebaskan oleh Nabi SAW, dan ia diberinya kendaraan, bekal dan pakaian serta uang. Kemudian berangkatlah Saffanah dengan rombongan orang dari kaumnya menuju ke negeri Syam untuk menyusul saudaranya, yaitu Adiy bin Hatim dan keluarganya.

Kaab bin Zuhair masuk Islam
Kaab bin Zuhair adalah seorang ahli syair qabilah Muzainah yang terkenal. Dia termasuk seorang dari ahli-ahli syair yang ternama di tanah Arab, dan ia mempunyai saudara laki-laki yang bernama Bujair bin Zuhair.
Dahulu, Kaab bin Zuhair termasuk orang yang selalu mengejek dan menghina Nabi SAW dan Al-Quran dengan syair-syair yang dikarangnya dan diucapkannya di muka orang ramai, maka pada hari Fathu Makkahia melarikan diri ke Thaif.
Pada waktu itu Kaab dan Bujair, mereka membicarakan tentang keadaan Nabi dan para pengikutnya, dan akhirnya Bujari berkata kepada Kaab,Sebaiknya kamu tinggal di sini dulu, aku akan pergi untuk datang kepada orang laki-laki itu, (yakni Nabi Muhammad SAW). Di sana aku akan mendengarkan perkataan-perkataannya dan ingin melihat keadaan yang sebenarnya. Lalu Kaab waktu itu menyetujuinya.
Bujair lalu berangkat ke Madinah, sedang Kaab berdiam di Thaif. Setelah Bujair sampai di Madinah dan bertemu dengan Nabi SAW, ia mendengarkan dan memperhatikan segala sesuatu yang dibacakan dan yang diucapkan oleh Nabi SAW, lalu hatinya tertarik dan akhirnya ia masuk Islam.
Kemudian pada suatu hari Bujair mengirim sepucuk surat kepada saudaranya (Kaab), yang isinya menerangkan bahwa ia telah masuk Islam dan memberitahukannya pula bahwa para penyair bangsa Quraisy yang terkenal dengan syair-syairnya yang mencela, mencerca dan menghina Nabi dan Al-Quran, masing-masing sudah dijatuhi hukum bunuh, kecuali dua orang yang melarikan diri dengan tidak diketahui rimbanya, yaitu Ibnu Zibara dan Hubairah bin Wahb. Selanjutnya Bujair menyampaikan maksudnya kepada Kaab, ia berkata, Sebaiknya kamu segera datang menghadap Nabi SAW dan masuk Islam serta bertaubat. Karena beliau tidak akan membunuh seseorang yang datang kepada beliau dengan bertaubat. Tetapi kalau kamu tidak mau, maka silahkan melarikan diri dan pergi ke mana saja untuk menyelamatkan diri.
Setelah Kaab bin Zuhair menerima surat yang berisi peringatan dari saudaranya (Bujair) yang baik itu, lalu ia marah. Kemudian ia membalas suratkepada Bujair dengan syair-syair yang berisi caci-maki, cercaan dan penghinaan kepada Nabi SAW. Setelah Bujair menerima surat itu, lalu ia memberitahukan kepada Nabi SAW. Setelah mendengar yang demikian itu, Nabi SAW lalu memberi ancaman kepada Kaab bin Zuhair.
مَنْ لَقِيَ كَعْبًا فَلْيَقْتُلْهُ. البداية و النهاية
Barangsiapa yang ketemu Kaab (bin Zuhair), maka hendaklah ia membunuhnya. [Al-Bidaayah wan Nihaayah juz 4, hal. 774]

