Telah disepakati oleh Imam-imam ahli fikih bahwa menyembahyangkan mayat itu hukumnya fardu kifayah, berdasarkan perintah Rasulullah SAW dan perhatian kaum muslimin dalam menepatinya.
Diriwayatkan oleh Bukhari dam Muslim dari Abu Hurairah :
أَنَّ النَّبِىَّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُوءْتَى بِالرَّجُلِ الْمُتَوفَّى
عَلَيْهِ الدَّيْنُ فَيَسْأَلُ هَلْ تَرَكَ لِدَيْنِهِ فَضْلاً ؟ فَإِنْ حُدِّثَ
أَنَّهُ تَرَكَ وَفَاءً صَلَّى وَإِلاَّ . قَالَ لِلْمُسْلِمِيْنَ صَلُّوْا عَلَى صَاحِبِكُمْ
.
Bahwa seorang laki-laki yang meniggal dalam berutang disampaikam beritanya kepada Nabi SAW. Maka Nabi akan menanyakan apakah ia ada meninggalkan kelebihan buat pembayar utangnya. Jika dikatakan orang bahwa ia ada meninggalkan harta untuk pembayarnya, maka belia akan menyembahyangkan maya itu. Jika tidak, beliau akan memesankan kepada kaum muslimin, Shalatkan teman sejawatmu.
2. Keutamaannya
a. Diriwayatkan oleh Jama'ah dari Abu Hurairah bahwa Nabi SAW bersabda :
مَنْ تَبِعَ جَنَازَةً
وَصَلَّى عَلَيْهَا، فَلَهُ قِيْرَاطَ وَمَنْ تَبِعَهَا حَتَّى يُفْرَغَ مِنْهَا
فَلَهُ قِيْرَاطَانِ ، أَصْغَرُهُمَامِشْلُ أُحُدٍ ، أَوْ أَحَدُ هُمَا مِثْلُ
أُحُدٍ . .
Barangsiapa mengiringikan jenazahdan turut menyembahyangkannya, ia akan beroleh pahala sebesar satu qirath dan barangsiapa mengiringkannya sampai selesai penyelenggaraannya, ia akan beroleh 2 qirath, yang terkecil atau katanya salah satu diantaranya beratnya seperti gunung uhud.
b. Diriwayatkan pula oleh Muslim dari khabbab RA bahwa ia menanyakan kepada Abdullah Ibnu Umar, apakah Ibnu Umar ini pernah mendengar apa kata Abu Hurairah yaitu bahwa ia telah mendengar Rasulullah SAW bersabda :
مَنْ خَرَجَ مَعَ
جَنَازَةٍ مِنْ بَيْتِهَا وَصَلَّى عَلَيْهَا ثُمَّ تَبِعَهَا حَتَّى تُدْفَنَ
كَانَ لَهُ قِيْرَاطَانِ مِنْ أَجْرٍ، كُلُّ قِيْرَاطٍ مِثْلُ أُحُدٍ . وَمَنْ
صَلَّى عَلَيْهَا ثُمَّ رَجَعَ ، كَانَ لَهُ مِثْلُ أُحُدٍ ، فَأُرْسِلَ ابْنُ
عُمَرَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا خَبَّابًا إِلَى عَاأِشَةَ يَسْأَلُهَا عَنْ قَوْلِ
أَبِى هُرَيْرَةَ ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَيْهِ فَيُخْبِرُهُ مَا قَالَتْ . فَقَالَ :
قَالَتْ عَاأِشَةُ : صَدَقَ أَبُوْهُرَيْرَةَ . فَقَالَ ابْنُ عُمَرَ رَضِىَ اللهَ
عَنْهُمَا : لَقَدْ فَرَّطْنَافِى قَرَارِيْطَ كَثِيْرَةً .
Siapa yang turut keluar bersama jenazah dari rumahnya, menyembahyangkannya lalu mengiringkanya sampai di makamkan, ia akan beroleh pahala sebesar 2 qirath, yang berat masing-masingnya adalah seperti gunung uhud. Dan siapa yang hanya menyembahyangkannya ia akan beroleh pahala seberat gunung uhud. Maka Ibnu Umar pun mengutus Khabbab menemui Aisyah buat menanyakan ucapan Abu Huraieah tersebut dan disuruhnya kembali buat menyampaikan bagaimana hasilnya. Kata Khabbab kemudian, menurut Aisyah benarlah apa yang dikatakn Abu Hurairah itu. Ulas umar, sungguh selama ini kita telah mengabaikan pahala berqirath-qirath banyaknya.
3. Syarat-syaratnya
Shalat jenazah termasuk dalam ibadah shalat, maka disyariatkan padanya syarat-syarat yang telah diwajibkan pada shalat-shalat fardhu lainnya, baik berupa kesucian yang sempurna dan bersih dari hadast besar maupun kecil, menghadap kiblat dan menutup aurat.
Diriwayatkan dari Nafi' oleh Malik bahwa Abdullah bin Umar RA mengatakan "Tidak boleh seseorang menyembahyangkan jenazah kecuali dalam keadaan suci".
Tetapi Ahmad, Ibnu Mubarak dan Ishak menganggap makruh melakukan shalat jenazah waktu terbit matahari, waktu istiwa dan saat terbenamnya, kecuali jika dikhawatirkan membusuknya mayat.
4. Rukun-rukunnya
Shalat jenazah mempunyai rukun-rukun yang mewujudkan hakikatnya, hingga bila salah satu diantaranya tidak dipenuhi, maka ia batal dan tidak dianggap oleh syara. Kita sebutkan seperti berikut :
a. Berniat. Berdasarkan firman Allah Ta'ala "Dan tidaklah mereka dititah kecuali untuk mengabdikan diri kepada Allah dengan mengikhlaskan agama, khusus baginya semata.
Juga sabda Rasulullah SAW : Semua amal perbuatan itu hanyalah dengan niat dan masing-masing manusia akan beroleh hasil menurut apa yang diniatkannya.
Niat tempatnya dalam hati dan mengucapkannya tidaklah disyari'atkan.
b. Berdiri bagi yang kuasa. ini merupakan rukun menurut juhmur ulama. Maka tidaklah sah menyembahyangkan jenazah sambil berkendaraan atau duduk tanpa 'uzur. Berkata pengarang buku al-Mughni : Tidak boleh menyembahyangkan jenazah sementara berkendaraan, karena itu menghalangi sikap berdiri yang diwajibkan.
c. Empat kali Takbir. Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Jabir :
أَنَّ النَّبِىَّ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى
عَلَى النَّجَا شِىِّ فَكَبَّرَ أَرْبَعٍا .
Bahwa Nabi saw, menyembahyangkan Najasyi (raja Habsyi) maka belia membaca takbir 4 kali.
Berkata Turmudzi : Hal ini menjandi amalan bagi kebanyakan ulama dari sahabat-sahabat Nabi saw dan lainnya. Menurut mereka takbir dalam shalat jenazah itu adalah sebanyak 4 kali. Ini juga merupakan pendapat Sufyan, Malik, Ahmad, Ibnu Mubarak, Syafi'i dan Ishak.
Soal mengangkat kedua tangan waktu takbir
Menurut Sunnah tidaklah diangkat kedua tangan pada shalat jenazah, kecuali waktu takbir pertama saja. Karena tidak di terima keterangan bahwa Nabi saw mengangkat tangannya waktu takbir-takbir shalat jenazah kecuali waktu takbir pertama saja.
Berkata Syaukani yakni setelah menyebutkan pertikaian dan membahas alasan masing-masing : Kesimpulannya, tak ada keterangan yang dapat dijadikan alasan dari Nabi saw mengenai soal mengangkat kedua tangan itu, kecuali pada takbir pertama. Adapun perbuatan dan ucapan para sahabat, tidaklah dapat dijadikan alasan. Maka selayaknyalah bila mengangkat tangan itu hanya pada takbir pertama, karena pada waktu yang lain tidaklah disyari'atkan, kecuali di saat perpindahan dari satu rukun kepada rukun yang lain, sebagai halnya pada shalat-shalat biasa. Sedangkan pada shalat jenazah ini tidak ada perpindahan itu.
Membaca al-Fatihah dan Shalawat Nabi secara sir (bisik-bisik)
Berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Syafi'i dalam musnadnya dari Abu Umamah bin Shal, bahwa salah seorang laki-laki sahabat Nabi saw menyampaikan kepadanya :
Bahwa menurut sunnah dalam shalat jenazah itu hendaknya Imam membaca takbir, kemudian setelah takbir pertama itu hendaklah ia membaca al-Fatihah secara bisik-bisik lalu membaca shalawat Nabi saw dan setelah itu pada takbir-takbir berikutnya hendaklah ia membacakan do'a bagi jenazah tanpa membaca apa-apa lagi kemudian memberi salam dengan berbisik-bisik.