Bujair lalu mengirim surat lagi kepada Kaab yang menerangkan tentang ancaman Nabi SAW kepadanya. Setelah Kaab menerima surat Bujair itu, maka kawan-kawan Kaab sama menakut-nakutinya dengan mengatakan bahwa kalau Muhammad marah, maka itu sama artinya ia dijatuhi hukum bunuh. Akhirnya Kaab bingung, sehingga bumi yang luas itu terasa sempit baginya. Akhirnya secara diam-diam Kaab mengubah pendiriannya dan memutuskan akan pergi ke Madinah menghadap Nabi SAW dan akan bertaubat dengan sesungguhnya.
Lalu Kaab berangkat ke Madinah seorang diri, setelah sampai di sana, lalu ia datang ke rumah seorang kenalannya dari suku Juhainah dan bermalam di situ. Pada keesokan harinya, pagi-pagi benar ia diantar oleh kenalannya itu ke masjid Nabi, yang kebetulan beliau sedang di masjid mengerjakan shalat Shubuh, lalu ia ikut shalat bersama Nabi SAW. Setelah Nabi SAW selesai mengerjakan shalat, ia lalu disuruh oleh kenalannya itu supaya menghadap Nabi, lalu kenalannya itu berkata kepadanya, Inilah Rasulullah, mohonlah keamanan kepada beliau.
Kemudian Kaab bin Zuhair duduk di hadapan Nabi SAW, namun beliau belum mengenal wajah Kaab, demikian pula orang-orang yang ada di dalam masjid, maka tidak ada seorangpun yang mengganggu kepadanya. Ia berkata kepada Nabi SAW,  Jika Kaab bin Zuhair datang untuk memohon keamanan kepada engkau, ya Rasulullah dengan bertaubat dan masuk Islam, apakah engkau suka menerimanya jika ia saya bawa menghadap engkau ?. Beliau menjawab, Ya.
Ketika itu Kaab lalu berkata, Kalau begitu, sayalah Kaab bin Zuhair, ya Rasulullah.
Setelah mendengar ucapan Kaab yang demikian itu salah seorang shahabat dari kaum Anshar segera meloncat dan memohon ijin kepada Nabi SAW untuk membunuhnya. Akan tetapi seketika itu juga dicegah oleh Nabi SAW, karena beliau mengetahui bahwa kedatangan Kaab itu memang untuk masuk Islam dan bertaubat dari segala kesalahannya.
Selanjutnya setelah Kaab masuk Islam, ia lalu mengucapkan syair-syairnya dengan panjang lebar, yang diantaranya berisi pujian kepada Nabi SAW, kepada Islam dan kepada kaum pengikut beliau. Syair-syairnya amat indah serta mengandung isi yang amat dalam, sehingga dapat menarik hati orang yang mendengarnya.
Maka ketika ia mengucapkan syair-syairnya dan sampai pada salah satu barisnya yang berbunyi :

اِنَّ الرَّسُوْلَ لَنُوْرٌ يُسْتَضَاءُ بِهِ      مُهَنَّدٌ مِنْ سُيُوْفِ اللهِ مَسْلُوْلٌ
Sungguh Rasulullah itu cahaya yang dipergunakan untuk menerangi dunia, sebilah pedang yang amat tajam dari pedang-pedang Allah yang terhunus. [Al-Bidaayah wan Nihaayah juz 4, hal. 774]
Ketika Nabi SAW mendengar ini, seketika itu beliau melemparkan kain selimutnya yang sedang dipakainya kepada Kaab, karena hati beliau sangat tertarik pada syair tersebut.