Dan diriwayatkan pula oleh bukhari dari Thalhah bin Abdullah katanya :
صَلَّيْتُ مَعَ ابْنِ
عَبَّا سٍ عَلَى جَنَازَةِ فَقَرَأَ بِفَاتِحِةِ الْكِتَابِ ، فَقَالَ : إِنََهَا
مِنَ السُّنَّةِ .
Saya menyembahyangkan saru jenazah bersama Ibnu Abbas, maka ia membaca al-Fatihah lalu katanya : Itu adalah sunnah.
Hadist itu juga diriwayatkan oleh Turmudzi dan katanya : Ini menjadi amalan bagi sebagian ulama-ulama dari golongan sahabat Nabi dan lainnya, mereka lebih suka membaca al-Fatihah setelah takbir pertama. Ini juga merupakan pendapat Syafi'i. Ahmad dan Ishak. Dan sebagian lagi berpendapat dalam shalat jenazah ini tidaklah dibaca al-Fatihah. Yang dibaca itu hanyalah pujian kepada Allah, Shalawat Nabi saw dan do'a bagi mayat. Ini merupakan pendapat Tsauri dan lain-lain ulama penduduk Kufah.
Ucapan Shalawat dan salam atas Nabi dan tempatnya
Shalawat dan salam atas Nabi itu diucapkan dengan kalimat manapun juga. Dan seandainya seseorang mengucapkan 'Allahumma shalli 'ala Muhammad' maka itu sudah cukup.
Tetapi mengiukuti apa yang diajarkan oleh Nabi saw adalah lebih utama, seperti :
اَللَّهُمَ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِ
مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ ، وَعَلَى اَلِ اِبْرَاهِيْمَ
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَ
إِبْرَاهِيْمَ وَ عَلَى اَلِ إِبْرَاهِيْمَ فِى الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ
مَجِيْدٌ .
Dan shalawat ini dibaca setelah takbir kedua sebagai tampak pada lainnya, walaupun tak ada keterangan yang tegas yang menentukan tempat membacanya itu.
6. Berdoa. Ini juga merupakan rukun atas kesepakatan para fukaha, berdasarkan hadist Nabi SAW :
إِذَا صَلَّيْتُمْ عَلَى الْمَيِّتِ فَأَخْلِصُوْا لَهُ
الدُّعَاءَ .
Jika kamu menyembahyangkan jenazah, maka berdo'alah untuknya dengan tulus ikhlas
( Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Baihaki, juga oleh Ibnu Hibban yang menyatakan sahnya ).
Dan do'a itu telah dianggap terlaksana walaupun hanya secara singkat. Tetapi disunahkan mengucapkan salah satu do'a dari do'a-do'a berikut ini yang berasal dari Nabi Muhammad saw :
1. Kata Abu Hurairah : Rasulullah saw mengucapkan do'a waktu shalat jenazah sebagai berikut :
اللَّهُمَّ أَنْتَ
رَبُّهَا ، وَأَنْتَ خَلَقْتَهَا وَأَنْتَ رَزَقْتَهَا ، وَأَنْتَ هَدَ يْتَنَا
لِلإِسْلاَمِ ، وَأَنْتَ قَبَضْتَ رُوْحَهَا ، وَأَنْتَ أَعْلَمُ بِسِرِّ
هَاوَعَلاَ يِنيَّتِهَا ، جِءْنَا شُفَعَاءَلَهُ ، فَاغْفِرْلَهُ ذَنْبَهُ .
Ya Allah, Engkau Tuhannya, Engkau yang menciptakannya, Engkau yang menunjukinya menganut Islam dan Engkau pula yang mencabut nyawanya serta Engkau lebih mengetahui batin dan lahirnya. Kami datang sebagai peratara untuk memohon pertolongan baginya maka ampunilah dosanya.
2. Diterima dari 'Aut bin Malik diriwayatkan oleh Muslim : Rasulullah saw bersabda ketika ia menyembahyangkan jenazah :
اللَّهُمَّ
اغْفِرْلَهُ وَارْحَمْهُ وَاعْفُ عَنْهُ وَعَافِهِ وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ ،
وَوَسِّعْ مَدْ خَلَهُ وَأَغْسِلْهُ بِمَاءٍ وَثَلْجٍ وَبَرَدِ ، وَنَقِّهِ مِنَ
الْخَطَايَا كَمَايُتَقَّى الثَّوْبُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ وَأَبْدِلَهُ
دَارًا خَيْرًا مَنْ دَارِهِ وَ أَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ وَزَوْجًا خَيْرًا
مِنْ زَوْجِهِ ، وَقِهِ فِتْنَةَ الْقَبْرِ وَعَذَابَ النَّار .
Ya Allah, ampunilah dia, kasihanilah dia, maafkan dia, selamatkan dia, lapangkan tempatnya dan bersihkanlah dia dengan air, air salju dan air embun. sucikanlah dia dari dosa sebagai halnya kain yang putih bila disucikan dari noda. Dan gantilah rumahnya dengan tempat kediaman yang lebih baik, begitupun keluarga serta istrinya dengan yang lebih berbakti, serta lindungilah dia dari bencana kubur dan siksa neraka.
3. Dari Abu Hurairah diriwayatkan oleh Ahmad dan ash-Habus Sunan Rasulullah saw, menyembahyangkan jenazah, maka sebdanya waktu berdo'a :
اللَّهُمَّ
اغْفِرْلِحَيَّنَا وَصَغِيْرِنَا وَأُنْثَانَا وَشَاهِدِنَا وَغَاءِبِنَا ،
اللَّهُمَّ مَنْ أَحْيَيْتَهُ مِنَّا فَأَحِيْهِ عَلَى اْلإِسْلاَمِ ، وَمَنْ تَوَفَّهُ
عَلَى اْلإِيْمَانِ ، اللَّهُمَّ لاَ تَحْرِمْنَا أَجْرَهُ ، وَلاَ تُضِلَّنّا
بَعْدَهُ .
Ya Allah, berilah keampunan bagi kami, baik yang hidup maupun yang mati, yang kecil atau yang besar, laki-laki atau wanita, yang hadir maupun sedang bepergian. Ya Allah, siapa-siapa yang engkau wafatkan, mohon diwafatkan dalam keimanan. Ya Allah, janganlah kami terhalang buat beroleh pahalanya dan janganlah kami disesatkan sepeninggalnya.
Dan jika jenazah itu seorang anak, disunnahkan bagi yang menyembahyangkan mengucapkan do'a :
اللَّهُمَّ اجْعَلْهُ لَنَا سَلَفًا وَّفَرَطًا
وَذُخْرًا
Berkata Nawawi : Jika yang meninggal itu seorang anak kecil, laki-laki atau perempuan cukuplah ia membaca Ya Allah, berilah keampunan bagi kami, baik yang hidup maupun yang mati, ditambah :
اللَّهُمَّ اجْعَلْهُ
فَرَطًا ِلأَبَوَيْهِ وَسَلَفًا وَذُخْرًا وَعِظَةً وَاعْتِبَارًا وَّشَفِيْعًا .
وَثَقِّلْ بِهِ مَوَازِيْنَهُمَا ، وَأَفْرِغِ الصَّبْرَ عَلَى قُلُوْبِهِمَا ،
وَلاَ تَفْتِنْهُمَا بَعْدَهُ وَلاَ تَحْرِمْهُمَا أَجْرَهُ .
Ya Allah jadikanlah ia sebagai imbuhan bagi kedua orang tuanya, sebagai titipan dan simpanan, menjadi cermin perbandingan dan pemberi syafa'at dan beratkanlah dengan timbangan keduanya dan limpahkanlah kesabaran atas hati mereka, serta hindarkanlah fitnah dari mereka sepeninggalnya dan janganlah mereka terhalang buat mendapatkan pahalanya.
Tempat mengucapkan do'a-do'a ini :
Berkata Syaukani : Menurut pengetahuan saya, tak ada keterangan yang menentukan tempat membaca do'a-do'a ini. Maka jika seorang ingin, ia dapat membaca do'a yang disukainya sekaligus, boleh setelah selesai mengucapkan semua takbir, boleh pula setelah takbir pertama atau takbir kedua atau ketiga atau dibaginya dua dengan membaca setelah dua takbir. Atau agar dapat memenuhi semua do'a yang diriwayatkan dari Nabi saw tersebut setelah tiap kali takbir hendaklah dibacanya satu do'a.
Katanya pula : Menurut lahir hadist dalam berdo'a itu hendaklah menggunakan kata-kata yang tersebut dalam hadist baik mayat itu mayat laki-laki atau wanita, tanpa mengubah kata gantinya yang berjenis kelamin pria menjadi jenis kelamin wanita jika mayat itu mayat wanita. Karena sebenarnya kata yang diganti ialah mayat, sedangkan kata mayat itu sendiri mencakup pria maupun wanita.