Adiy bin Hatim masuk Islam

Adapun masuk Islamnya Adiy bin Hatim, diriwayatkan dalam Sirah Halabiyah juz 3, hal. 317, sebagai berikut : Adiy bin Hatim berkata :
Aku adalah seorang yang terhormat di sisi kaumku (kaum Thayyi), aku memungut seperempat dari harta jarahan sebagaimana yang telah biasa dilakukan oleh para bangsawan Arab di masa jahiliyah. Maka ketika aku mendengar khabar Utusan Allah dibangkitkan, aku adalah seorang diantara kaumku yang paling benci kepadanya. Tidak ada seorang pun di negeriku yang kebenciannya kepada Rasulullah melebihi kebencianku kepadanya.
Pada suatu hari aku memerintahkan kepada penggembala untaku, supaya menyediakan dan mempersiapkan unta-untaku yang baik-baik dan yang gemuk-gemuk, budak itu aku pesan juga bahwa jika sewaktu-waktu mendengar berita tentara Muhammad telah menginjak tanah negeriku, supaya segera melaporkannya kepadaku.
Kemudian pada suatu hari budakku datang kepadaku dan mengatakan, Wahai tuan Adiy, apa yang akan tuan perbuat jika Muhammad datang kepada tuan, maka sekarang ini juga perbuatlah, karena hamba telah melihat bahwa bendera telah berkibar, dan hamba bertanya kepada orang-orang tentang itu, kemudian mereka menjawab, Ini adalah pasukan Muhammad.
Seketika itu aku lalu berkata kepada budakku, Persiapkanlah unta-untaku.
Maka dengan segera budakku mempersiapkan dan mengantarkan unta-unta itu kepadaku. Sesudah itu aku lalu berangkat bersama keluargaku ke negeri Syam untuk mencari perlindungan kepada orang-orang yang mengikut agamaku (Nashrani) di sana, dan ketika itu aku meninggalkan anak perempuan Hatim yang bernama Saffanah binti Hatim, di negeriku, maka ia lalu ditangkap dan ditawan bersama orang-orang yang ditawan.
Setelah orang-orang dari kaumku yang ditawan dihadapkan kepada Rasulullah, dan beliau menerima khabar dari saudara perempuanku bahwa aku pergi bersama keluargaku ke Syam, lalu beliau memberi kasih sayang kepada saudaraku itu, dan akhirnya ia dibebaskan, dan diberi pakaian, bekal makanan dan kendaraan, sehingga ia datang ke Syam dengan selamat.
Pada suatu hari aku sedang duduk bersama keluargaku, mendadak ketika itu aku melihat seorang perempuan sedang berjalan, maka aku berkata kepada istriku, Itu anak perempuan Hatim !.
Ternyata betul, memang dialah yang datang kepadaku, lalu ia berkata :

اَلْقَاطِعُ الظَّالِمُ اِحْتَمَلْتَ بِاَهْلِكَ وَ وَلَدِكَ وَ قَطَعْتَ بَقِيَةَ وَالِدَيْكَ وَ عَوْرَتَكَ.
Hai orang pemutus persaudaraan, orang penganiaya. Kamu pergi bersama keluargamu dan anak-anakmu, tetapi kamu memutuskan peninggalan orang tuamu sendiri dan orang yang menjadi tanggung jawabmu.
Lalu aku berkata kepadanya, Oh saudara perempuanku, janganlah kamu mengatakan melainkan yang baik. Demi Allah, tidak ada alasan bagiku, sungguh aku telah berbuat kepadamu seperti yang kau katakan.
Kemudian ia turun dari kendaraannya, lalu berkumpul serumah denganku. Pada suatu hari aku bertanya tentang hal keadaan Utusan Allah itu,Bagaimana pendapatmu tentang halnya lelaki itu ?. Ia menjawab dengan tangkas dan jelas, Pendapatku, demi Allah, kamu seharusnya segera datang kepadanya. Jika ia betul seorang Nabi Utusan Allah, maka orang yang mengikut lebih dahulu, itulah orang yang utama, dan jika ia itu seorang raja, maka tetaplah kamu seperti itu juga.
Mendengar jawaban saudaranya itu Adiy bin Hatim tertarik hatinya, lalu ia berkata :
وَ اللهِ اِنَّ هذَا لَلرَّأْيُ
Demi Allah, ini memang pendapat yang benar.
Kemudian aku berangkat ke Madinah. Setiba di Madinah, aku segera menghadap kepada Rasulullah. Beliau bertanya, Siapakah orang laki-laki ini ?. Aku menjawab,  Adiy bin Hatim.
Waktu itu beliau sedang berada di masjid, kemudian beliau bangun berdiri lalu berangkat bersamaku ke rumah beliau. Demi Allah, beliaulah yang menuntunku ke rumah beliau. Sebelum sampai di rumah, di perjalanan ada seorang perempuan tua ingin bertemu dengan beliau seraya memberhentikannya, dan beliau mau berhenti hingga lama, karena menerima segala sesuatu yang dikemukakan kepada beliau. Setelah perempuan tua itu selesai menyampaikan keperluannya kepada beliau, maka kami melanjutkan berjalan ke rumah beliau. Ketika itu aku berkata dalam hatiku, bahwa beliau itu terang bukanlah seorang raja. Setelah tiba di rumah lalu segera masuk. Setelah masuk aku diambilkan sebuah alas duduk dari kulit yang di dalamnya berisi sabut, lalu alas duduk itu diberikan kepadaku sambil berkata, Duduklah kamu di atasnya. Lalu aku berkata, Tuanlah yang lebih patut duduk di atas alas duduk itu. Beliau bersabda, Engkaulah yang patut duduk di atasnya.
Lalu aku duduk di atas alas duduk itu, sedang beliau duduk di tanah. Waktu itu aku berkata dalam hati, Demi Allah, ini bukanlah kelakuan seorang raja. Sesudah itu beliau bersabda :
يَا عَدِيُّ بْنَ حَاتِمٍ، اَسْلِمْ تَسْلَمْ
Hai Adiy bin Hatim, masuk Islamlah engkau, niscaya engkau selamat.
Demikianlah beliau berkata hingga tiga kali.
Aku lalu menjawab, Saya telah mengikut suatu agama.
Beliau bersabda, Aku lebih mengerti tentang agamamu dari pada kamu. Maka aku bertanya kepada beliau, Tuan lebih mengetahui tentang agama saya ?. Beliau lalu bersabda, Ya, bukankah engkau dari golongan Rakusiyah (orang yang beragama Nashrani bercampur dengan menyembah berhala) ? Bukankah engkau dari kaum yang beragama ?. Aku menjawab, Benar. Beliau bersabda, Bukankah kamu itu pemungut seperempat harta jarahan pada kaummu ?. Aku jawab, Ya, benar. Beliau bersabda lagi, Sesungguhnya yang demikian itu, tidak halal bagi kamu dalam agamamu. Aku menjawab, Ya benar, demi Allah.
Ketika itulah aku mengerti bahwa beliau itu seorang Nabi yang diutus oleh Allah, karena beliau mengerti apa-apa yang beliau sendiri tidak melihatnya. Kemudian beliau bersabda, Hai Adiy, barangkali tidak ada lain yang menghalangi engkau masuk agama (Islam) ini melainkan karena engkau melihat, engkau mengatakan, Sesungguhnya yang mengikut agama itu tidak lain kecuali orang-orang yang lemah dan orang-orang yang tidak mempunyai kekuatan, yang mereka itu sesungguhnya telah dilempar oleh bangsa Arab berserta hajat mereka. Demi Allah, sungguh hampir tiba masanya harta benda akan melimpah pada mereka, sehingga tidak akan didapati orang yang mengambilnya itu. Barangkali tidak lain yang menghalangi engkau masuk di dalam agama ini, karena engkau lihat dari banyaknya orang yang memusuhi mereka dan sedikitnya jumlah mereka (orang-orang Islam). Apakah kamu sudah tahu Al-Hirah ?. Aku menjawab, Saya belum pernah melihatnya, tetapi saya pernah mendengar nama tempat tersebut. Beliau bersabda, Demi Allah, sungguh dari Al-Hirah itu akan keluar wanita pergi naik unta sendirian, berthawaf di Baitullah dengan aman. Dalam satu riwayat disebutkan, Demi Allah, sungguh hampir tiba saatnya, bahwa engkau mendengar seorang perempuan yang keluar (bepergian) dari kota Qadisiyah, menunggang untanya sehingga ia datang berziyarah ke Baitullah dengan aman. Barangkali sesungguhnya yang menghalangi engkau dari memasuki agama ini, karena engkau melihat, bahwa kerajaan dan kekuatan sedang berada di tangan orang selain mereka (kaum muslimin). Demi Allah, sungguh hampir tiba saatnya bahwa engkau mendengar istana-istana putih (untuk raja-raja) di negeri Babil sungguh-sungguh ditaklukkan oleh mereka.
Adiy bin Hatim berkata : Lalu aku masuk Islam.
Dan sungguh aku telah melihat istana-istana putih ditaklukkan, aku telah melihat wanita pergi ke Baitullah tidak takut kecuali kepada Allah. Dan demi Allah, sungguh pasti terjadi harta akan melimpah, sehingga tidak ada seorangpun yang mau menerima (sedeqah).

mta 04,05/2005

Tidak ada komentar:

Posting Komentar