7. Do'a setelah takbir ke-empat
Disunnahkan berdo'a setelah takbir ke-empat, walaupun seseorang telah berdo'a setelah takbir ketiga. Berdasarkan apa yang telah diriwayatkan oleh Ahmad dari Abdullah bin Abi Aufa :
أَنَّهُ مَاتَتْ لَهُ اِبْنَةٌ فَكَبَّرَ عَلَيْهَا
أَرْبَعًا ، ثُمَّ قَامَ بَعْدَ الرَّابِعَةِ قَدْرَ مَا بَيْنَ التَّكْبِيْرَ
تَيْنَ يَدْعُوْ ، ثُمَّ قَالَ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَصْنَعُ فِى الْجَنَازَةِ هَكَذَا .
Berkata Syafi'i : Setelah takbir keempat itu hendaklah dibaca : Allahumma la tahrim na ajrahu wala taftinna ba'dahu ( Ya Allah, janganlah kami terhalang buat beroleh pahalanya dan hindarkanlah fitnah dari kami sepeninggalnya ).
Dan berkata Abu Hurairah : Orang-orang dulu biasanya membaca setelah takbir keempat itu : Allahumma rabbana atina fid dunya hasanah wafil akhitari hasanah waqina adzaban nar ( Ya Allah Tuhan kami, Berilah kami di dunia ini kebaikan dan juga di akhirat dan lindungilah kiranya kami dari siksa neraka ).
8. Memberi salam
Para fukaha sepakat mengatakan fardhu. Hanya Abu Hanifah yang menyatakan bahwa membaca salam ke sebelah kanan dan kiri itu hukumnya memang wajib tapi tidak merupakan rukun. Alasan mereka mengatakan fardhu ialah karena shalat jenazah itu termasuk salah satu macam shalat, sedangkan buat mengakhiri sesuatu shalat adalah denganmembaca salam.
Dan kata Ibnu Mas'ud : Mengucapkan salam waktu shalat jenazah adalah seperti salam waktu shalat biasa. Sekurang-kurangnya : Assalamu alaikum atau Salamun alaikum.
Tetapi Ahmad berpendapat bahwa membaca satu kali salam itulah sunnah yaitu dengan menghadapkannya ke sebelah kanan dan boleh juga ke arah depan, berpedoman kepada perbuatan Rasulullah saw dan perbuatan sahabat. Mereka memberi salam hanya satu kali dan tak ada kedengaran ketika itu yang membantahnya.
Syafi'i menganggap sunah dua kali salam, dimulai dengan menghadapkannya ke sebelah kanan dan disusul dengan yang kedua ke sebelah kiri.
Berkata Ibnu Hazmin : Membaca salam yang kedua merupakan dzikir dan amalan baik
Tata shalat jenazah
Berniat menyembahyangkan jenazah lalu bertakbir, kemudian meletakkan tangan kanan di ats tangan kiri dan mulai membaca al-Fatihah, setelah itu takbir lagi dan membaca shalawat Nabi, lalu takbir ketiga dan berdo'a untuk jenazah, kemudian takbir keempat dan berdo'a lagi dan akhirnya memberi salam.
Tempat berdiri imam terhadap jenazah Pri dan Wanita
Menurut sunnah hendaklah Imam itu berdiri setentang kepala jenazah laki-laki dan setentang pinggang perempuan. Berdasarkan hadist Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Turmudzi dari Anas ra :
أَنَّهُ صَلَّى عَلَى جَنَازَةِ رَجُلٍ ، لإَفَقَامَ
عِنْدَ رَأْسِهِ فَلَمَّا رُفِعَتْ ، اُتِىَ بِجَنَازَةِ امْرَأَةٍ ، فَصَلَّى
عَلَيْهَا فَقَامَ وَسَطَهَا فَسُأِلَ عَنْ ذَلِكَ ، وَقِيْلَ لَهُ : هَكَذَا
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْمُ مِنَ الرَّجُلِ
حَيْثُ قُمْتَ ، وَمِنَ الْمَرْأَةِ حَيْثُ قُمْتَ : قَالَ : نعَمْ .
Bahwa ia yakni Anas menyembahyangkan jenazah laki-laki, maka ia berdiri dekat kepalanya. Setelah jenazah diangkat, lalu dibawa jenazah wanita maka dishalatkan pula dengan berdiri dekat pinggannya. Lalu ditanyakan orang kepadanya: Beginikah cara Rasulullah saw menyembahyangkan jenazah, yaitu bila laki-laki berdiri di tempat seperti anda berdiri itu dan jika wanita juga seperti anda lakukan ? "Benar", ujar Anas.
khalisarahma.blogspot.com/fikih sunnah sayyid sabiq/al-Ma'arif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar